Kisah Gelandang Penuh Talenta Robert Prosinecki, Redup Karena Kurang Disiplin

"Robert Prosinecki gagal menunjukkan performa gemilang ketika bermain bersama Real Madrid, Barcelona, hingga Sevilla."

Biografi | 27 February 2021, 13:30
Kisah Gelandang Penuh Talenta Robert Prosinecki, Redup Karena Kurang Disiplin

Libero.id - Robert Prosinecki, pemain yang ditakdirkan menjadi salah satu gelandang paling berbakat di Eropa, lahir di Schwenningen, Jerman Barat, dari keluarga yang bekerja sebagai resepsionis tamu. Selama sepuluh tahun, dirinya tidak pernah bepergian kemana pun selain di sekitar tempat tinggalnya.

Sampai tiba waktunya bagi Prosinecki mengenal sepak bola. Pria yang kini berusia 52 tahun itu sempat menjalani pendidikan sepak bola bersama Stuttgarter Kickers (1974–1980) dan Dinamo Zagreb (1980–1986). Prosinecki kemudian mendapat promosi ke skuad senior Zagreb, meski performa terbaiknya justru terlihat bersama Red Star Belgrade. Dia turut mempersembahkan beragam trofi domestik hingga juara Piala Eropa, kini Liga Champions, pada musim 1990/1991.

Penampilan apik bersama Belgrade membuat tim raksasa Eropa, termasuk Real Madrid tertarik merekrutnya saat itu. Los Blancos akhirnya berhasil mendapatkan jasa dari pemain yang dianggap sebagai salah satu talenta terbaik Eropa tersebut. Sayang, harapan dan hasil justru bertolak belakang selama kariernya di Spanyol bersama Madrid.

Bergabung dengan Los Blancos dengan mahar sebesar 16 juta euro, klub sempat memiliki harapan tinggi atas kedatangan Prosinecki. Dia diharapkan dapat mengatasi masa frustrasi Madrid musim sebelumnya. Namun, ekspektasi itu hanyalah omong kosong yang tidak pernah terwujud. Cedera membuat Prosinecki keluar dari daftar tim utama untuk sebagian besar musimnya bersama El Real.

Prosinecki tersisih akibat kondisi kebugarannya memburuk. Itu tak lepas dari gaya hidupnya yang tidak teratur. Fakta itu pula yang menjadi awal berakhirnya karier Prosinecki bersama El Real di tanah Spanyol. Dia hanya tampil tiga kali di liga, jumlah pertandingan yang sangat minim, meski Prosinecki memiliki bakat brilian. Situasi itu membuatnya tinggal menunggu waktu untuk dilepas manajemen Madrid.

Walau begitu, Prosinecki sempat membuat namanya harus saat berseragam Madrid. Salah satunya lewat gol tendangan bebas saat menjalani el clasico kontra Barcelona pada Oktober 1991. Pencapaiannya itu hanya cukup memberikan hiburan bagi penonton Madrid sekaligus kesan baik dari Prosinecki saat itu.

Meski Prosinecki menderita lebih banyak cedera yang mengganggu performanya di sepanjang kompetisi, perlu diapresiasi karena dirinya sukses bermain sebanyak 36 kali. Namun, euforia prestasinya begitu senyap karena Prosinecki hanya mencetak empat gol di sepanjang penampilannya. Prestasi mencolok hampir tidak pernah diraihnya saat merumput di Santiago Bernabeu.

Saat musim ketiga bersama Madrid tiba, permainannya masih belum banyak berkembang. Dia memang berhasil menambah jumlah golnya menjadi enam dan manajemen sempat mempertimbangkan untuk memperpanjang kontraknya. Namun, harapan itu kembali tidak terwujud. Performanya justru memburuk, sehingga klub memutuskan untuk melepas bintang yang memudar itu dengan cepat dalam kesepakatan pinjaman ke Real Oviedo.

Ironisnya, kepindahan itu berarti reuni dengan Radomir Antic, pelatih yang pernah bertugas di Bernabeu ketika Prosinecki bergabung bersama Los Blancos. Entah itu takdir atau hanya sebuah kebetulan belaka, penampilan Prosinecki justru lepas dari tekanan. Dia mulai menemukan zona nyamannya di Cantabria.

