Kisah "Pertandingan Paling Politik" AS vs Iran di Piala Dunia 1998

"Setelah 24 tahun, mereka bertemu lagi di Piala Dunia. Ini ceritanya!"

Biografi | 03 April 2022, 15:20
Kisah "Pertandingan Paling Politik" AS vs Iran di Piala Dunia 1998

Libero.id - Saat undian Piala Dunia 1998 mempertemukan Amerika Serikat (AS) dengan Iran, dunia sepenuhnya sadar kalau itu bukan hanya soal sepakbola. Ini ada motif politik. Uniknya, 24 tahun kemudian, mereka kembali bertemu dengan kondisi politik yang tetap sama.

Berdasarkan undian yang dilakukan di Doha, Jumat (1/4/2022), AS dan Iran akan tergabung bersama Inggris, serta pemenang play-off Eropa di Grup B. Ini grup yang sangat menarik karena ada banyak hal di luar olahraga yang tidak mungkin dikesampingkan.

Fakta menunjukkan, sejak Revolusi Islam pada 1 April 1979, hubungan AS dan Iran sangat buruk. AS tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Iran. Begitu pula sebaliknya. Bahkan, hubungan mereka saat ini semakin panas.

Selain tentang nuklir, minyak, dan perebutan pengaruh di Timur Tengah, salah satu yang membuat tensi Iran dan AS tidak pernah dingin adalah terbunuhnya Qasem Soleimani. Jenderal di Garda Revolusi Iran itu menghembuskan napas terakhir di Irak akibat serangan drone militer AS pada 3 Januari 2020.

Karena itu, sulit menebak apa yang akan terjadi saat AS dan Iran bertanding di Al Thumama Stadium, Doha, 29 November 2022. Pasalnya, Qatar sangat dekat dengan Iran. Itu berarti akan ada ribuan orang Iran yang menyaksikan pertandingan.

Belajar dari pertandingan di masa lalu

Jika mengacu pada pertemuan kedua negara di Prancis, 24 tahun lalu, ketegangan yang sama terjadi. Seperti diceritakan jurnalis FIFA kelahiran Iran, Mehrdad Masoudi, yang jadi saksi mata di Stade de Gerland, Lyon, 21 Juni 1998, suasana sebelum pertandingan penuh ketegangan.

"Masalah pertama, Iran adalah tim B dan AS adalah tim A. Menurut peraturan FIFA, tim B harus berjalan menuju tim A untuk berjabat tangan sebelum pertandingan. Tapi, Pemimpin Tertinggi Iran (Ali Khamenei) memberi perintah tegas bahwa Iran tidak boleh berjalan ke arah AS," kata Masoudi, dilansir Four Four Two.

Setelah sedikit ketegangan dan negosiasi, akhirnya AS mengalah dan bersedia mengambil peran sebagai tim yang berjalan ke arah Iran. Pemain-pemain Iran lalu membawa karangan bunga mawar putih pertanda perdamaian di laga tersebut. 

Kedua tim akhirnya foto berdampingan dan saling berbaur. Ini tidak seperti foto dua tim sebelum pertandingan pada umumnya yang terpisah.

Di luar lapangan, sebuah organisasi yang disebut AS sebagai teroris, Mujahedin Khalq, telah membeli 7.000 tiket untuk pertandingan tersebut dan berencana menggelar protes. Tapi, itu bukan protes yang ditujukan kepada AS, melainkan Pemerintah Iran. 

Mujahedin Khalq adalah kelompok yang berbasis di Irak, yang didanai Saddam Hussein. Tujuan utamanya adalah mengacaukan rezim Syiah di Iran. Tentu sulit bagi panitia untuk mengamati 7.000 penonton diantara 42.000 pasang mata yang memenuhi stadion.

"Dari data intelijen yang kami terima, kami tahu siapa pembuat onar utama. Kami memberikan foto kepada juru kamera TV sehingga mereka tahu orang mana dan spanduk mana yang harus dihindari. Pertandingan itu disiarkan ke seluruh dunia dan hal terakhir yang kami inginkan adalah kelompok itu tidak menyabotase sepakbola dan menggunakannya untuk tujuan politik mereka," kata Masoudi.

Pada akhirnya, pertandingan tetap aman digelar. Itu merupakan pertandingan yang paling bermuatan politik dalam sejarah Piala Dunia.

Dan, ketika peluit dibunyikan, pertandingan berlangsung sengit. Iran memimpin lima menit sebelum turun minum melalui Hamid Estili. Mehdi Mahdavikia kemudian menggandakan keunggulan setelah 84 menit. AS hanya mampu membalas lewat gol Brian McBride. Skor akhir 2-1 dan Iran mencatat kemenangan pertama di Piala Dunia.

"Ketika mereka lolos ke Piala Dunia setelah mengalahkan Australia di Melbourne, seluruh Iran merayakannya. Orang-orang menari di jalan-jalan di Teheran. Mereka minum alkohol secara terbuka dan para wanita melepas jilbab mereka. Kemenangan melawan AS di Prancis 1998 membawa kembali semua emosi dan perayaan ulang setelah pertandingan," ungkap Masoudi.

Kekalahan dari Iran membuat AS tersingkir dari Piala Dunia. Tapi, para pemain dengan sportif mengakui peran yang mereka mainkan dalam pertandingan melawan Iran sangat bersejarah. 

"Kami melakukan lebih banyak dalam 90 menit daripada yang dilakukan para politisi dalam 20 tahun," kata bek AS saat itu, Jeff Agoos.

Delapan belas bulan kemudian, kedua tim bermain lagi dalam pertandingan persahabatan di Pasadena, California. Kali ini, suasanya lebih bersahabat. Tidak ada lagi psywar atau ketegangan sebelum laga. Sebab, semua tahu bahwa tujuan utama sepakbola adalah perdamaian. 

"Dalam banyak hal, pertandingan ini jauh lebih penting karena merupakan pertandingan persahabatan dan membutuhkan kerja sama kedua belah pihak. Baik di dalam maupun luar lapangan, itu adalah waktu terbaik bagi sepakbola Iran," beber Masoudi.

Jadi, bagaimana dengan pertemuan Iran dan AS di Doha tahun ini? Kita nantikan bersama dalam beberapa bulan mendatang. 

(mochamad rahmatul haq/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network