Kisah Juan Sebastian Veron dan Darah Estudiantes de La Plata yang Mengalir

"Jika anda tahu cerita Maldini di AC Milan, ini sama persis."

Biografi | 10 May 2022, 12:00
Kisah Juan Sebastian Veron dan Darah Estudiantes de La Plata yang Mengalir

Libero.id - Jika di Eropa ada keluarga Maldini yang menguasai AC Milan, maka di Amerika Selatan terdapat keluarga Veron. Juan Ramon dan Juan Sebastian secara turun-temurun menjadi orang yang sangat dihormati di Estudiantes de La Plata. 

Saat ini, Liga Argentina mulai memasuki babak play-off setelah putaran akhir. Sementara babak pertama Copa Libertadores telah melewati titik tengah saat tim terkuat Amerika Selatan saling bersaing untuk mendapatkan tempat di babak 16 besar.

Tapi, mungkin ada beberapa cara untuk bisa berpartisipasi di kedua turnamen itu. Contohnya, Estudiantes asuhan Juan Sebastian Veron.

Bagi Veron, Estudiantes ibarat Milan bagi Paolo Maldini dan keluarganya. Veron hidup dan bernapas di Estudiantes. Ayahnya, Juan Ramon, adalah idola klub di era keemasan pada 1960-an hingga 1970-an.

Gelandang itu menyegel tempat dalam sejarah klub ketika mengangkat Copa Libertadores 2009. Itu dilakukan setelah tiga tahun kembali ke Argentina menyusul karier yang sukses di Eropa saat membela klub-klub besar seperti Parma, Lazio, Inte Milanr, Manchester United, hingga Chelsea.

Bahkan, setelah gantung sepatu, tidak ada yang bisa menjauhkan Veron dari tim asal La Plata itu. Enam bulan setelah pensiun, tepatnya pada Desember 2014, Veron menikmati kemenangan telak dalam pemilihan umum untuk mengambil alih kursi Presiden Estudiantes. Posisi itu dia duduki hingga Mei 2021. 

Dia kemudian mengundurkan diri sebagai presiden dan diambil alih oleh Martin Gorostegui. Tapi, kini Veron kembali memimpin Los Pincharratas.

Masa jabatan Veron telah menjadi kesuksesan yang menggembirakan di level institusional, terutama saat timnya menyelesaikan renovasi stadion megah setelah 10 tahun bermain di tempat pengasingan. 

Namun, pada 2020 mereka mengakhiri musim tanpa kemenangan di Copa Maradona menyusul reses yang disebabkan pandemi Covid-19. Mereka juga hanya finish posisi 13 di Liga Argentina sebelum Covid-19. Dan, kini, mereka mencoba meraihnya kembali.

"Saya cukup beruntung bisa bermain dalam satu tim dengan Juan Ramon Veron. Kami bertemu di Argentino de Quilmes. Meski usianya sudah tidak muda, dia masih pemain hebat," kata Pelatih Estudiantes, Ricardo Zielinski, kepada La Nacion pada 2020.

"Saya sangat mencintainya. Saya masih muda ketika itu. Saya baru memulai karier dan bertemu dengannya adalah kebanggaan. Dia banyak mengajari saya. Kami tetap berhubungan dan kami masih berteman. Bahkan, dengan keluarganya," tambah Zielinski.

Bekerja dengan Veron senior, pelatih keturunan Polandia tersebut kini berkolaborasi dengan Veron junior. Itu adalah pengalaman yang aneh. Tapi, itu justru merekatkan klub sebagai sebuah keluarga.

"Zielinski mengenal saya sejak saya masih sangat kecil. Orang tua saya mengobrol dengannya hampir setiap hari. Ketika kami mulai berbicara dengan Zielinski, lelaki tua itu memberi tahu saya bahwa ini mungkin saatnya (mengambil alih klub)," ucap Veron.

Veron mempekerjakan kawan ayahnya pada 2021 saat Gabriel Milito berhenti dan digantikan duet Leandro Desabato-Rodrigo Brana sebagai pelatih sementara. Hasilnya sangat bagus. Mereka berjuang  finish kelima di liga agar bisa berkompetisi di Libertadores untuk pertama kalinya dalam empat tahun.

Mereka telah memastikan tempat pertama di Grup B Copa Liga Profesional dan menjadi tim Argentina pertama yang memastikan tempat di babak gugur Copa Libertadores selepas duduk di puncak Grup C dengan 10 poin dari empat pertandingan.

Tapi, sang pelatih berada di hati suporter karena memainkan sepakbola yang disukai. Itu adalah sebuah filosofi yang mengingatkan pendukung kembali ke zaman Veron senior, Osvaldo Zubeldia, dan Carlos Bilardo. Bahkan, kisah mereka dibuatkan film dokumenter.

Tim Estudiantes terbaik adalah yang tangguh di lini belakang, langsung serta efisien di lini depan. Itu seperti yang dilakukan melawan Manchester United pada Piala Intercontinental 1968.

Gaya permainan tanpa kompromi itu juga memberi mereka tiga gelar Copa Libertadores berturut-turut pada 1968, 1969, 1970. Era itu, Estudiante punya reputasi menakutkan di seluruh Amerika Selatan. Dan, sukses itu terus berlanjut hingga 1980-an.

Kini, Zielinski muncul sebagai pewaris yang layak untuk mempertahankan tradisi itu. Tentu saja, campur tangan Veron sangat besar dalam penunjukkan pelatih berusia 68 tahun tersebut.

El Ruso adalah seorang pejuang, yang lahir dari bawah dan tidak akan kalah atas kritik. Skuadnya selalu disusun dengan anggaran yang sangat sedikit, yang hasilnya dinikmati oleh klub-klub besar seperti River Plate dan Boca Juniors. 

Zielinski sudah mulai melatih sejak 1994 saat menukangi Ituzaingo. Kemudian, dia dipercaya duduk di bench banyak klub menengah di dalam maupun luar Argentina. Sebut saja Atlanta, San Telmo, Deportivo Moron, Temperley, San Martin, Defensa y Justicia, All Boys, Juventud Antoniana, El Porvenir, Ben Hur, Chacarita Juniors, Patronato, Belgrano, Racing Club de Avellaneda, hingga Atletico Tucuman.

Setelah berkarier di liga yang lebih rendah, dia membawa timnya dua kali promosi ke papan, yaitu Chacarita dan Belgrano. Bahkan, saat menukangi Belgrano, dia membawa timnya mengalahkan River Plate. 

Di bawah asuhan Zielinski, mantan striker Wigan Athletic, Mauro Boselli, menjadi pencetak gol terbanyak Primera Division dengan sembilan gol. Bersama dengan Mariano Andujar, dia menjadi salah satu dari dua pemain veteran di Copa Libertadores 2009 yang musim ini tetap eksis.

Namun, kerja keras itu baru saja dimulai Veron, Zielinski, dan pasukannya. Kompetisi baru setengah jalan dan segala hal bisa tertjadi. Copa Libertadores tetap jadi prioritas. Begitu pula kompetisi dalam negeri.

(diaz alvioriki/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network