Leipzig dan Hoffenheim dikecam karena melanggar regulasi. Padahal, Wolfsburg dan Leverkusen juga milik perusahaan.
Ketika RB Leipzig berdiri menggunakan nama perusahaan, penggemar sepakbola di Jerman protes keras. Mereka menentang klub milik Red Bull itu karena melanggar tradisi dan aturan 50+1. Begitu juga ketika Hoffenheim mulai mengeliat dari kasta bawah hingga mengejutkan Bundesliga.

Tapi, mereka lupa bahwa ada dua tim perusahaan yang masih eksis, VfL Wolfsburg dan Bayer Leverkusen, tidak menerapkan prinsip itu. Kok, bisa?   

Beda dengan Inggris, Italia, atau negera-negara Eropa lain, Bundesliga memiliki aturan kepemilikan klub yang unik. Hampir mirip sistem Socio di Spanyol dan Argentina, regulsai 50+1 di sepakbola Jerman sifatnya wajib. 

Dalam aturan ini, mayoritas saham klub harus dimiliki suporter. Kepemilikan pribadi hanya dibatasi maksimal 49,9%. Tujuannya agar para pendukung bisa ambil bagian dalam menentukan kebijakan klub. Dengan kepemilikan bersama, ikatan antara klub dengan para pendukung akan terjadi sangat erat.



Uniknya, ada empat klub yang tidak mematuhi regulasi 50+1. Mereka adalah Hoffenheim, RB Leipzig, VfL Wolfsburg, dan Bayer Leverkusen. Jika keberadaan Hoffenheim dan Leipzig menuai kecaman dari para pendukung Bundesliga, situasi yang berbanding 180 derajat menimpa Wolfsburg dan Leverkusen.

Pengecualian Wolfsburg dan Leverkusen terkait dengan tradisi. Wolfsburg didirikan pada 1938 untuk menampung para pekerja mobil dari perusahaan automotif papan atas Jerman, Volkswagen. 

Awalnya, para pekerja perusahaan mendirikan tim sepakbola dengan nama BSG Volkswagenwerk Stadt des KdF-Wagen. Tim tersebut bermain di divisi teratas Jerman hingga Perang Dunia II meletus. Setelah perang, klub dibubarkan Sekutu. Lalu, para pekerja bermain dengan nama VSK Wolfsburg.

Dari 1945 hingga 1959, klub bermain di kompetisi amatir. Pada 1963, liga sepakbola profesional pertama, Bundesliga, diciptakan dan Wolfsburg berada di Regionalliga Nord dan tidak dipromosikan ke Bundesliga hingga 1997. 

Klub ini kemudian memenangkan Bundesliga 2008/2009, DFB-Pokal 2014/2015, dan DFL-Supercup 2015. Sekarang, Wolfsburg dimiliki oleh VfL Wolfsburg-Fussball GmbH yang merupakan anak perusahaan dari Volkswagen Group. Atas penghargaan terhadap Volkswagen, yang menjadi kendaraan rakyat di Jerman, fans tidak pernah mempermasalahkan aturan 50+1.

Seperti Wolfsburg, pemilik Leverkusen juga tidak pernah dipermasalahkan. Itu karena sejarah mereka yang hampir sama dengan Wolfsburg.

Pada 1903, 170 pekerja perusahaan farmasi terkenal Jerman, Bayer, meminta pemilik perusahaan, Friedrich Bayer, untuk menandatangani surat yang meminta manajemen mendukung klub olahraga yang baru saja didirikan. Bayer setuju dan mengizinkan para pekerja perusahaan miliknya untuk mengikuti kompetisi olahraga.

Kemudian, pada 1 Juli 1904, para pekerja yang menyukai sepakbola mendirikan Turn-und Speilverein Bayer 04 Leverkusen. Itu adalah cikal bakal klub yang sekarang. Tim bergerak naik turun di Regionalliga dan Bundesliga 2 sampai 1979/1980. Mereka kemudian memenangkan Piala UEFA 1987/1988 dan DFB-Pokal 1992/1993.

Kedua tim ini memiliki sejarah hubungan yang panjang dengan perusahaan induknya. Karena alasan inilah aturan 50+1 untuk kepemilikan mayoritas penggemar tidak berlaku untuk mereka.

Tapi, sejak Leipzig muncul, aturan 50+1 diakali. Mereka menjadikan karyawan Red Bull di Jerman sebagai anggota klub untuk memenuhi aturan tersebut. Hal yang sama dilakukan pemilik Hoffenheim, Dietmar Hopp, yang menjadikan semua pegawai perusahaan software miliknya, SAP, sebagai anggota klub.

Menurut Kepala Sepakbola Global Red Bull, Oliver Mintzlaff, aturan 50+1 harus dihapuskan agar Bundesliga tetap kompetitif. "Untuk membuat liga dan klub kompetitif dengan negera-negara lain, harus ada perubahan drastis," ujar Mintzlaff dalam sebuah kesempatan, dilansir Bild.

Dukungan untuk meninjau kembali aturan itu juga sempat dilontarkan  Fredi Bocic ketika menjadi Direktur Olahraga Eintracht Frankfurt. "Kami akan berjuang untuk waktu yang lama. Tapi, dengan aturan 50+1 akan membuat rencana itu gagal. Tidak ada dua cara tentang hal itu," ujar mantan penyerang VfB Stuttgart tersebut.

Namun, beberapa pengurus klub berpendapat bahwa aturan 50+1 adalah ideal dan merupakan khas Jerman yang tidak dimiliki negara lain sehingga harus terus dilestarikan. "Aturan ini secara signifikan jauh lebih baik diterapkan di Jerman. Tidak ada kerugian sama sekali," ucap CEO Borussia Dortmund, Hans-Joachim Watzke.