Kisah Timnas UEA U-19 Akan Ikut Turnamen di Israel, Sinyal Perdamaian Abadi?

"Sepakbola diharapkan bisa menjadi media untuk mencairkan ketegangan politik antarnegara."

Feature | 28 November 2021, 04:12
Kisah Timnas UEA U-19 Akan Ikut Turnamen di Israel, Sinyal Perdamaian Abadi?

Libero.id - Dulu, sangat sulit membayangkan pertandingan sepakbola antara Israel dengan negara-negara Arab. Tapi, dalam waktu dekat akan terwujud. Demi perdamaian abadi di Timur Tengah, tim nasional Uni Emirat Arab (UEA) U-19 akan mengikuti turnamen di Israel, bulan depan.

Desember tahun ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah, tim dari Arab akan berangkat ke Israel untuk bermain sepakbola. UEA U-19 akan mengambil bagian dalam turnamen musim dingin di negara itu, bersama tim junior dari  Jerman, Rusia dan Israel.

Menurut Asosiasi Sepakbola Israel (FAI), Asosiasi Sepakbola UEA (UAEFA) telah mengkonfirmasi kehadiran. Bahkan, delegasi itu akan langsung dipimpin Presiden UAEFA, Sheikh Rashid bin Hamed al-Naimi.

Kehadiran UEA di Israel adalah hasil dari MoU yang ditandatangani di Dubai pada akhir tahun lalu oleh kedua asosiasi dalam sebuah acara yang secara langsung dihadiri Presiden FIFA, Gianni Infantino.

Jika ini terlaksana, akan menjadi momen bersejarah. Pasalnya, sejak Perang Dunia II berakhir hubungan antara Israel dengan negara-negara Arab sangat buruk. Bahkan, itu merembet ke negara-negara bukan Arab dengan penduduk mayoritas Muslim seperti Iran, Pakistan, Bangladesh, Malaysia, Brunei Darussalam, hingga Indonesia.

Sepanjang sejarah sepakbola, negara-negara itu akan melakukan boikot ketika menjalani pertandingan melawan Israel. Bukan hanya di sepakbola, pada semua gelanggang olahraga, negara-negara Arab dan Muslim akan mundur saat tahu akan melawan Israel. Alasannya, solidaritas Palestina.


Pernah menjadi anggota AFC 

Hubungan sepakbola Israel dengan Asia, khususnya negara-negara Arab dan Muslim, seperti "benci tapi rindu". Pada 1964, Israel menjadi tuan rumah Piala Asia dan berhasil memenangkannya.

Tapi, turnamen itu diwarnai mundurnya sejumlah peserta seperti Afghanistan, Kamboja, Sri Lanka, Indonesia, Iran, Jepang, Myanmar, Pakistan, Filipina, Taiwan (China), dan Singapura. Sementara negara-negara Arab memboikot. Akibatnya, turnamen hanya menyisakan Israel, Korea Selatan, India, dan Hong Kong.

Di level klub, Hapoel Tel Aviv dan Maccabi Tel Aviv memenangkan Liga Champions Asia pada 1967, 1969, dan 1971. Sama seperti Piala Asia 1964, banyak klub dari negara-negara Arab dan Muslim memboikot turnamen tersebut.

Tim dari negara Arab atau Muslim terakhir yang bersedia menghadapi Israel adalah Iran di Asian Games 1974. Saat itu Israel menantang Iran di final setelah Kuwait dan Korea Utara mundur. Iran unggul 1-0 lewat gol bunuh diri Itzhak Shum di Aryamehr Stadium, Teheran. Laga bisa berlangsung karena di Iran belum terjadi Revolusi Islam.

Selain itu, jauh sebelum masalah politik merusak Timur Tengah, sepakbola yang mempertemukan tim-tim Yahudi dengan Arab sangat normal dilaksanakan.

Pada Kualifikasi Piala Dunia 1934 contohnya, tim yang mengatasnamakan Mandat Palestina bertemu Mesir. Saat itu, tim Mandat Palestina berisi gabungan pemain-pemain Arab dan Yahudi. Mereka bertemu Mesir untuk menelan kekalahan 1-7 di Kairo dan 1-4 di Tel Aviv.


Muncul ide Piala Dunia 2030 di Israel dan Arab

Usaha untuk mendamaikan konflik di Timur Tengah selalu diusahakan banyak negara sejak dulu. Bukan hanya melalui jalur politik maupun ekonomi. Sepakbola juga menawarkan diri untuk menjadi mediator perdamaian abadi. 

Langkah ini dimulai dari Abraham Accords, tahun lalu. Itu adalah perjanjian normalisasi hubungan diplomatik antara sejumlah negara Arab seperti UEA, Bahrain, Sudan, hingga Maroko, dengan Israel. Perdamaian itu diikuti dengan sejumlah rencana di sepakbola yang cukup progresif.

Musim lalu, salah satu klub Liga UEA, Al Nasr merekrut pesepakbola Israel pertama di kompetisi Arab, yaitu Dia Saba. Al Nasr juga mengontrak pemain muda Israel keturunan Arab, Abdallah Khlaikhal. Ada lagi Maccabi Haifa dan Al Ain yang menandatangani perjanjian kerja sama pembinaan pemain muda.

Setelah melihat penerimaan yang baik terhadap kehadiran pemain Israel di UEA, kini langkah lebih maju diambil dengan mengirimkan tim junior ke turnamen di Haifa pada Desember mendatang. Jika itu berhasil, laga uji coba antara timnas senior kedua negara akan menyusul.

Keberhasilan pertandingan tersebut akan semakin mematangkan rencana FIFA untuk menggelar Piala Dunia 2030 di Timur Tengah. Itu bukan turnamen di Qatar seperti yang akan berlangsung pada 2022. Itu adalah tentang turnamen dengan tuan rumah bersama.

Gagasan yang dimunculkan Presiden FIFA, beberepa bulan lalu, itu menyebutkan kemungkinan menjadikan Israel, UEA, Bahrain, dan beberapa negara Timur Tengah lain sebagai tuan rumah. Proposal super langka tersebut juga termasuk Palestina.

(diaz alvioriki/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network