Kisah Marcelo Salas Bikin Juventus Batal Rekrut Cristiano Ronaldo Muda

"Marcelo Salas adalah megabintang Chile. Sir Alex Ferguson melakukan perjalanan sejauh 14.000 mil hanya untuk menjumpainya."

Biografi | 15 February 2021, 11:49
Kisah Marcelo Salas Bikin Juventus Batal Rekrut Cristiano Ronaldo Muda

Libero.id - Marcelo Salas sukses mencuri perhatian Diego Maradona, merusak debut Michael Owen, menghentikan Juventus merekrut Cristiano Ronaldo, hingga membuat Sir Alex Ferguson melakukan perjalanan sejauh 14.000 mil hanya untuk menjumpainya.

Pada 11 Februari 1998 seharusnya menjadi hari terbaik dalam hidup Owen, namun Marcelo Salas yang justru sukses mengguncang Wembley.

Ini mungkin hanya pertandingan pemanasan Piala Dunia, tetapi penyerang Chile itu menampilkan performa sangat memukau. Bahkan, Salas dkk sanggup menjinakkan Three Lions yang semula sangat percaya diri. Salas mengejutkan Inggris pada 1998, karena sukses memposisikan dirinya menjadi yang terbaik kepada penonton Eropa.

Salas adalah The Matador. Berkat penampilan apiknya itu, Salas membuat Legenda Inggris Glenn Hoddle seperti ‘terbunuh’ saat tampil di depan publik Inggris di Wembley.

Gol pertama Salas di laga persahabatan itu adalah salah satu dari keahliannya. Dia melakukannya melalui sentuhan indah diikuti dengan tendangan voli yang sangat mematikan. Sementara gol keduanya kembali menunjukkan kombinasi dari keterampilan dan ketajamannya dalam bermain. “Ole. Ole. Ole. Ole… Salas adalah Diego Maradona yang baru,” seru halaman Daily Mirror.

Penggemar Inggris sebenarnya tidak tahu banyak tentang Salas, pemain yang bergabung dengan Lazio seharga 12 juta euro dari River Plate. Salas memilih Lazio meskipun ada minat dari Manchester United.

Keputusan itu jelas menyesakkan pihak MU, apalagi Ferguson telah melakukan perjalanan sejauh 14.000 mil untuk menemukan bakat Salas pada 1997. Pelatih legenda Setan Merah itu terpaksa melakukannya untuk mencari penerus Eric Cantona.

“Apa yang kami miliki di sini adalah seorang pemain muda yang sebenarnya berusia 22 tahun. Pemain itu memiliki peluang bermain di level paling tinggi, walau kami harus sanggup menghabiskan banyak uang,” kata Ferguson dalam bukunya, A Will to Win: The Manager’s Diary. “Saya harus memikirkan dengan sangat hati-hati apakah ini yang saya inginkan.”

“Saya mencari seseorang yang berbeda dari apa yang telah kami miliki di Old Trafford. Jika dia seseorang seperti Ronaldo, yang bisa menciptakan sesuatu sendiri dari nol, maka saya akan tergoda,” paparnya.

“Saya pasti tertarik. Jika tidak, saya tidak akan melakukan perjalanan sejauh 14.000 mil hanya untuk menonton satu pertandingan sepak bola (Chile menang 3-0 atas Bolivia),” lanjutnya. “Saya cukup lelah di akhir semua ini, tapi saya tidak akan merasa senang jika saya tidak melihatnya sendiri.”

Itu adalah pengalaman Ferguson, meski Salas tetap milih Lazio. Dia menjalani debut bersama I Biancoceleste pada musim 1998/1999. Bersama Christian Vieri, Salas gagal mempersembahkan scudetto setelah finis kedua pada periode tersebut.

Walau begitu, mereka berhasil mendapatkan hasil tak kalah menarik. Lazio berhasil menggapai Piala Winners setelah mengalahkan Real Mallorca di Villa Park di akhir musim.

Salas menjadi pencetak gol terbanyak Lazio di liga dan semua kompetisi. Capaian itu membuatnya tak perlu menyesali tak pernah bergabung bersama Setan Merah.

“Rumor kepindahan ke MU adalah sesuatu yang bisa saja terjadi dan fantastis bagi saya, tapi ternyata tidak,” kata Salas. “Itu sama untuk semua orang dalam hidup mereka. Tapi, saya sangat senang bersama Lazio, klub Italia yang hebat, tinggal di kota yang hebat, menikmati sepak bola saya.”

