Kisah Tristan Do, Bintang Thailand Asal Prancis Terkaget-Kaget Dengan Indonesia

"Masa-masa di Stadion Pakansari tidak pernah dilupakan dalam kariernya. Sekarang dia buka restoran."

Biografi | 22 June 2020, 10:50
Kisah Tristan Do, Bintang Thailand Asal Prancis Terkaget-Kaget Dengan Indonesia

Libero.id - Lahir di Paris dari ayah Thailand dan ibu Prancis, Tristan Do memulai karir sepakbolanya dengan bergabung di INF Clairefontaine, sebuah sekolah sepak bola yang pernah diikuti oleh kiper Real Madrid, Alphonse Areola dan bek Borussia Dortmund, Raphael Guerreiro.

Dari sana, Tristan menandatangani kontrak profesional pertamanya dengan RS Strasbourg sebelum begabung dengan Lorient dan Gazelec Ajjacio.

Namun pada tahun 2014, panggilan tak terduga dari Thailand menyebabkan perjalanan pertamanya ke Asia Tenggara dan enam tahun kemudian, Bangkok menjadi rumah barunya.

Dalam wawancaranya dengan  AFC.com, Tristan berbicara soal kehidupanya yang banyak berubah setelah resmi menjadi warga Siam hingga membuka bisnis restoran.


Memulia karirnya di ASEAN bersama BEC Tero Sasana

“Saya tidak berasal dari keluarga kaya. Ayah saya memiliki banyak saudara lelaki dan perempuan di Prancis dan mereka semua berbicara bahasa Thailand secara bersamaan, tetapi generasi yang di bawah saya, termasuk saya dan saudara sepupu tidak berbicara bahasa Thailand - hanya bahasa Prancis,” ujar Tristan untuk mengawali ceritanya bisa bermain di Thailand.

“Tetapi ada koneksi keluarga Thailand dan ketika saya berada di tahun terakhir kontrak saya dengan Ajaccio, di jendela transfer, saya dihubungi oleh BEC Tero Sasana. Jika saya jujur, saya belum pernah mendengar tentang mereka dan tidak tahu banyak tentang liga Thailand, jadi saya mulai melakukan riset.”

“Tawaran mereka sangat mudah: ‘Datanglah ke Thailand, lihat tim, periksa fasilitasnya dan jika Anda suka, kami akan memberi Anda kontrak. Jika Anda senang dengan penawaran kami, maka tandatangani. Jika tidak, kami akan membelikan Anda tiket kembali ke Prancis,“ jelas Tristan.

“Jadi tidak banyak risiko yang terlibat. Itu adalah liburan bulan Desember dan saya merasa itu juga kesempatan untuk pergi dan melihat tanah air ayah saya, dari mana saya berasal.”

Kesan pertamanya di Negeri Gajah Putih

Hampir tinggal di Eropa selama 20 tahun lebih, tentunya menjadi sesuatu yang menantang untuk Tristan saat tiba di Thailand, dengan adanya perbedaan budaya, gaya hidup hingga cuaca,

“Anda mendengar banyak hal tentang Thailand, terutama pantai dan kehidupan tropis, tetapi ketika tiba di Bangkok saya melihat betapa besar itu dan saya sangat terkesan dengan gaya hidup. Dan saya ingat melihat mal besar dan bangunan besar, yang tidak kita miliki di Prancis”

“Saya juga ingat cuaca sangat buruk - sangat lembab. Di Prancis panas, tetapi kami tidak memiliki kelembaban,” ujarnya.

“Sesi latihan pertama yang saya lakukan, saya merasa seperti bermain melawan pemain Real Madrid karena saya tidak bisa mengimbangi mereka, saya tidak bisa berlari cepat, saya hampir tidak bisa bernapas. Di musim pertama saya, saya hanya bermain sedikit menjelang akhir musim karena semua dokumen saya perlu dipersiapkan, tetapi kami memenangkan Piala Liga Thailand dan saya bermain di final.”

Tristan sendiri termasuk ‘Generasi Emas’ yang pernah dimiliki oleh BEC Tero Sasana dengan nama-nama pemain muda yang sekarang dapat kita lihat  bermain untuk timnas senior Thailand.

