Kisah Era Keemasan Valencia: Line Up 11 Bikin Merinding Lawan

"Pada era 90-an hingga 2000, maka klub berjuluk Kelelawar Mestalla ini adalah raksasanya Spanyol dan juga Eropa."

Feature | 21 July 2020, 08:37
Kisah Era Keemasan Valencia: Line Up 11 Bikin Merinding Lawan

Libero.id - Valencia sekarang mungkin hanya sebagai tim kuda hitam yang sering menghambat laju tim besar seperti Real Madrid, Barcelona dan Atletico Madrid. Namun jika melihat kembali ke belakang, tepat pada akhir 90-an hingga 2000, maka klub berjuluk Los Murcelagos ini adalah raksasanya Spanyol dan juga Eropa.

Valencia menjuarai Inter-Cities Fairs Cup secara beruntun pada tahun 1962 dan 1963 sebelum dikalahkan oleh Real Zaragoza pada tahun 1964.

Di musim 1970-1971, di bawah nakhoda Alfredo Di Stefano, Valencia kembali menjadi kampiun La Liga untuk yang keempat kalinya. Kendati begitu, urusan pribadi antara Di Stefano dan manajemen Valencia membuatnya didepak dari Mestalla, padahal mantan pemain El Real itu adalah orang yang mengakhiri puasa 24 tahun Valencia untuk meraih gelar Liga.

Seorang penulis asal inggris, Phil Ball memberikan tanggapannya terkait pemecatan Di Stefano yang dimuat dalam bukunya yang berjudul ‘Morbo: The Story of Spanish Football’, “Sebuah kenyataan Valencia bisa memenangkan liga pada tahun 1971 di bawah Di Stefano tidak dapat menyembunyikan fakta bahwa tim tersebut telah kehilangan semangat berpetualang-nya.”

Usai pemecatan tersebut, peforma Valencia kembali menurun, tapi tak menunggu waktu lama sebelum Claudio Ranieri melakukan perubahan di dalam tim.


BANGKIT BERSAMA RANIERI

Ranieri datang mengambil alih kursi kepelatihan Valencia ketika klub baru saja menyelesaikan musim 1996/97 dengan menempati posisi 10. Valencia memulai musim dengan catatan yang buruk bersama entrenador mereka saat itu, Jorge Valdano.

Terkenal dengan formasi 4-4-2 yang mengandalkan serangan balik, Ranieri mampu memperbaiki keadaan meskipun sempat dikalahkan 0-6 oleh tim papan bawah, Salamanca CF. Di akhir musim, Valencia finish di posisi kesembilan.

Sebelum menaikkan nama  Riyad Mahrez dan Jamie Vardy, Ranieri juga pernah melakukan hal yang sama pada duet Gaizka Mendieta dan Claudio Lopez di musim 1998/99. Kedua pemain tersebut bermain full pada musim itu.

Libero.id

Gaizka Mendieta

Mendieta sendiri sudah berada di Valencia selama bertahun-tahun. Di bawah sistem Ranieri, Mendieta muncul sebagai salah satu gelandang serang paling mematikan di Spanyol, mencetak 10 gol dalam 30 pertandingan di  musim 1997/98.

Di tiga musim terakhir, pemain kelahiran Spanyol itu mampu mencetak 30 gol di Liga, yang nantinya akan berpengaruh terhadap megatransfernya ke Lazio di tahun 2001.

Sementara untuk Lopez, pemain Argentina itu mengalami peningkatan peforma dibawah Ranieri, dimana pada musim 1996/97, Lopez hanya mencetak 3 gol, di musim 1998/99, Lopez mampu mencetak 21 gol dan bersaing dengan pemain bintang La Liga lainya seperti Rivaldo dan Raul.

Berkat duet Lopez dan Mendeita, Valencia finish di posisi keempat serta memenangkan Copa Del Rey di musim 1998/99.

