Kisah Jimmy Carter, Pemain Asia Pertama di Liga Premier

"Pemain Asia pertama di Liga Premier bukan Karim Bagheri (Iran) atau Junichi Inamoto (Jepang). Dia Jimmy Carter. Bukan dari Australia."

Biografi | 19 January 2021, 11:46
Kisah Jimmy Carter, Pemain Asia Pertama di Liga Premier

Libero.id - Siapakah pemain Asia pertama di Liga Premier? Dia bukan Karim Bagheri dari Iran, Sun Jihai (China), atau Junichi Inamoto (Jepang). Bukan pula Mark Bosnich atau John Aloisi (Australia). Pemain itu adalah Jimmy Carter dari India!

Cerita tentang Carter dimulai pada 12 Januari 1991. Saat itu, Kenny Dalglish menghampiri Carter di ruang ganti Liverpool dan menyerahkan jersey barunya. Itu bukan sembarang seragam merah. Itu adalah jersey bernomor punggung 7, yang memiliki tempat istimewa dalam sejarah klub karena pernah dikenakan Dalglish, Ian Callaghan, hingga Kevin Keegan.

Kehormatan itu didapatkan Carter setelah menandatangani kontrak dengan sang juara bertahan dari Millwall, dua hari sebelumnya. Pemain sayap itu masih berusia 25 tahun ketika datang ke Anfield.

"Itu menjadi salah satu momen terbaik dalam hidup saya dan salah satu momen yang saya impikan sebagai seorang anak. Saya melihat ke belakang kaus, saya melihat sekeliling sedikit, beberapa pemain menonton dengan sedikit senyuman. Anda dapat membayangkan, setiap orang di ruang ganti Liverpool adalah pemain internasional," ujar Carter, dilansir BBC Sport.

"Tidak kusangka Kenny baru saja datang dan memberiku jersey nomor 7 itu. Saya hanya bocah lelaki India kurus yang dibesarkan di Stoke Newington. Tidak ada yang lebih baik dari hari itu. Luar biasa," tambah pria kelahiran London, 9 November 1965, itu.

Sayang, kepindahan Carter ke Liverpool tidak membuahkan hasil positif. Dalglish segera pergi setelah itu dan penggantinya, Graeme Souness, menganggap Carter kurang pantas bertahan di Anfield untuk menghadapi musim perdana Liga Premier setelah berganti nama dari First Division.

Carter pergi ke London Utara setelah itu untuk bergabung dengan Arsenal. Dia melakukan debut untuk The Gunners pada Agustus 1992 dan menyandang status sebagai orang Asia pertama yang bermain di Liga Premier. Butuh 11 tahun bagi yang lain untuk mengikuti jejaknya.

Sekarang Carter berusia 65 tahun dan sudah beralih profesi. Hingga gantung sepatu pada 1999, Carter mengaku banyak orang yang tidak sadar bahwa dirinya berasal dari India. Banyak yang tidak percaya karena nama dan warna kulitnya tidak seperti orang India pada umumnya.

Carter menjelaskan, nama keluarganya (family name)  berasal dari leluhur Inggris dari abad ke-17 yang, setelah pindah dari London ke India untuk menikahi seorang wanita India dan menetap di negara tersebut. Ayahnya, Maurice, lahir dari orang tua India di Kanpur dan dibesarkan di Lucknow di utara India dan bersekolah di La Martiniere College. Itu sebuah sekolah swasta bergengsi yang didirikan pada 1845 di bawah pemerintahan kolonial Inggris.

Maurice menjadi yatim-piatu pada usia 14 tahun dan bergabung dengan Angkatan Laut British-India ketika berusia 16 tahun. "Dia mengarungi lautan dan menyukai olahraga. Dia seorang petinju di Angkatan Laut dan menjadi salah satu petarung terkemuka sepanjang masa. Dia memiliki 38 pertarungan dan tidak pernah kalah," ungkap Carter tentang ayahnya.

Maurice akhirnya datang ke Inggris dan menikahi seorang wanita Inggris. Setelah memiliki dua anak laki-laki, pasangan itu bercerai. Maurice mengambil hak asuh dan membesarkan anak-anaknya di Hackney, London Timur.