“Musim penuh pertama saya sebenarnya terjadi setahun kemudian (2015) dan kami memiliki banyak pemain muda internasional Thailand seperti Chanathip, Tanaboon, Peeraphat, Adisorn, Chenrop Samphaodi, yang pada dasarnya seluruh tim nasional saat ini. Kami tidak memiliki musim yang hebat tetapi kami tumbuh bersama”


Persaingan di ASEAN

Salah satu laga yang membekas dalam ingatannya adalah final Piala AFF 2016 saat menghadapi timnas Indonesia.

“Saya tidak bermain di piala AFF  2014 karena saya baru saja tiba sehingga ketika saya bisa bermain di 2016 dan itu sangat istimewa. Ada persaingan besar antara negara-negara dan begitu banyak sejarah.”

Pemain dengan 35 caps bersama Changsuek ini bahkan sempat tak bisa mendengar kala bermain di Stadion Pakansari,

“Saya ingat di Indonesia, kami bahkan tidak bisa mendengar satu sama lain, suara itu gila. Sulit untuk memahami berapa banyak cinta yang dimiliki orang-orang (Indonesia) untuk turnamen ini.”

Selain itu, Tristan juga mengaku harus berdaptasi dengan budaya penggemar yang sangat jauh dari budaya penggemar di Eropa,

“Budaya penggemar adalah sesuatu yang benar-benar berubah bagi saya sejak datang ke Thailand karena Anda adalah tokoh publik. Di Prancis, orang mungkin mengenal Anda, tetapi mereka tidak peduli kecuali Anda Neymar, Mbappe atau Ibrahimovic. Saya hanya pemain normal untuk tim normal”

“Sekarang ke mana pun saya pergi, orang-orang menghentikan saya untuk mengambil gambar dan itu sesuatu yang harus saya adaptasi. Tapi itu tidak menyita banyak waktu Anda dan baik untuk memberikan kembali kepada orang-orang yang mendukung Anda. Sebelumnya, saya adalah orang yang menjadi gila ketika melihat seorang pemain, jadi saya benar-benar memahami para penggemar”


Sukses di level klub

Memulai karir sepakbolanya bersama tim utama di Ligue 1 seperti Lorient dan Gazelec Ajaccio nyatanya tak menjadi tolak ukur kesuksesan dirinya. Tristan justru mengaku merasa sukses ketika bermain untuk Muangthong United dengan kompratiotnya seperti Theerathon Bunmathan, Teerasil Dangda dan Chanathip Songkrasin.

“Muangthong adalah tim di mana saya telah menghabiskan sebagian besar karir saya sejauh ini dan sekelompok pemain yang saling kenal dengan baik semuanya pindah ke sana,” ujarnya.

“Saya pikir sembilan dari kita bermain untuk tim nasional, itu adalah grup yang luar biasa dan saya ingat suasana luar biasa di stadion pada saat itu. Itu adalah stadion yang sangat kecil, seperti stadion Inggris dengan penggemar yang dekat dengan lapangan, dan selalu penuh karena kami memenangkan banyak trofi.”

“Kami mengalahkan Kashima Antlers di Liga Champions AFC dan memiliki prestasi bagus dengan menembus hingga babak 16 besar. Kami mencapai sesuatu yang sangat spesial, memiliki banyak kesuksesan dan membuat hubungan yang kuat dengan para penggemar, serta di antara para pemain dan pelatih”

Saat ini, Tristan bermain untuk Bangkok United setelah mengucapkan perpisahan pada 2018 lalu menyusul hengkangnya Bunmathan, Teerasil Dangda serta Kawin Thamsatchanan dari klub berjuluk The Twin Qilins tersebut.


Membuka Restoran

Selain aktif di lapangan hijau, pemain dengan nomor punggung 19 ini juga membuka usaha restoran sebagai bagian investasi untuk hidupnya ke depan,

“Seperti yang saya katakan, saya bukan dari keluarga kaya dan saya tahu saya beruntung berada di sepakbola, menjalani kehidupan yang baik. Saya melihatnya sebagai bonus luar biasa yang dapat membantu mengatur orang yang saya cintai untuk masa depan yang lebih baik, jadi saya selalu tertarik berinvestasi untuk memaksimalkan periode karir saya ini”

“Keluarga saya memiliki restoran Thailand di Perancis dan saya ingat berada di sana dan membantu ketika tumbuh dewasa. Melakukan sesuatu yang serupa akan menarik menurut saya. Jadi ketika kesempatan membuka restoran Prancis dengan mitra bisnis saya muncul, itu sempurna. Kami sudah membicarakannya sebentar dan itu adalah proses yang panjang untuk menemukan tempat yang tepat, konsep yang tepat,” tutup Tristan.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network