MASA HECTOR CUPER

Di tahun 1999, Ranieri yang bekerja dengan baik di Valencia membuat manajemen Atletico Madrid tertarik untuk mendatangkannya dan tentu saja ia menyambut tawaran itu.

Manajemen Valencia kemudian membawa Hecto Cuper sebagai penggantinya. Cuper sendiri terbilang cukup sukses di Spanyol dengan memenangkan Supercopa de Espana tahun 1998 bersama Mallorca dan layak menggantikan The Tinkerman.

Sama seperti Di Stefano kekhawatiran utama Cuper adalah lini pertahanan Valencia. Di antara pemain yang paling awal dikontraknya adalah Mauricio Pellegrino yang dibayar dengan  1 juta Poundsterling. Cuper memadukannya dengan 3 pemain belakang lainnya, Miroslav Dukic, Jocelyn Angloma dan Amedeo Carboni.

Di musim 1999/2000, Valencia dibawa oleh Cuper finish di peringkat ketiga, hanya terpaut 5 poin dari Deportivo yang kala itu menjadi kampiun. Valencia hanya kebobolan 39 gol dalam dalam 38 pertandingan mereka, tim kedua setelah Alaves yang kebobolan paling sedikit.

Yang lebih mengesankan lagi, Cuper juga membawa Valencia ke final Liga Champions dua kali berturut-turut, yakni di musim 1999-2000 bertemu dengan El Real dan yang kedua melawan Bayern Muenchen di musim 2000/01.

NAMA-NAMA BARU

Kendati peforma Los Murcelagos terbilang bagus, Cuper juga menjual beberapa bintangnya yang sangat diidolai oleh para fans seperti Claudio Lopez yang hengkang ke Lazio pada musim panas 2000 dan juga Gerard Lopez yang berangkat ke Barcelona.

Cuper kemudian mengkontrak Pablo Aimar sebagai pengganti Gerard dan John Carew didatangkan dari Rosenborg sebagai pengganti Lopez, namun ketidakpuasan tampaknya tetap menyelimuti Mestalla.

Libero.id

Pablo Aimar

Berbicara final Liga Champions musim 2000/01, Cuper sebenarnya melakukan perjuangan yang sangat heroik dengan menumbangkan tim besar Eropa saat itu seperti Manchester United dan Arsenal.

Namun, rekor mengerikan Cuper tidak berlanjut pada laga final di San Siro dengan Oliver Kahn menyelamatkan tendangan penalti Pellegrino yang  mengubah segalanya. Lebih buruk lagi, di musim selanjutnya Valencia kehilangan tiket kualifikasi Liga Champions usai dikalahkan Barcelona pada pekan ke-38 dengan skor 3-2 di Camp Nou.

Rentetan nasib yang tidak bagus plus tak mendapatkan jatah ke Liga Champions, Cuper kemudian memilih menerima tawaran Inter Milan pada musim 2001/02.

Kurang dari setahun kemudian, sebuah patung yang mirip dengan pelatih berusia 64 tahun itu dibakar oleh para fans Valencia dan wajar bila Cuper merasa tak dihargai setelah usaha kerasnya selama 3 musim disana.

BENITEZ MENGAMBIL ALIH

Libero.id

Rafael Benitez. Kredit: twitter.com/valenciacf

Pria Spanyol asli yang menggantikan Cuper adalah Rafael Benitez. Sebelum menukangi Valencia, track record seorang Benitez terbilang cukup buruk dengan mengirimkan dua tim La Liga Real Valladolid dan Osasuna ke jurang degradasi dan mungkin yang menjadi menarik adalah keberhasilan pria Spanyol ketika membawa Extremadura promosi ke La Liga untuk pertama kalinya dalam sejarah klub.

Kendati begitu, Benitez berhasil menjalankan tugasnya dengan baik di Mestalla. Mantan pemain Los Blancos itu berhasil memberikan gelar La Liga di  musim 2001/02 dan 2003/04 serta UEFA Cup musim 2003/04.

