Kisah Oscar Tabarez, Tetap Latih Uruguay Meski Terkena Penyakit Langka

"Dia kini berusia 73 tahun. Tetapi tak mengurangi semangat mengasuh Luis Suarez dkk."

Biografi | 28 February 2021, 10:45
Kisah Oscar Tabarez, Tetap Latih Uruguay Meski Terkena Penyakit Langka

Libero.id - Oscar Washington Tabarez Silva adalah pelatih aktif timnas terlama saat ini. Meski mengidap penyakit langka, Guillain-Barre Syndrome (GBS), El Maestro tetap bersemangat melatih tim nasional Uruguay.

Tabarez pertama kali melatih Uruguay pada Copa America 1989. Dia dipilih karena pada 1987 membawa Panarol menjuarai Copa Libertadores setelah mengalahkan America de Cali (Kolombia) di final. Itu menjadi gelar kelima Penarol di kompetisi sepakbola antarklub paling bergengsi di Amerika Latin.

Saat Copa America digelar di Brasil, Uruguay finish runner-up setelah menyingkirkan Argentina yang dipimpin Diego Maradona dalam prosesnya, sebelum dikalahkan tuan rumah di stadion legendaris Maracana.

Keberhasilan itu berlanjut di Kualifikasi Piala Dunia 1990. Setelah 4 pertandingan La Celeste lolos ke Italia. Uruguay mencapai babak 16 besar turnamen tersebut setelah bermain imbang dengan Spanyol, kalah dari Belgia, dan menang melawan Korea Selatan di fase grup. Pada babak 16 besar, Uruguay tersingkir oleh tuan rumah.

Sekembalinya dari Italia, Tabarez memutuskan berhenti melatih Uruguay. Dia ingin mencoba tantangan menukangi klub. Lalu, El Maestro bergabung dengan Boca Juniors, Cagliari, AC Milan, Real Oviedo, dan Velez Sarsfield. Dia dua kali melatih Cagliari dan Boca sebelum memutuskan istirahat dari sepakbola selama 4 tahun.

Pada 7 Maret 2006, Tabarez kembali ke lapangan. Dia mengambil alih timnas untuk kedua kalinya. Pada periode tanpa dirinya, Uruguay hanya mampu lolos ke Piala Dunia 2002. Mereka gagal lolos ke Piala Dunia 1994 (kalah dari Brasil pada pertandingan terakhir grup), Piala Dunia 1998 (finish di posisi 7 kualifikasi), dan Piala Dunia 2006 (kalah dari Australia di play-off).

Segera setelah melatih untuk periode kedua, Tabarez mempresentasikan filosofi sepakbolanya yang baru, yang diberi judul "Proceso de Institucionalizacion de Selecciones y la Formacion de sus Futbolistas" (Proses Pelembagaan Tim Nasional dan Pertumbuhan Pemain).

Itu adalah sistem menyatukan timnas U-15, U-17, U-19, U-20, hingga senior dalam satu kendali agar proses pembinaan tidak terputus. Dia menerapkan skema dan cara bermain yang sama di semua kelompok umur dengan formasi dasar 4-3-3.

Hasil perombakan ala Tabarez langsung terlihat di lapangan. Uruguay menjadi salah satu negara di Amerika Latin yang mampu memproduksi pemain-pemain hebat di berbagai klub besar Eropa. Luis Suarez, Edinson Cavani, Nesto Muslera, Diego Godin, Martin Caceres, Sebastian Coates, Cristhian Stuani jadi andalan bertahun-tahun. Regenerasi juga berjalan mulus dengan sejumlah pemain masa kini seperti Rodrigo Betancur.

Prestasi Uruguay juga meningkat. La Celeste tampil di semua Piala Dunia sejak 2010 hingga 2018. Bahkan, pada 2010 di Afrika Selatan, Uruguay tampil gagah berani untuk mencapai semifinal dan finish di posisi 4. Pada 2014, Uruguay mencapai babak 16 besar dan pada 2018 terhenti di perempat final.

