Dikenal sebagai miliuner Muslim dengan kekayaan Rp 44 triliun. Menjadikan sepakbola sebagai sarana mencuci reputasi.
Shakhtar Donetsk masih saja menjadi pusat pemberitaan media-media olahraga Eropa terkait performa impresif di Liga Champions. Kali ini kemenangan atas Real Madrid di Estadio Santiagao Bernabeu.

Meski sudah sering menciptakan sensasi di kompetisi Benua Biru, masih banyak orang yang bertanya-tanya klub apa sebenarnya Shakhtar ini. Pasalnya, tim asal Ukraina itu tergolong unik. Sudah 6 tahun mereka tidak bisa bermain di tempat asal karena perang yang berkecamuk di Ukraina Timur.

Shakhtar adalah salah satu klub paling dominan di Ukraina selain Dynamo Kiev. Tak hanya menguasai kompetisi domestik, klub yang bermarkas di Donbass Arena dan saat ini bermain di Metalist Stadium, Kharkiv, itu juga merajai Eropa lewat Piala UEFA 2008/2009. Saat itu, mereka mengalahkan Werder Bremen di final.

Semua keberhasilan Shakhtar tidak bisa dilepaskan dari kontribusi Rinat Akhmetov sebagai pemilik. Dia adalah orang paling kaya di Ukraina Timur yang memiliki sejumlah perusahaan pertambangan besar di beberapa negara bekas Uni Soviet.

Akhmetov mengakuisi mayoritas saham Shakhtar pada 1995. Dengan dana melimpah dan tak terbatas, Shakhtar mampu mencicipi 13 gelar Liga Ukraina, 13 Piala Ukraina, 8  Piala Super Ukraina, dan 1 Piala UEFA.

Di era Akhmetov, Shakhtar juga tidak pernah kesulitan memboyong mayoritas pemain tim nasional Ukraina hingga pemain asing yang kebanyakan berasal dari Brasil untuk bermain. Semua itu tak lepas dari harta melimpah Akhmetov yang mencapai USD 3 miliar pada 2020.

Bagaimana Akhmetov mendapatkan kekayaannya masih menjadi kontroversi di Ukraina hingga hari ini. Meski menyandang status Sarjana Ekonomi dari Donetsk National University, dia berasal dari keluarga kelas pekerja miskin. Mengaku sebagai Islam Suni, Akhmetov memiliki ayah, Leonid, yang bekerja sebagai petambang batu bara. Ibunya, Nyakiya Nasredinovna, pelayan toko.

Dalam sebuah wawancara dengan salah satu media olahraga Ukraina beberapa tahun lalu, Akhmetov mengaku memperoleh kekayaan dengan cara legal. Dia menyebut melakukan investasi bisnis yang berisiko pada tahun-tahun pertama setelah runtuhnya Uni Soviet.

"Saya telah memperoleh uang USD 1 juta saya yang pertama dengan berdagang batu bara dan kokas. Dengan uang itu, membelanjakan itu untuk aset yang tidak ingin dibeli oleh siapa pun. Itu adalah risiko. Tapi, itu sepadan," ujar Akhmetov pada 2010, dilansir liga.net.

Namun, klaim Akhmetov tidak membuat orang percaya 100%. Sejumlah pihak sempat membuat investigasi tentang asal usul uang Akhmetov. Mereka menadapatkan fakta kekayaan Akhmetov didapatkan dari Akhat Bragin. Dia adalah mafia paling ditakuti di Donetsk dan Akhmetov adalah salah satu orang kepercayaannya.

Pada 2012, sebuah buku investigasi diluncurkan ke publik berjudul "Donetsk Mafia: Anthology" karya Serhiy Kuzin. Dalam buku itu diceritakan sepak terjang Akhmetov sebagai preman dan mafia di awal-awal keruntuhan Uni Soviet ketika sistem hukum masih belum tertata seperti saat ini.

Ada lagi penelitian dari pakar Eropa Tengah dan Timur di University of Sunderland, Profesor Hans van Zon. Dia menyatakan Akhmetov bersaudara (Rinat dan Igor) telah terlibat dalam aktivitas kriminal di Donetsk sejak 1986.

Dalam laporannya, Van Zon menyebut ketika Uni Soviet kolaps, Akhmetov memanfaatkan situasi dengan menjarah senjata di gudang Tentara Merah yang ditinggalkan prajuritnya. Senjata-senjata itu dia jual secara ilegal ke negara-negara yang sedang berkonflik seperti di Afrika, Timur Tengah, dan Balkan. Siasanya dia gunakan sendiri untuk mengembangkan organisasi mafia miliknya.

