Akhir Karier Hebat Marcello Lippi, Ahli Hisap Sekaligus Ahli Sepakbola

"Membawa Italia juara dunia, dia tak pernah lepas dari cerutu. Dia mengungkap rahasia sukses kepelatihannya."

Biografi | 24 October 2020, 00:00
Akhir Karier Hebat Marcello Lippi, Ahli Hisap Sekaligus Ahli Sepakbola

Libero.id - Sepakbola kehilangan Marcello Lippi. Pelatih yang mengantarkan Italia menjuarai Piala Dunia 2006 tersebut mengaku sudah resmi meninggalkan profesinya sebagai pelatih profesional sejak akhir tahun lalu.

Lahir di Viareggio, 12 April 1948, Lippi terakhir kali tercatat sebagai pelatih tim nasional China di kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia. Dia mengundurkan diri setelah kalah 1-2 dari Suriah pada 15 November 2019. Lippi menyatakan bertanggung jawab penuh atas kekalahan mengejutkan tersebut.

"Gaji tahunan saya sangat besar. Saya bertanggung jawab penuh dan saya mengumumkan pengunduran diri saya. Pekerjaan saya sebagai pelatih telah selesai. Sudah cukup. Mungkin saya masih bisa berperan di posisi lain, Tapi, kita lihat saja nanti sampai musim semi," ujar Lippi kepada Radio Sportiva.

Selain kesuksesan sebagai pelatih, satu hal yang diingat publik sepakbola dunia adalah cerutu. Sebelum abad 21, pelatih yang merokok jamak dijumpai di banyak pertandingan di level timnas maupun klub.  Salah satu tokoh ternama yang dikenal sebagai "ahli hisap" adalah Lippi.

Cerutu tidak pernah bisa lepas dari mulut kakek berusia 72 tahun tersebut. Kenikmatan menghisap cerutu sudah dilakukannya sejak 1982, tepatnya saat pertama kali menangani tim muda Sampdoria.

Kebiasaan tersebut semakin menjadi ketika ditunjuk sebagai pelatih Juventus. Saat itu, Lippi sering  tertangkap kamera sedang asyik menghisap cerutu di tepi lapangan, khususnya saat duduk di bench. Dia sangat santai seolah tidak merasa bahwa yang dia lakukan akan ditiru banyak anak muda Italia.

Mantan pelatih Manchester United, Sir Alex Ferguson, memiliki satu kisah unik tentang kebiasaan Lippi. Kenangan itu tercatat saat The Reds berkunjung ke Turin untuk bertemu Juventus pada sebuah pertandingan Liga Champions dalam cuaca buruk hujan deras dan angin kencang.

Ferguson sangat terkesan dengan gaya Lippi saat mendampingi para pemainnya dari pinggir lapangan. Mengenakan mantel kulit dan menghisap cerutu, Ferguson merasa Lippi benar-benar pria berkelas.

"Saya ingat berada di Turin dan Lippi ada di bench mengenakan mantel kulit dan menghisap cerutu kecil. Halus dan tenang seperti bos. Sementara saya seperti pekerja dengan pakaian olahraga yang tenggelam di tengah hujan lebat. Menghadapi pelatih top dan bersaing di stadion hebat itu luar biasa," ujar Ferguson dalam sebuah wawancara dengan The Independent beberapa tahun lalu.

Sentuhan midas Lippi di Juventus tidak bisa dibantah hasilnya. La Vecchia Signora sanggup mematahkan dominasi AC Milan yang sangat superior pada akhir dekade 1980 hingga awal 1990-an.

Sebelum kedatangan Lippi, Juventus menjuarai Serie A terakhir kali pada 1985/1986. Bersama Lippi harapan manajemen dan fans Juventus benar-benar terwujud. Dengan Lippi, mereka juara Serie A 1994/1995, 1996/1997, 1997/1998, 2001/2002, dan 2002/2003.

Masih ada lagi Coppa Italia (1994/1995) dan Supercoppa Italia (1995, 1997, 2002, 2003). Untuk ajang internasional, Juventus menyabet Liga Champions (1995/1996), Piala Super Eropa (1996), serta Piala Intercontinental (1996).

Jika ditotal, Lippi sudah meraih 18 gelar juara. Jumlah trofi itu sudah termasuk  dengan pengalaman selama bekerja bersama Guangzhou Evergrande, terutama untuk sebuah  trofi Liga Champions Asia 2013. Torehan itu membuat Lippi tercatat sebagai pelatih yang sukses Liga Champions Eropa dan Asia.

Namun, dari semua gelar yang didapatkan Lippi, ada satu yang paling berkesan. Itu adalah Piala Dunia 2006.

Pada kompetisi di Jerman tersebut, Lippi memimpin Gli Azzurri menghadapi tantangan berat dari Ghana, Republik Ceko, dan Amerika Serikat di fase grup. Mereka lolos sebagai juara untuk melawan Australia di babak 16 besar. Lalu, Ukraina di perempat final, Jerman (semifinal), dan Prancis (final).

Terlepas dari kasus Zinedine Zidane versus Maro Materazzi di pertandingan puncak, Lippi benar-benar pelatih jempolan. Taktik jitunya mampu membawa Gli Azzurri menahan imbang Les Bleus 1-1 selama 90 menit plus 30 menit extra time. Italia akhirnya menang adu penalti 5-3 setelah David Trezeguet gagal.

Prestasi itu membuat Lippi tercatat sebagai nakhoda pertama yang meraih Piala Dunia dan Liga Champions. Rekor itu baru bisa dilewati Vicente del Bosque saat membawa Spanyol menjadi juara Piala Dunia 2010 dan Piala Eropa 2012, serta Liga Champions bersama Real Madrid.

Lalu, apa kunci sukses Lippi sebagai pelatih? Dalam bukunya berjudul "Il Gioco delle Idee: Pensieri e Passioni da Bordo Campo" (Permainan Ide: Pikiran dan Gairah dari Sisi lapangan), Lippi menguraikan filosofi kepelatihannya.

Lippi menekankan pentingnya semangat dan persatuan tim. Dia menyamakan tim yang terintegrasi secara psikologis dengan fungsi keluarga yang harmonis di rumah. Pada aspek strategi pembinaan, dia menekankan pentingnya hubungan timbal balik antarpemain. Semua pemain harus mengikuti rencana yang sama dan bermain untuk satu sama lain, bukan untuk diri mereka sendiri.

Lippi berpendapat "sekelompok pemain terbaik tidak selalu menjadi tim terbaik". Yang lebih penting menurut Lippi adalah rencana atau formasi taktis sebagai salah satu hal yang memungkinkan setiap pemain untuk memaksimalkan kegunaannya untuk rekan satu timnya dan ekspresi dari potensi sepenuhnya.

"Memilih tim terbaik tidak hanya membutuhkan menemukan kombinasi pemain yang tepat untuk formasi yang dipilih, melainkan juga menemukan formasi yang tepat untuk pemain yang dipilih," ungkap Lippi di bukunya.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network