Bermain dalam 30 pertandingan di liga, meskipun tingkat skornya tidak meningkat tajam hanya berhasil mencetak lima gol, namun penampilannya dinilai sudah berhasil. Oviedo finis di posisi kesembilan yang sangat layak diapresiasi berkat peran Prosinecki di lini tengah Carbayones.

Peningkatan keberuntungan di klub barunya tersebut semakin meyakinkan pemain berdarah Kroasia tersebut untuk tidak akan kembali lagi ke Madrid. Dan, ketika Antic bergabung dengan Atletico Madrid pada akhir musim, kepindahan ke Los Colchoneros tampaknya menjadi tujuan yang mungkin diraih Prosinecki selanjutnya.

Akan tetapi, kesepakatan rumit harus dialami oleh Prosinecki. Dia akhirnya memilih Barcelona yang sigap turun tangan memberikan kontrak berdurasi tiga tahun. Prosinecki kemudian pindah ke tanah Catalunya bersama Blaugrana.

Prosinecki menjalani debut bersama Barcelona saat ditangani Johan Cruyff pada musim 1995/1996. Sekali lagi, serangkaian cedera menyelimuti waktunya di lapangan, yang berarti dia hanya tampil 19 kali bersama Blaugrana.

Musim berikutnya saat Barcelona dilatih Sir Bobby Robson, Prosinecki berharap memiliki lebih banyak waktu bermain di tim, meski harapannya tak sesuai kenyataan. Gaya hidupnya yang tidak teratur, sikap yang buruk, atau kurangnya konsistensi dalam permainan mungkin menjadi alasan utama dirinya tak terpilih. Robson tampaknya hanya memiliki sedikit kepercayaan pada gelandang itu, bahkan tak ada sama sekali. Terbukti, Prosinecki tidak pernah diturunkan di pertandingan liga selama di bawah kendali Legenda Inggris itu.

Pada akhir 1996, jelas tidak ada masa depan baginya di Camp Nou. Dia sepakat dengan kepindahannya ke Sevilla senilai 1,67 juta euro. Sepanjang kariernya di tanah Spanyol, nilai transfer Prosinecki terus merosot. Permainan demi permainannya makin mengalami penurunan dan cenderung banyak melakukan kesalahan.

Waktunya di Spanyol berakhir pada tahun berikutnya ketika dia pindah ke Dinamo Zagreb, kemudian ke Hrvatski Dragovoljac dan Standard Liege untuk waktu yang singkat sebelum mendarat di Portsmouth yang bermain di divisi kedua sepak bola Inggris. Bermain di bawah asuhan Graham Rix, seperti kepindahan ke Oviedo, Prosinecki tampaknya menemukan kembali setidaknya satu elemen dari bakatnya.

Ketika Portsmouth terjebak di dalam pertempuran zona degradasi hampir sepanjang musim, penampilan Prosinecki dianggap menarik dan langka bagi para pendukung setia Fratton Park. Prosinecki sukses mengontrol lini tengah Portsmouth, di mana dia tampil dalam 33 pertandingan liga. Dia menikmati periode paling produktifnya dengan mencetak sembilan gol, termasuk hattrick melawan Barnsley. Meskipun Prosinecki menjalani waktu singkat bersama klub pantai selatan Inggris tersebut, tetapi karier singkatnya bersama Fratton Park justru dikenang oleh penggemarnya, The Pompey.

Untuk seorang pemain yang tampaknya diberkati dengan bakat luar biasa, kisah selanjutnya tentang karier Prosinecki sepertinya tidak pernah menyamai hasil gemilang ketika bersama Red Star Belgrade. Mungkin ini yang dinamakan kegagalan seorang bintang di bawah tekanan? Dengan Oviedo dan Portsmouth, klub yang bisa dibilang lebih rendah, dia justru bisa berkembang sampai batas tertentu. Atau, hanya karena standar yang diminta lebih rendah sehingga Prosinecki terlihat berkembang. Apapun masalahnya, sangat disayangkan bahwa bagi seorang gelandang Kroasia yang memiliki begitu banyak bakat yang menjanjikan, pada akhirnya nyaris menjadi pemain tanpa bakat sama sekali.

Prosinecki justru tenggelam menjadi pemain yang nampak tanpa bakat ketika dirinya berkompetisi bersama pemain bintang di klub raksasa, namun terlihat berkembang saat bersama klub kecil. Standar kehebatan seorang bintang dapat kita lihat dimana tempatnya berkompetisi dan dengan siapa rival-rivalnya saat berkompetisi.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network