Salah satu pemain yang didatangkan oleh Benitez di awal kepelatihannya adalah Carlos Marchena yang berstatus bebas transfer dari Benfica. Marchena langsung menjadi pemain penting di lini  pertahanan Los murcelagos dengan Santiago Canizares hanya kebobolan 29 gol saat itu.

Namun kesuksesan Benitez di Spanyol sebenarnya tak terletak pada pemain yang ia datangkan ataupun pengalamannya, tetapi Benitez mendorong Valencia untuk bermain pada level yang berbeda dengan tim Eropa lainnya. Kuncinya ada pada penggunaan formasi inovatifnya saat itu,  4-2-3-1 yang pada akhir dekade lalu menjadi formasi standar yang dipakai hampir seluruh  klub di  Eropa.

Dengan memainkan striker tunggal, Valencia selalu memiliki keunggulan pada poros fleksibel melawan empat pemain tengah yang merupakan standar pada saat itu.

Ruben Baraja dan David Albelda adalah pemain yang berperan ganda secara sempurna untuk empat pemain belakang The Bats plus Aimar memberikan permainan yang  kreatif dalam melakukan serangan balik.

MENAMBAH GOL

Secara bertahap, taktik yang digunakan oleh Benitez mulai berhasil diterapkan. Memang hal itu butuh waktu, jika awal kepelatihannya ia dituding hanya melanjutkan proyek dari Cuper, maka di periode 2002/03, dirinya menco ba sesuatu yan baru dan tentu saja ada pengorbanan disana. Los murcelagos harus turun ke posisi kelima dan unutk musim selanjutnya, Benitez meyakinkan para fans akan mengembalikan permainan menyerang yang indah dan atraktif.

Dan itu berhasil. Musim 2003-04, Benitez berhasil memberikan gelar Liga kedua dalam tiga musim kepelatihan dengan pertahanan terkenal yang cocok dengan rekor mereka dua tahun sebelumnya, yakni hanya kebobolan 27 gol.

Namun yang lebih mencuri perhatian bagaimana Benitez mengubah Miguel Angel Ferrer Martinez atau yang akrab disapa Mista menjadi penyerang yang mematikan di La Liga dengan mencetak 19 dari 99 gol selama kariernya di sana.

Libero.id

Miguel Angel Ferrer Martinez. Kredit: twitter.com/valenciacf

Yang tak kalah menarik juga, skor kemenangan yang di raih oleh Valencia sangat mencolok, dimana Mista dan kawan-kawan mampu mengalahkan Atletico 3-0 di kandang dan tandang, Mallorca 5-0 tandang dan 5-1 di kandang serta mengalahkan Malaga 6-1, kadang dan tandang.

Sebelum menerima pinangan Liverpool di musim panas 2004, Benitez ingin membuat kenangan yang manis di Valencia. Dia memberikan gelar UEFA Cup usai  kemenangan melawan Marseille dengan skor 2-0, trofi Eropa pertama mereka sejak kemenangan penalti atas Arsenal di final Piala Winners 1980.

Kepergian Benitez menandai berakhirnya lima tahun keemasan bagi Valencia. Sejak kepergian Benitez pada musim panas 2004, mereka telah mempekerjakan 18 manajer berbeda, beberapa di antaranya telah melakukan hal-hal yang lebih baik - masa kedua Ranieri, Quique Flores, Ronald Koeman dan Unai Emery - sementara yang lainnya seperti Miroslav Dukic, Gary Neville, Cesare Prandelli dan mantan asisten Benitez, Pako Ayesteran melakukan tugas yang buruk. Bahkan Gary Neville yang terkenal bersama Manchester United sebagai pemain dibakar patungnya oleh fans Valencia pada 2016 lalu.

Kendati penggemar setia mereka (Valencia) selalu menuntut, sukses Valencia antara tahun 2000 dan 2004 memasukkan mereka dalam sejarah sepak bola sebagai salah satu tim  modern yang hebat.

Baca Berita yang lain di Google News




Hasil Pertandingan Valencia


  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network