"Ibu kami adalah orang Inggris. Tapi, setiap kali ayah saya mampu membeli daging, kami akan memesan kari dan nasi. Ketika dia tidak mampu membeli daging, dia akan menjatuhkan beberapa telur rebus ke dalam saus dhal dan kami akan menyantapnya dengan nasi. Begitulah cara kami dibesarkan," ujar Carter.

"Ayah mengorbankan segalanya. Dia adalah teknisi kulit di City & Guilds yang memenuhi syarat dan memiliki tawaran pekerjaan di seluruh dunia. Tapi, dia harus menunda segalanya untuk membesarkan kami. Dia akan mengambil pekerjaan kasar hanya untuk bisa membawa kita ke kamar bayi. Dia akan lembur hanya untuk mengetahui bahwa dia bisa mengantar kita jam 9 pagi dan menjemput kita jam 3 sore," tambah Carter.

Sebagai orang India yang tinggal di London, Carter memiliki mental yang tangguh, khususnya selama 1970-an hingga 1980-an. Itu adalah periode ketika rasialisme benar-benar mengakar di Inggris.

Dia akan dibangunkan pada jam 6 pagi oleh ayahnya untuk berlari dan berlatih sepakbola di taman dekat rumahnya. Lalu, pada usia 14 tahun, Carter bergabung dengan Akademi Crystal Palace. Selain menimba ilmu, dia juga menjalani hari-hari dengan pelecehan rasial dari pelatih maupun rekan-rekannya.

"Setiap kali saya mendapat pelecehan, saya selalu ingin membuktikan bahwa orang yang menghasut rasialisme itu salah. Saya ingin mempermalukan dia di lapangan sepakbola. Itu akan menjadi jawaban saya kembali. Saya tidak akan pernah pulang ke rumah dan memberi tahu ayah saya (tentang pelecehan itu). Saya tahu betapa sakitnya itu," beber Carter.

Hanya bertahan 5 tahun, Carter dilepas Palace. Pada usia 19, dia bergabung dengan Queens Park Rangers (QPR) sebelum dikontrak Millwall pada 1987. Saat berusia 22 tahun, Carter menjadi bagian dari The Lions yang memenangkan gelar Divisi II (Championship Division) 1987/1988. Bersama Teddy Sheringham dan Tony Cascarino, Carter membantu Millwall promosi ke kasta tertinggi untuk pertama kalinya.

"Kesempatan kedua saya datang di Millwall. Sepakbola sangat berbeda saat itu dan saya merasa tidak ada kebutuhan nyata untuk mengungkapkan warisan India saya. Itu hanya tentang bermain. Hampir tidak ada rekan setim saya yang tahu tentang darah Asia saya selain Teddy (Sheringham). Saya selalu disambut di Millwall, meski terkadang mendapat beberapa komentar rasial dari lawan," kata Carter.

Performa bagus di Millwall itulah yang mengantarkan Carter ke Liverpool dan Arsenal. Pada masa itu, The Reds dan The Gunners adalah klub besar di Inggris layaknya Manchester City atau Chelsea di era modern.

Jejak Carter lalu diikuti pemain-pemain Asia lain di Liga Premier. Sebut saja Michael Chopra, yang melakukan debut untuk Newcastle United pada Mei 2003. Ada lagi Zesh Rehman, yang tampil untuk Fulham saat melawan Liverpool pada 2004. Setelah itu, banjir pemain Asia dari Iran, China, Jepang, hingga Korea Selatan tidak bisa dihindari. Begitu pula dengan pemain-pemain Australia.

"Ketika saya bergabung dengan Liverpool, tidak pernah ada yang menyebutkan latar belakang saya dari Asia. Jika saya menyoroti warisan Asia saya, itu bisa memberikan keyakinan itu kepada anak-anak muda yang mirip seperti saya bahwa mereka juga bisa melakukannya," kata Carter.

Karier bermain Carter berakhir pada 1999 dengan tugas terakhirnya di Millwall. Dia juga sempat merumput di Oxford United dan Portsmouth. Dia sekarang bekerja sebagai komentator untuk radio dan beberapa pekerjaan untuk FA dan EFL. Dia tinggal di Hertfordshire, di pinggiran London, bersama istri dan dua anaknya.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network