Penelitian lainnya dilakukan Andrew Wilson. Dalam buku berjudul "Ukraine's Orange Revolution" produksi Yale University Press pada 2005, disebutkan Akhmetov sudah bekerja pada Bragin sejak awal 1980-an. Dia bertanggung jawab terhadap sejumlah aksi untuk menguasai properti rival bisnis Bragin.

Buku itu juga menyatakan pada 1990-an Akhmetov mulai memperoleh sejumlah properti di Donetsk yang didapatkan dengan pemerasan melalui bantuan Letnan Jenderal Volodymyr Malyshev selaku komandan pasukan keamanan Kementerian Dalam Negeri Ukraina untuk wilayah Donetsk. Malyshev menggunakan posisinya untuk menghapus catatan kriminal Akhmetov.

"Pada 1990-an, Akhmetov sangat berbeda. Dia benar-benar pribadi tanpa pesona publik dan mencoba menemukan cara untuk menghadapi masa lalu yang sulit," kata mantan duta besar Amerika Serikat di Kiev, William Taylor, mengutip pebisnis terkemuka Ukraina, Serhiy Taruta, dilansir Kyiv Post.

Karier Akhmetov mendadak melejit ketika Bragin terbunuh bersama 6 pengawal pribadinya dalam sebuah ledakan bom mobil di area stadion lama Shakhtar, Central Shakhtar Stadium, pada 15 Oktober 1995. Rumor menyebut Akhmetov sebagai aktor intelektualnya. Meski tidak terbukti, fakta menunjukkan dialah yang pada akhirnya mewarisi semua harta Bragin.

Dengan kekuasaan yang dimiliki, Akhmetov terus melebarkan pengaruh. Dia terjun ke politik dengan menjadi penyandang dana Party of Regions. Itu adalah partai pemerintah pada 1990-an hingga Revolusi Oranye terjadi pada 2004. Saat itu, pemerintahan yang baru setelah revolusi berencana melakukan investigasi terhadap kasus-kasus kriminal yang melibatkan Akhmetov. Tapi, setelah itu tidak ada kabar lanjutan.

Menariknya, reputasi Akhmetov sebagai mafia lambat laun terhapus. Selain kehebatan menjadi pamasok dana bagi para politisi di Ukraina, dia juga menjadikan sepakbola sebagai sara mencuci reputasi. Prestasi Shakhtar di kompetisi Ukraina dan Eropa telah membuat citra buruk Akhmetov di masa lalu pudar.

Reputasi Akhmetov sebagai mafia semakin termaafkan oleh orang-orang Ukraina saat perang saudara pecah di Donetsk Bassin (Donbass). Keputusannya menolak bergabung dengan separatis pro Rusia mendapatkan simpati dari mayoritas rakyat di Kiev. Bahkan, dirinya harus mengungsi ketika Donetsk diduduki kelompok seperatis, Donetsk People Republic (DNR), buatan Rusia.

Selain Akhmetov, Shakhtar juga harus meninggalkan Donetsk. Rusaknya Donbass Arena karena bom dan kondisi keamanan yang tidak memungkinkan membuat Shakhtar harus mengungsi. Awalnya, mereka bermain di Kiev. Lalu, hijrah ke Lviv di sebelah barat Ukraina yang berbatasan dengan Polandia. Dan, sekarang di Kharkiv yang lebih dekat dengan Donetsk.

Sebagai orang Donetsk, Akhmetov juga tidak tinggal diam dengan konflik yang terjadi. Sejak awal perang pada 2014, dirinya mendirikan Rinat Akhmetov Humanitarian Center (RAHC).

LSM kemanusiaan itu berjuang membantu para korban perang suadara di Donbass. Selain menyediakan paket-paket bantuan makanan dan pengobatan, mereka juga berusaha mendamaikan pihak-pihak bertikai. Beberapa kali RAHC berinisiatif melakukan gencatan senjata, pertukaran tawanan, hingga perundingan damai.

"Organisasi sosial yang digalang Akhmetov membantu warga sejak pertama kali konflik dimulai. Kami menghargai upaya mereka yang bersama-sama PBB dan OSCE mencoba mencarikan solusi akhir untuk mengakhiri perang saudara yang sudah berlangsung bertahun-tahun," ungkap Ivane Bochorishvili, Wakil ketua PBB untuk Urusan Konflik di Ukraina.