Libero.id - Beberapa tahun sebelum Liga Premier, Serie A telah menjadi kompetisi yang digemari penduduk bumi selama puluhan tahun. Salah satu era kejayaan kompetisi elite Italia itu ada pada 1990-an.
Pada akhir abad 20, Serie A adalah tempat pemain-pemain hebat berkumpul. Kompetisi ini menampilkan transfer-transfer bernilai selangit. Prestasi klubnya juga membanggakan di berbagai ajang Benua Biru. Juventus, Parma, Napoli, AC Milan, Fiorentina, Inter Milan, Sampdoria, AS Roma, Lazio, Cagliari, Udinese, bahkan Lecce dan Venezia, mampu menarik banyak bakat top dunia.
Dan, apa yang terjadi adalah perang taktis terbesar yang pernah menghiasi olahraga modern. Ketika itu, bintang-bintang flamboyan dari seluruh Eropa dan Amerika Selatan bertempur melawan Italia, yang dikenal dengan sepakbola defensif.
Banyak pemain hebat menghiasi lapangan selama era itu. Sebut saja Zinedine Zidane, Paolo Maldini, Ronaldo Luis Nazario de Lima, Marco van Basten, Franco Baresi, Michel Platini, Ruud Gullit, Diego Maradona, Gabriel Batistuta, dan masih banyak nama populer lainnya.
Namun, beberapa pemain hebat itu tidak menerima pujian layak, yang seharusnya mereka dapatkan di Italia. Itu karena pamor mereka kalah dengan nama-nama bintang import, yang memang tampil luar biasa.
Meski tidak sering ditampilkan di halaman depan surat kabar, pemain-pemain dalam kategori ini sebenarnya moncer bersama klub masing-masing. Mereka adalah pesepakbola yang membuat arah perjalanan timnya di kompetisi sesuai harapan suporter.
(mochamad rahmatul haq/anda)
Opini