Kisah Kutukan Bela Guttmann yang Bikin Benfica Tidak Pernah Juara di Eropa Lagi

"Seperti mistis, tapi fakta yang terbukti selama bertahun-tahun menunjukkan Benfica tidak pernah juara lagi. Siapa sesungguhnya Guttmann?"

Feature | 28 August 2020, 02:09
Kisah Kutukan Bela Guttmann yang Bikin Benfica Tidak Pernah Juara di Eropa Lagi

Libero.id - Benfica pernah dicatat dalam sejarah sebagai klub yang sangat sukses di kompetisi Eropa. Tim elite Portugal tersebut adalah langganan menggelar pesta juara Piala Champions pada dekade 1960-an.

Catatan menunjukkan, di era kejayaannya, Benfica lima kali menembus pertandingan final Piala Champions, yaitu 1960/1961, 1961/1962, 1962/1963, 1964/1965, serta 1967/1968. Hasilnya, mereka juara dua kali pada 1960/1961 dan 1961/1962, serta menjadi runner-up 1962/1963, 1964/1965, dan 1967/1968.

Setelah periode tersebut, Benfica kembali ke pertandingan puncak Piala Champions pada 1987/1988 dan 1989/1990. Pada 1987/1988, mereka menelan pil pahit kekalahan dari PSV Eindhoven. Sementara pada 1989/1990, giliran AC Milan yang mempermalukan klub asal Lisbon tersebut.

Bukan hanya gagal total di Piala atau Liga Champions. Benfica juga tidak pernah sanggup menggapai kompetisi Benua Biru lain, baik Piala Fairs, Piala Intertoto, Piala Winners, PIala UEFA, hingga Liga Eropa. Mereka tiga tampil di Piala UEFA dan Liga Eropa, tapi selalu berakhir dengan kegagalan. Sebut saja 1982/1983, 2012/2013, dan 2013/2014.

Kegagalan demi kegagalan yang didapatkan Benfica pada semua kompetisi Eropa yang diikuti diyakini suporter karena sebuah kutukan. Benfica dikutuk mantan pelatihnya, Bela Guttmann!

Kisah mistis itu berasal dari karier Guttmann di Estadio da Luz. Dia merupakan sosok pelatih yang mengantarkan Benfica meraih sejumlah prestasi membanggakan tersebut. Arsitek berdarah Austria-Hungaria itu adalah pelatih sepak bola yang paling dihormati di Benfica hingga hari ini. Pria yang tutup usia pada usia 82 tahun itu juga menyumbang tiga gelar domestik lain.

Libero.id

Jan Vertonghen

Selain punya tangan dingin dalam meramu tim hebat, Guttmann juga handal dalam urusan mencetak pemain bintang yang menjadi Legenda di kemudian hari. Satu pemain terbaik yang sukses dilahirkan adalah Eusebio. Pria asal Mozambique itu menjadi pemain paling dihormati di Portugal sebelum era Cristiano Ronaldo.  

Namun, manajemen Benfica secara sepihak dan tanpa ada penghormatan sedikit pun memutuskan memecat sang pelatih. Guttmann diberhentikan gara-gara meminta kenaikan gaji. "Benfica tidak akan menjuarai kompetisi Eropa lagi selama 100 tahun,” kata Guttmann saat itu.

Tapi, pada 6 April 1963, dalam wawancara dengan A Bola, dia menyatakan hal sebaliknya. "Benfica, saat ini, dilayani dengan baik dan tidak membutuhkan saya. Mereka akan memenangkan Campeonato Nacional dan akan menjadi juara Eropa lagi," ungkap Guttmann saat diminta klarifikasinya, dikutip A Bola.

Entah benar atau tidak, fakta yang terbukti selama bertahun-tahun menunjukkan Benfica tidak pernah juara lagi. Lalu, orang mulai bertanya-tanya siapa Guttmann itu sebenarnya?

Lahir pada 27 Januari 1899 di Budapest, Guttmann berasal dari keluarga Yahudi. Dia sempat dideportasi Nazi dan membuatnya nyaris menjadi korban Holocaust ketika Perang Dunia II pecah di Eropa. Tapi, keberuntungan benar-benar membawa Guttmann mengeluti sepak bola dan menjadi pemain profesional.

Ketika aktif sebagai pemain, Guttmann memang tidak terkenal. Pasalnya, dia hanya sempat bermain 4 kali bersama tim nasional Hungaria. Selain membela Torekves SE dan MTK Hungaria, Guttmann juga bermain di luar negara kelahirannya. Hanya saja dirinya tidak pernah bermain di tim papan atas Benua Biru.

Bosan sebagai pemain, Guttmann beralih profesi menjadi pelatih. Hasilnya, peruntungan Guttmann membaik. Bersama Benfica, dua gelar Piala Champions didapat dengan mengandaskan dua raksasa Spanyol, Barcelona, pada 1960/1961 dan Real Madrid (1961/1962).

Pada trofi kedua, mereka menggasak Madrid 5-3 lewat permainan yang dipuji media pada masa itu. Pasalnya, pada musim tersebut, Los Blancos diisi banyak pemain bintang. Mereka memiliki Ferenc Puskas dan Alfredo di Stefano sebagai megabintang pada era tersebut.

Guttmann juga dikenal sebagai seorang pelatih yang genius dan kharismatik. Terkadang, dia juga eksentrik. Filosofi permainannya sangat menyerang. Guttmann benar-benar membenci tim yang bermain defensif. Dia sempat mengkritik kebiasaan klub-klub Italia yang menggunakan catenaccio karena dianggap hanya mencari aman dan tidak mau mengambil risiko.  

Selama 40 tahun berkarier sebagai pelatih, Guttmann berpindah klub 25 kali. Tim-tim tersebut tersebar di 12 negara dari dua benua. Selain Benfica, dia sukses bersama Ujpest, Milan, Sao Paulo, FC Porto, hingga Penarol. Guttmann dikenal sebagai pelatih yang tidak pernah bertahan lebih dari tiga musim di satu klub.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network