Hidupnya 19 tahun habis di Dortmund. Pemain pengganti tercepat yang cetak gol di Final Liga Champions
Bagi para pendukung Juventus pada 1990-an, Lars Ricken akan menjadi sosok yang tidak mungkin dilupakan. Pria asal Jerman itu merupakan pemain yang pada 1997 menggagalkan ambisi La Vecchia Signora menjuarai Liga Champions untuk musim kedua secara beruntun.

Layaknya, Paolo Maldini, Ryan Giggs, atau Francesco Totti, Ricken juga dikenal sebagai pemain yang tidak pernah berganti klub alias one man club. Sepanjang karier lapangan hijau, dia hanya pernah membela Borussia Dortmund. Itu dijalani Ricken sejak junior pada 1990 hingga pensiun pada 2009.

Puncak prestasi Ricken dan dikenang seumur hidup oleh suporter Dortmund maupun Juventus terjadi pada final Liga Champions 1996/1997 di Olympiastadion Muenchen. Saat itu, stadion tersebut masih menjadi kandang Bayern Muenchen.

Saat itu, Juventus sebenarnya menjadi kandidat terkuat peraih gelar. Banyak faktor yang membuat La Vecchia Signora diyakini bisa mengalahkan Dortmund dengan sangat mudah. Pertama, deretan megabintang macam Alessandro del Piero, Zinedine Zidane, Didier Deschamps, Christian Vieri, Alen Boksic, hingga Antonio Conte.

Pada era tersebut, nama-nama pesepakbola papan atas itu layaknya Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Robert Lewandowski, Neymar, atau Kylian Mbappe di masa sekarang. Selain itu, tim asuhan Marcelo Lippi berstatus juara bertahan. Mereka mengincar gelar kedua secara beruntun setelah pada 1995/1996 mengalahkan Ajax Amsterdam.

Juventus semakin diunggulkan karena Dortmund bukan tim raksasa Benua Biru macam Bayern Muenchen, Real Madrid, Barcelona, atau Manchester United. Meski berstatus juara Bundesliga 1995/1996, Die Schwarzgelben belum pernah menjuarai kompetisi sekelas Liga Champions (atau sebelumnya bernama Piala Eropa).

Dari kacamata materi, Dortmund juga tidak semewah Juventus. Dilatih Ottmar Hitzfeld, mereka hanya mengandalkan para pemain lokal Jerman seperti Ricken, Stefan Klos, Matthias Sammer, Juergen Kohler, Martin Kree, Stefan Reuter, Joerg Heinrich, Andreas Moeller, hingga Karl-Heinz Riedle. Ada juga pemain import seperti Paulo Sousa dan Stephane Chapuisat.

Namun, sepakbola memang bukan matematika. Saat kick-off digelar pada 28 Mei 1997, Dortmund langsung menyerang. Juventus kelabakan dan langsung tertinggal dua gol lebih dulu berkat aksi Riedle pada menit 29 dan 34.

Juventus merespons dengan sangat bagus. Mereka mulai melancarkan serangan yang membuat lini belakang Dortmund kerepotan. Klub asal Turin tersebut sebenarnya memiliki asa setelah Del Piero mencetak gol pada pertengahan babak kedua untuk membuat skor sementara 2-1.

Sayangnya gol pembangkit motivasi La Vecchia Signora dari sang legenda terasa sia-sia akibat strategi jitu Hitzfeld 5 menit setelah gol Del Piero. Pelatih legendaris Dortmund dan Bayern tersebut memasukkan Ricken menggantikan Chapuisat pada menit 70.

Itu pergantian yang brilian. Sebab, tidak butuh waktu lama, Ricken membayar lunas kepercayaan Hitzfeld. Dia mencetak gol ketiga Dortmund hanya dalam waktu 16 detik setelah menginjak rumput Olympiastadion lewat cungkilan bola melewati Angelo Peruzzi. Itu tercatat sebagai gol tercepat yang pernah dicetak pemain pengganti di final Liga Champions.

"Waktu itu, kami adalah tim yang berpengalaman, meski bukan siapa-siapa dibandingkan Juventus. Kami memiliki Kohler, Sammer, Reuter, dan Moeller. Saya satu-satunya anak kecil di tim itu," ujar Ricken pada 2015, dilansir Calciomercato.

Pada musim tersebut, Ricken menginjak usia 20 tahun. Sebagai anak ingusan, Hitzfeld memang sengaja tidak memainkan Ricken di starting line-up. Sang nakhoda tidak peduli, meski Ricken mencetak gol di perempat final melawan Auxerre dan semifinal versus MU.

Rupanya, Hitzfeld punya rencana lain yang justru membuat nama Ricken abadi. Ricken secara khusus ditugaskan untuk mengamati jalannya pertandingan sambil menganalisis titik lemah pertahanan Juventus.



"Jujur, saya tidak senang duduk di bangku cadangan. Di bench itu saya memperhatikan Peruzzi suka menjauh dari gawang. Dari situlah saya mengambil keputusan saat Andreas (Moeller) mengirim umpan. Saya tidak banyak berpikir dan ingin mencungkil bola. Itu berhasil dan kami menang. Luar biasa rasanya," tambah pemilik 16 caps dan 1 gol untuk Jerman itu.

Setelah era itu, Ricken tetap bermain hingga 2009. Dia menghabiskan seluruh waktunya di Signal Iduna Park. Selain tim junior dan tim senior, Ricken juga sempat bermain di tim cadangan ketika skuad utama tidak membutuhkannya lagi. Ricken tetap berada di Dortmund setelah pensiun. Dia diminta untuk bergabung dengan akademi klub untuk mendidik para pemain muda.

Uniknya, setelah kemenangan membanggakan atas Juventus tersebut, Dortmund tidak pernah menjuarai Liga Champions lagi. Begitu pula dengan La Vecchia Signora.

Prestasi terbaik Dortmund dan Juventus di Eropa  adalah runner-up. Dortmund kalah di final pada 2012/2013 dari Bayern. Sementara Juventus lebih parah lagi. Mereka empat kali menggelar pertandingan puncak. Tapi, selalu kalah. Sebut saja 1998 dari Real Madrid, 2003 (AC Milan), 2015 (Barcelona), dan 2017 (Real Madrid). Jika ditotal, Juventus 7 kali menjadi runner-up.