Kisah Umpan Silang yang Bikin David Ginola Jadi Musuh Nomor 1 Sepakbola Prancis

"Tidak semua pemain hebat memiliki kesempatan mengharumkan nama negara di ajang internasional. David Ginola contohnya."

Feature | 19 September 2020, 01:20
Kisah Umpan Silang yang Bikin David Ginola Jadi Musuh Nomor 1 Sepakbola Prancis

Libero.id - Tidak semua pemain hebat memiliki kesempatan mengharumkan nama negara di ajang internasional. David Ginola contohnya. Menjadi bintang di klub, tapi dihujat ketika mengenakan seragam tim nasional Prancis.

Pemilik nama lengkap David Desire Marc Ginola tersebut pernah menjadi musuh nomor wahid suporter Les Bleus. Semuanya terjadi setelah Legenda Newcastle United dan Tottenham Hotspur tersebut melakukan kesalahan fatal yang membuat Prancis tidak jadi mendapatkan selembar tiket Piala Dunia 1994.

Cerita menyedihkan itu dimulai ketika Prancis menghadapi pertandingan krusial versus Bulgaria pada Kualifikasi Piala Dunia 1994 Zona Eropa Grup 6 di Parc des Princes, Paris, 17 November 1993. Itu pertandingan terakhir dan Prancis hanya butuh hasil imbang untuk pergi ke Amerika Serikat.

Di atas kertas, Les Bleus seharusnya tidak kesulitan mengatasi Bulgaria. Sejumlah parameter teknis maupun nonteknis sangat mengunggulkan tim yang ketika itu diasuh Gerard Houllier.

Saat laga berlangsung, Prancis sebenarnya sudah berhasil mewujudkan misi itu. Ketika Ginola masuk pada akhir-akhir babak kedua menggantikan Jean-Pierre Papin, Les Bleus menciptakan skor 1-1. Saat itu, Eric Cantona memproduksi gol untuk Prancis pada menit 31, yang dibalas Emil Kostadinov, 6 menit kemudian.

Masalah muncul di penghujung babak kedua ketika Ginola menguasai bola di sisi kiri pertahanan Bulgaria. Bukanya berlama-lama dengan bola, pria kelahiran 25 Januari 1967 itu justru memberikan umpan silang kepada Cantona, yang ada di sisi kanan pertahanan lawan.

Umpan yang seharusnya mulus ternyata tidak mengenai sasaran. Bola untuk Cantona  jatuh di kaki Emil Kremenliev. Tanpa pikir panjang, Kremenliev langsung memulai serangan balik cepat yang menusuk jantung pertahanan Prancis.

Gelombang serangan tiba-tiba tersebut membuat lini belakang Les Bleus panik. Koordinasi dan komunikasi para pemain berantakan. Mereka gagal menghentikan Kostadinov untuk menjebol jala Bernard Lama untuk kedua kalinya pada menit 90. Bulgaria menang 2-1 dan Prancis gigit jari.

Kegagalan menyakitkan itu membuat suporter kecewa. Mereka mengamuk di stadion dan jalanan Paris. Satu hari setelah pertandingan, Houllier berbicara kepada media dan menuding Ginola sebagai biang kegagalan Les Bleus. Sosok yang sempat melatih Liverpool itu mengaku tidak mengerti apa yang ada di kepala Ginola.

"Pelatih (Houllier) menuduh saya seperti (rudal) Exocet yang menghancurkan jantung sepakbola Prancis. Dia bilang saya membunuh seluruh tim," ujar Ginola beberapa tahun kemudian, dilansir BBC Sport.

Tragedi melawan Bulgaria benar-benar membuat karier Ginola di timnas tamat. Meski sempat dipanggil Aime Jacquets (pelatih pengganti Houllier), dia tidak pernah lagi mendapatkan simpati suporter. Bahkan, ketika Ginola meninggalkan Prancis untuk bermain di Inggris, orang-orang Prancis tidak pernah memberi maaf.

"Kejadian memalukan tersebut benar-benar mengakhiri karier saya. Saya seperti orang lemah yang dihancurkan," ucap pemilik 17 caps dan 3 gol selama membela Les Bleus pada 1990-1995 itu.

Sempat berpikir gantung sepatu, Ginola mulai menata kembali hidup dan kariernya. Setelah terbuang dari Paris Saint-Germain, dia memulai semuanya lagi dari nol di Liga Premier. Ginola memutuskan bermain untuk Newcastle pada 1995 dengan transfer 2,5 juta pounds. Bermain hingga 1997, dia menemukan kembali cara yang benar berada di lapangan hijau.

Pada era tersebut, Newcastle adalah klub penantang serius Manchester United dalam perebutan trofi Liga Premier. Ginola membantu The Magpies finish runner-up pada 1995/1996 dan 1996/1997. Akibatnya, dia mendapatkan telepon dari Sir Bobby Robson untuk bergabung dengan Barcelona. Tawaran itu ditolak mentah-mentah Newcastle.

Setelah Kevin Keegan meninggalkan Newcastle pada musim dingin 1997, Ginola pindah ke Tottenham Hotspur, 6 bulan kemudian. Di London Utara, dia melewati 3 musim yang indah. Ginola membatu Spurs menjuarai Piala Liga 1998/1999. Saat itu, dia bertandem dengan Les Ferdinand.

Sempat membela Aston Villa pada 2000-2002, Ginola akhirnya pensiun sebagai pemain Everton pada 2002. "Saya bahagia saat memilih bermain di Inggris. Fans di sana menyambut saya dengan tangan terbuka. Itu membantu saya melupakan kejadian bersama Prancis," ucap Ginola.

Di Inggris, Ginola tidak hanya membantu Tottenham mendapatkan Piala Liga. Dia juga memimpin Aston Villa menjuarai Piala Intertoto 2001. Ginola selalu menjadi idola suporter klub-klub yang diperkuatnya di Negeri Ratu Elizabeth II.

Ginola juga sempat terpilih menjadi Premier League Player of the Month (Agustus 1995, Desember 1998), PFA Premier League Team of the Year (1995/1996, 1998/1999), Tottenham Hotspur Player of the Year (1998), PFA Players' Player of the Year (1998/1999), serta FWA Footballer of the Year (1998/1999).

Pensiun Ginola dari sepakbola diisi dengan sejumlah aktivitas padat. Secara reguler dia menjadi kontributos BBC, BT Sport, hingga CNN. Dia sempat menjadi host "Match of ze Day", yaitu program siaran langsung Liga Premier di Canal+ (Prancis). Pada 16 Januari 2015, Ginola sempat mengumumkan rencana mencalonkan diri menjadi Presiden FIFA, meski akhirnya mundur.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network