Normalnya ke Arab atau Amerika, bukan Hong Kong..
Banyak pesepakbola top dunia yang menjadikan Timur Tengah atau Amerika Serikat sebagai pelabuhan di masa senja. Sambil menghabiskan karier, mereka memanfaatkan gaji besar yang didapatkan. Tapi, yang pernah dilakukan Diego Forlan unik. Dia tidak ke Arab atau Amerika, melainkan Hong Kong.

Setelah meninggalkan Inter Milan, Diego Forlan memenangkan kejuaraan di negara bagian Rio Grande do Sul, Brasil, pada usia 34 tahun sekaligus menjadi pencetak gol terbanyak bersama Internacional Porto Alegre.

Ternyata, itu masih belum cukup. Mantan pemain Atletico Madrid melanjutkan petualangannya dengan bermain dua tahun di Jepang. Kemudian, pada usia 37 tahun, dia menikmati musim perebutan gelar di negara asalnya, Uruguay, bersama Penarol.

Itu sebenarnya bisa menjadi cara yang sempurna untuk mengakhiri karier. Tapi, Diego Forlan masih belum puas. Dia memutuskan berkemas lagi dan pindah ke Mumbai, India. Di sana, dia hampir memenangkan Liga Super India. Tapi, dia kalah dari Atletico de Kolkata dalam pertandingan play-off.

Akhirnya, pada 4 Januari 2018, atau lebih setahun setelah meninggalkan Mumbai, Diego Forlan membuat langkah lain pada kariernya. Dan, ini yang paling aneh. Di usia 38 tahun, dia bergabung dengan klub Liga Premier Hong Kong, Kitchee. Itu menjadi petualangan terakhirnya sebagai pemain.

Sebenarnya, Penarol tertarik untuk mengontrak Diego Forlan untuk ketiga kalinya pada akhir 2017. Jadi, sangat aneh jikastriker yang memiliki reputasi sebagai pemenang Copa America dan penerima Sepatu Emas Piala Dunia itu memilih Hong Kong.

Ini semakin aneh karena Kitchee tidak memberikan bayaran sebesar yang didapatkan Cristiano Ronaldo di Al Nassr atau David Beckham di Los Angeles Galaxy. Di Hong Kong, Diego Forlan hanya menghasilkan sekitar 13.000 pounds (Rp244 juta) per minggu untuk bermain di tim yang sedang memuncaki klasemen.

Bagian dari motivasi Kitchee untuk mendatangkan marquee player adalah partisipasi di fase grup Liga Champions Asia untuk pertama kalinya. Mereka bersaing dengan tim besar dari Cina, Jepang, dan Korea Selatan.

Pertanyaannya, apakah Diego Forlan, yang berusia 38 tahun dan tidak memiliki klub selama 13 bulan, mampu memberikan banyak hal menghadapi lawan yang diperkuat  Axel Witsel dan Alexandre Pato? "Saya terus berlatih sepanjang tahun. Tentang fisik, itu tidak masalah," kata Diego Forlan saat itu, dilansir Sky Sports.



Di awal karier bersama Kitchee, Diego Forlan bermain lebih dari setengah babak saat kemenangan 8-1 atas Eastern Sports didapat. Dia berkontribusi satu assist.

Tapi, start keduanya sangat spektakuler. Pada menit 38 pada pertandingan kandang melawan Hong Kong Rangers, Diego Forlan melepaskan tendangan bebas spektakuler dari jarak 35 meter saat timnya menang 7-0. Dia juga mencetak gol keempat dari sebuah tendangan rendah dari tepi kotak penalti.

Dengan perbedaan kualitas yang mencolok, Liga Premier Hong Kong memang bukan tugas utama Diego Forlan. Kitchee merekrut legenda Uruguay untuk membantu meningkatkan level di ajang Asia.

Berhasil? Tidak! Kitchee kalah dalam tiga pertandingan pertama fase grup Liga Champions Asia. Yang terburuk, kekalahan 0-6 dari Jeonbuk Hyundai Motors. Yang memalukan, pertandingan itu dimainkan di Hong Kong National Stadium dengan harapan mendapat dukungan dari seluruh negeri.

Diego Forlan dan Kitchee kemudian bangkit. Dalam pertandingan keempat grup yang sulit, Kitchee berjuang untuk menang 1-0 atas Kashiwa Reysol dari Jepang. Uniknya, dia membuat assist dua menit menjelang waktu tambahan. Itu adalah kemenangan pertama klub Hong Kong di Liga Champions Asia.

Gagal di Liga Champions Asia, Diego Forlan dan Kitchee menunjukkan dominasinya di Liga Premier Hong Kong. Mereka juara.



Bukan hanya gagal di Liga Champions Asia, Diego Forlan juga tidak berhasil menjadi magnet penonton. Di negara kecil itu, Kitchee hanya mampu mendapatkan penonton minim. Contohnya, di Liga Champions Asia, Hong Kong National Stadium hanya diisi 13.500, 7.500, dan 6.000 orang dari kapasitas total 40.000 kursi.

Di Liga Premier Hong Kong lebih parah lagi. Hanya ada seperempat dari 1.500 kursi di stadion pada pertandingan kandang Kitchee. "Saya rasa banyak orang di wilayah ini belum pernah mendengar tentang Kitchee sebelumnya. Tapi, berkat Forlan, ini telah diubah," kata Pelatih Kitchee, Chu Chi Kwong, membela diri.

"Kami adalah juara Hong Kong. Tapi, tidak terlalu banyak orang yang peduli sampai kami membawanya masuk. Ada lebih banyak liputan tentang Diego Forlan dan Kitchee saat kami bermain di luar negeri. Dan, sekarang orang-orang mengetahui siapa kami," pungkas Chu Chi Kwong.