Kisah Indonesia Tampil di Piala Dunia, Satu-Satunya dalam Sejarah Asia Tenggara

"Sebelum pengiriman pemain, penjajah Belanda menganulir perjanjian dengan PSSI."

Feature | 20 January 2020, 18:00
Kisah Indonesia Tampil di Piala Dunia, Satu-Satunya dalam Sejarah Asia Tenggara

Libero.id - Pasukan Hindia Timur Belanda (Dutch East Indies atau Indonesia) adalah negara Asia pertama yang tampil dalam putaran final Piala Dunia, yaitu pada tahun 1938 di Prancis. Indonesia juga satu-satunya negara Asia Tenggara yang pernah lolos ke Piala Dunia hingga hari ini.

Dalam Piala Dunia 1938, Hindia Timur Belanda takluk 0-6 dari timnas Hungaria, dalam sistem gugur. Piala Dunia 1938 melibatkan 18 negara dan menggunakan sistem gugur.

Tanpa perlu mengeluarkan keringat, Hindia Timur Belanda lolos ke Piala Dunia tanpa perlu mengarungi kualifikasi. Saat itu Zona Asia hanya diwakili Jepang dan Indonesia. Dalam perjalanannya skuad Matahari Terbit itu menarik diri karena mengalami masalah transportasi sebagai dampak menghadapi peperangan dengan China.

Sebelum keberangkatan skuad Dutch East Indies ke Prancis, timbul isu di antara Nederlandsch-Indische Voetbal Unie (NIVU) yang dimiliki oleh penjajah Belanda dengan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) yang dipimpin oleh rakyat Indonesia.

Presiden NIVU adalah Johannes Christoffel van Mastenbroek, seorang Belanda. NIVU terdiri dari tim asal Medan (Sumatera Utara), Surabaya (Jawa Timur), Semarang (Jawa Tengah), Bandung (Jawa Barat), Timur (Pulau Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil), dan Bandjarmasin (Kalimantan). PSSI pula diwakili oleh kepulauan Jawa seperti Jakarta, Surakarta, Solo, Bandung, dan Surabaya.

Pada awalnya, kedua organisasi ini setuju bahwa pengiriman pemain ke Piala Dunia 1938 perlu menjalani seleksi. Dua tim dari kedua persatuan itu dijadwalkan akan bertarung dalam sebuah pertandingan untuk pemilihan pemain terbaik ke Piala Dunia. Kesepakatan ini dikategorikan sebagai ‘Gentlement’s Agreement 1937’.

PSSI ketika itu mempunyai skuad yang bagus, di mana mereka telah mencoba tim Nan Hwa (kini klub Hong Kong yang dikenali sebagai South China) 2-2 di Stadion Union, Semarang pada 7 Agustus 1937. Sebelumnya Nan Hwa telah menggulung pasukan NIVU dengan skor 4-0.

Hal ini mendorong NIVU yang untuk melanggar perjanjian dengan PSSI pada 1937, dengan mengirim pasukan mereka yang beranggotakan oleh mayoritas pemain Belanda. Tindakan ini menyebabkan PSSI yang dipimpin oleh Soeratin Sosrosoegondo (yang juga aktivis gerakan nasionalisme Indonesia) marah lalu membatalkan perjanjian dengan NIVU dalam sebuah kongres di Solo, pada 1938.

Usai kontroversi, akhirnya NIVU memasukkan beberapa orang pemain Indonesia ke Prancis antara lain: Anwar Sutan, Hans Taihitu, Achmad Nawir, Hong Djien Tan, Tjaak Pattiwael dan Suvarte Soedarmadji. Para pemain ini terdiri dari bangsa dan suku Jawa, Maluku, Indo-Belanda dan Tionghoa (Cina). Sedangkan pelatihnya berasal dari Belanda yaitu Johannes Christoffel van Mastenbroek.

Kapten tim, Achmad Nawir merupakan seorang dokter. Kebanyakan pemain Hindia Timur Belanda ketika itu berusia 25 tahun. Jauh sebelum Edgar Davids mengenakan kacamata ketika Piala Dunia untuk Belanda, Achmad Nawir terlebih dahulu melakukannya. Kaca mata itu juga yang dua pakai di luar lapangan.

Selain Johannes Christoffel van Mastenbroek, pasukan Indonesia pernah dilatih oleh jurulatih Belanda lain seperti Wiel Corver (1975 – 1976), Frans Van Balkon (1978- 1979) dan Henk Willems (1996 – 1997), dan Wim Rijsbergen (2011-2012).

Mereka berangkat menaiki kapal (dengan nama ‘Baluran’) dari Pelabuhan Tanjung Priok pada 27 April 1938 untuk ke negara Eropa tersebut.

Mereka tiba di Pelabuhan Genoa, Italia sebulan kemudian. Pada 18 Mei 1938, mereka menaiki kereta api ke Belanda. Di sana, mereka menjalani beberapa buah laga persahabatan dan menjalani latihan selama sebulan.

Mereka tiba di Prancis sekitar awal Juni 1938. Tanggal 5 Juni 1938, Stadion Velodrome Municipale, Reims menjadi saksi Hindia Timur Belanda ditaklukkan skuad hebat Hungaria, 0-6. Mengingat ketika itu masih di bawah naungan kolonialisme, para pemain skuad Hindia Timur Belanda menyanyikan lagu kebangsaan Belanda, ‘Het Wilhelmus’ sebelum kick off.

Wasit adalah warga Prancis, Roger Conrie, manakala hakim garis adalah Carl Weingartner (Jerman) dan Charles Adolphe Delasalle (Perancis). Sebanyak 9.000 orang penonton hadir dalam laga David lawan Goliath itu, di mana Hungaria memakai kostum serba putih, dan pasukan Hindia Timur Belanda dengan warna Belanda, oranye.

Walaupun permainan tampak berat sebelah, babak kedua Hindia Timur Belanda bermain lebih terbuka dan membuat serangan. Karena kebanyakan pemain Hindia Timur Belanda lebih rendah dibanding pemain Hungaria, skuad lawan banyak bermain bola lambung serta jauh.

Penjaga gawang Hindia Timur Belanda yaitu Mo Heng Tan, yang jatuh bangun menghindarkan gawangnya dari kebobolan pemain lawan yang berpengalaman. Hungaria yang diperkuat oleh Gyorgy Sarosi, Gyula Zsengeller – termasuk pencetak gol terbanyak Piala Dunia tersebut; akhirnya lolos ke final, sebelum dikalahkan Italia, 2-4.

“Gaya serangan pasukan Hindia Timur Belanda sangat hebat, tetapi pertahanannya rapuh karena tidak ada pengawalan ketat,” demikian tulis L’Equipe (surat kabar Perancis), edisi 6 Juni 1938.

Meskipun kalah di Perancis, pasukan Hindia Timur membuat kejutan dengan mengalahkan skuad Belanda, negara penjajah mereka, 9-2 di Stadion Olimpiade, Amsterdam pada 26 Jun 1938.

Waktu 90 menit di Prancis itu menjadi satu-satunya jejak negara Asia Tenggara di putaran final Piala Dunia.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network