Untuk Copa America, Tabarez membawa La Celeste juara pada 2011. Ketika itu, mereka mengalahkan Paraguay di final setelah menyingkirkan tuan rumah Argentina dari perempat final.

Sayang, di sela-sela kesibukan Tabarez, penyakit langka yang dikenal sebagai GBS menjangkiti jelang Piala Dunia 2018. Akibatnya, Tabarez harus mendampingi para pemain dengan menggunakan tongkat untuk membantunya berjalan. Terkadang, dia juga duduk kursi roda saat memimpin latihan.

Guillain-Barre Syndrome merupakan penyakit langka dan degeneratif yang menyerang sistem saraf tubuh serta  menyebabkan kelemahan otot pada anggota tubuh dan dada. Akhirnya bisa menyebabkan kelumpuhan.

Dalam GBS, ada kelemahan otot yang terjadi secara cepat yang disebabkan oleh sistem kekebalan yang merusak sistem saraf perifer. Biasanya, kedua sisi tubuh terlibat, dan gejala awalnya adalah perubahan sensasi atau nyeri yang sering terjadi di punggung bersama dengan kelemahan otot, mulai dari kaki dan tangan, sering menyebar ke lengan dan tubuh bagian atas.

Gejala tersebut dapat berkembang dalam beberapa jam hingga beberapa minggu. Selama fase akut, gangguan ini dapat mengancam jiwa, dengan sekitar 15% orang mengalami kelemahan otot pernapasan sehingga membutuhkan ventilasi mekanis. Beberapa dipengaruhi oleh perubahan fungsi sistem saraf otonom, yang dapat menyebabkan kelainan berbahaya pada detak jantung dan tekanan darah.

Meski penyebabnya tidak diketahui, mekanisme yang mendasari melibatkan gangguan autoimun yang membuat sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang saraf perifer serta merusak isolasi mielinnya. Kadang-kadang disfungsi kekebalan ini dipicu oleh infeksi atau pembedahan, dan jarang oleh vaksinasi.

Pada mereka yang memiliki kelemahan parah, pengobatan segera dengan imunoglobulin intravena atau plasmaferesis, bersama dengan perawatan suportif, akan menghasilkan pemulihan yang baik pada sebagian besar orang. Pemulihan bisa memakan waktu berminggu-minggu hingga bertahun-tahun, dengan sekitar sepertiganya mengalami kelemahan permanen.

Secara global, kematian terjadi pada sekitar 7,5% dari mereka yang terkena. GBS jarang terjadi, pada satu atau dua kasus per 100.000 orang setiap tahun. Baik jenis kelamin dan semua bagian dunia memiliki tingkat penyakit yang sama sehingga tidak terlalu perlu ditakuti secara berlebihan.

Sindrom ini dinamai ahli saraf Prancis Georges Guillain dan Jean Alexandre Barre. Pada 1916, bersama André Strohl, merekalah yang menemukan penyakit tersebut saat memeriksa pasien yang memiliki gejala kelumpuhan.

"Saya tidak hidup dengan rasa sakit apapun. Neuropati ini terkadang membuat saya bermasalah, terutama saat berjalan. Tapi, karena ini penyakit kronis, terkadang saya sedikit membaik," kata Tabarez saat Piala Dunia 2018, dilansir Daily Mail.

Apakah GBS akan menghentikan langkah Tabarez di Uruguay? Sepertinya tidak. Bahkan, saat ini Tabarez sedang berusaha tampil di Piala Dunia kelimanya bersama La Celeste. Pada Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona CONMEBOL, Uruguay ada di posisi 5 alias play-off interzone.

Peluang masih banyak karena kompetisi baru memainkan 4 pertandingan. Akibat pandemi Covid-19, sejumlah laga harus tertunda dan sesuai jadwal, kompetisi akan kembali dilanjutkan pada 25 dan 30 Maret 2021 (matchday 5 dan 6).

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network