Setelah Vieri dipindahkan musim panas berikutnya ke Inter Milan dengan biaya dua kali lipat lebih mahal, yakni 25 juta euro, Lazio kemudian mendatangkan Diego Simeone dan Juan Sebastian Veron.

Keseimbangan yang dicapai memungkinkan Salas kembali berkembang. Terbukti, dia turut mempersembahkan scudetto, Coppa Italia, memenangkan Piala Super UEFA melawan MU, di mana dia mencetak gol kemenangan dengan gol klasik dua sentuhan. Dia juga membawa Lazio mencapai perempat final Liga Champions.

Torehan impresif Salas bersama Lazio membuat banyak klub besar Eropa tertarik mendapatkannya. Salas bisa saja pergi ke Chelsea, MU, Arsenal, Liverpool, Barcelona, AC Milan, Inter, hingga Juventus. Mereka semua bersedia membayar biaya transfer mencapai 28,5 juta euro saat itu.

Tak hanya, Real Madrid juga masuk dalam garis terdepan mendapatkan Salas. Sayang, perekrutan terhadap Zidane membuat mereka tak lagi memiliki dana untuk mendapatkan Salas.

Situasi itu menguntungkan Juventus, meski kinerja Salas justru terpuruk bersama tim asal Turin. Cedera kritis menjadi masalah utama dirinya tak berkembang bersama Nyonya Tua.

Sempat tampil mengesankan di awal kompetisi, Salas kemudian mengalami penurunan setelah mengalami cedera ligamen anterior. Kondisi itu membuatnya hanya menjalani 11 penampilan sepanjang tahun. Musim berikutnya sama buruknya dengan tiga gol dalam 15 pertandingan. Dia akhirnya disingkirkan pada musim panas 2003.

Situasi itu membuat manajemen Nyonya Tua sempat berencana melakukan pertukaran. Mereka ingin melepas Salas dan menukarnya dengan bintang muda Sporting Lisbon, Ronaldo. “Kami memiliki segalanya yang ditandatangani dengan Sporting Lisbon,” kata Luciano Moggi, yang saat itu bertindak sebagai Manajer Umum Juventus.

“Kami telah mencapai kesepakatan pertukaran antara Cristiano dan Marcelo Salas. Salas pergi ke Portugal untuk bernegosiasi, tapi akhirnya menarik diri dari tawaran itu dan memilih pergi ke Argentina (River Plate),” tutur Moggi.

Walau gagal mendapatkan CR7 saat itu, setidaknya Nyonya Tua masih memiliki pemain Portugal itu di penghujung kariernya. Bahkan, Ronaldo masih menjadi tumpuan Nyonya Tua saat ini.

Sementara keputusan Salas memilih berpetualang di Argentina dianggap sangat tepat. Dia kembali menemukan permainan terbaik bersama River. Dalam periode pertama, dia menjadi pahlawan dadakan. Gol pertamanya untuk klub datang saat melawan rival Boca Juniors di La Bombonera.

Salas mempersembahkan sejumlah trofi bersama River, seperti Apertura 1996 dan 1997, Clausura 1997, dan Piala Super Amerika Selatan 1997. Salas dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Tahun Ini di Argentina dan Pemain Terbaik Amerika Selatan pada 1997.

Dalam perjalanannya menuju prestasi ini, dia mencetak salah satu gol terbaik dalam kariernya melawan Liga de Quito. Proses gol tentu saja melalui tendangan dua sentuhan yang menakjubkan, termasuk tendangan voli yang ganas untuk menyelesaikannya.

Sebelum karirnya selesai, klub-klub Eropa kembali mencatat Salas dengan beberapa rumor ketertarikan dari Barcelona. Tapi, Salas justru pindah ke Universidad de Chile.

Dia kemudian memutuskan pensiun pada 2009, tapi El Matador telah menginspirasi generasi striker di Amerika Selatan. Radamel Falcao, Gonzalo Higuain, Javier Saviola, dan David Trezeguet, termasuk di antara superstar yang memujinya sebagai idola. Mereka meniru selebrasi Salas saat berlutut, kepala tertunduk, dan jari menunjuk ke atas.

Setelah era Salas berakhir, asa pemain Chile kembali bersinar di Eropa sempat terlintas lewat aksi Alexis Sanchez. Namun, aksi pemain MU yang dipinjamkan ke Inter Milan itu tak akan bisa mengalahkan kemampuan Salas.

Sanchez masih kesulitan menandingi pengaruh El Matador di Amerika Selatan dan Eropa, apalagi beberapa warisan telah berhasil diciptakan Salas yang masih dikenang hingga saat ini.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network