“Sungguh sangat sedih saat wasit dianggap sebagai boneka yang talinya dikendalikan seseorang.”
“Sungguh sangat sedih saat wasit dianggap sebagai boneka yang talinya dikendalikan seseorang,” kata Pierluigi Collina suatu ketika.

Salah satu nama yang menonjol pada era 1990-an dari korps baju hitam tentu saja Pierluigi Collina. Penampilannya kokoh dengan tinggi 188 cm dan mata selalu menatap tegas lawan bicara. Enam kali wasit terbaik FIFA berturut-turut muncul ke permukaan untuk kemudian menjadi legenda, bahkan bukan tidak mungkin gelar wasit terbaik sepanjang masa. 

Ciri khasnya berkepala botak karena sakit alopecia yang diderita sejak usia 20-an. Isyarat tangan maupun bahasa tubuh semakin melengkapi kuasanya di lapangan yang sulit tertolak pemain bintang kaliber apapun. 

Hanya sedikit wasit Italia yang melegenda. Concetto de Bello misalnya, tetapi hanya di seputar negeri Pizza. Sergio Gonella, menjadi wasit di final Piala Dunia 1978 tetapi terlupakan sekarang. Mereka berbeda dengan Collina yang popularitasnya melintasi berbagai batas.

Sering disebut kalau wasit sebaiknya tidak terkenal. Pengadil seyogyanya tidak menonjol. Beda dengan Collina. Dia berpendapat, wasit seharusnya tidak bisa dilupakan. Wasit sesungguhnya seorang lakon. Sesosok protagnis. “Wasit sulit dilupakan kalau dia membuat keputusan penting,” katanya.

Keputusan Collina di lapangan nyaris tanpa insiden. Dia memimpin final Piala Dunia dan laga penting lain. Tim, baik klub atau negara selalu ingin Collina yang memimpin laga. Biar fair kata mereka. 

Teladan-teladan ini menunjukkan Collina bukan wasit biasa. Tahun 1997, Collina mengesahkan gol lantas menganulirnya. Dia berlari ke pelatih Inter Roy Hodgson di sisi lapangan menjelaskan keputusannya. Keduanya lantas bersalaman. Momen ini mengubah sepak bola. Pada 1981, wasit Paolo Casarin bicara dengan pelatih kedua tim usai laga untuk menjelaskan keputusannya. Saat itu dia ditegur asosiasi wasit.

Pada kesempatan lain, Collina menghentikan pertandingan sampai panpel menurunkan banner provokatif dari tribun ultras. Collina juga pernah meminta kedua tim bertukar sisi lapangan untuk menghindari kiper terkena petasan dari tribun.

Di Italia, Collina sangat terkenal karena tidak pernah terikat dengan nama besar klub apapun. Pegangan dia selalu peraturan. Sikap yang merevolusi sepak bola Italia. 

Pada akhir musim 1999/2000, Juventus butuh hasil imbang saat away ke Perugia untuk menjadi juara. Saat itu lapangan digenangi air karena hujan turun begitu deras. Skor masih 0-0. Juventus meminta laga ditunda. Collina menolak. 

Dia masuk lapangan. Menjatuhkan bola dan menanti apakah bola memantul atau melesak ke air. Bola memantul dan pertandingan dilanjutkan. Cara Collina saat hujan ini ditiru wasit dimana-mana. Pertandingan yang sempat tertunda sejam lebih akhirnya dilanjutkan. Juventus kebobolan lewat gol Alessandro Calori. Hasil 0-1 bertahan hingga selesai. Lazio menjadi scudetto.

Laga terakhir ini tak bisa dilepaskan dari kontroversi seminggu sebelumnya pada laga yang dijuluki sebagai pencurian terbesar di Italia. Juventus vs Parma. Juventus unggul dulu lewat Del Piero. Fabio Cannavaro menyamakan menjadi 1-1 lewat sundulan menit terakhir. Tetapi, gol bersih itu dianulir wasit Massimo de Santis. Wasit beralasan dia sudah meniup peluit lebih dulu sebelum gol sebagai tanda pelanggaran.

Tetapi, tayangan lambat menunjukkan de Santis ngibul. Tidak ada pelanggaran dan dia meniup setelah gol terjadi. Pendukung Lazio marah besar. 

Collina pun mengemban tugas memimpin laga lawan Juventus pada partai terakhir. Dan dia sukses dengan memimpin seadil-adilnya.

Meskipun sudah memasuki masa pensiun, reputasi Collina membuatnya ‘diizinkan’ memimpin laga Serie A selama satu musim tambahan.

Namun, dia bukannya tanpa kontroversi. Pada 2005, Collina menandatangani kontrak dengan produsen mobil Opel. Ternyata, Opel juga merupakan sponsor AC Milan. Setelah berita ini dipublikasikan, Collina diskors dari pertandingan Serie A. 

Saat pengunduran dirinya, Collina memberikan konferensi pers yang penuh haru. "Seorang wasit harus bisa dipercaya," katanya.

Usai sudah tugas Collina sebagai wasit yang terhormat. Meskipun dia sempat menerima tudingan konflik kepentingan, dunia tidak akan pernah ragu untuk menyebutnya sebagai yang terbaik selama ini.