Kisah 1.FC Lokomotive dan BSG Chemie, Klub Antitesis Red Bull di Leipzig

"Ketika Leipzig mengalami kekosongan tontonan sepakbola bermutu, RB Leipzig dengan kekuatan uang dan marketing jitunya datang."

Feature | 07 March 2021, 12:30
Kisah 1.FC Lokomotive dan BSG Chemie, Klub Antitesis Red Bull di Leipzig

Libero.id - Ketika Leipzig mengalami kekosongan tontonan sepakbola bermutu, RB Leipzig dengan kekuatan uang dan marketing jitunya datang. Tapi, bukan berarti Leipzig tidak pernah memiliki klub hebat. Di era Jerman Timur, kota dengan penduduk hampir 600 ribu orang itu diwakili Lokomotive Leipzig dan Chemie Leipzig.

1.FC Lokomotive Leipzig mengklaim sebagai penerus VfB Leipzig dan SC Sportbrueder Leipzig yang didirikan masing-masing pada  1896 dan 1893 sehingga menjadi salah satu klub tertua anggota Asosiasi Sepakbola Jerman (DFB). 

Namun, Lokomotive bukanlah penerus secara nominal. Pada 2018 mereka mengumumkan merger dengan VfB Leipzig yang secara resmi masih ada, tapi bangkrut dan tidak aktif, untuk berhak atas gelar pelopor. Karena jeda dan kekacauan yang signifikan dalam sejarah klub, terutama selama Perang Dunia II, banyak penggemar mengidentifikasi 1966 sebagai tahun pendirian klub daripada 1893. 

Setelah Perang Dunia II, Jerman dibagi menjadi Jerman Barat yang liberal dan Jerman Timur yang komunis. Klub-klub lama warisan Nazi dibubarkan dan pada 1946 para pengurus Lokomotive membentuk kembali timnya dengan nama SG Probstheida. 

Setelah bermain sebagai BSG Erich Zeigner Probstheida dan kemudian BSG Einheit Ost, klub bergabung dengan klub olahraga SC Rotation Leipzig pada 1954 dan bermain di DDR-Oberliga (kompetisi kasta tertinggi Jerman Timur). Selanjutnya, pada 1963, dua klub olahraga terpenting Leipzig, SC Rotation dan SC Lokomotive Leipzig, digabungkan menghasilkan dua tim baru yang didirikan, SC Leipzig dan BSG Chemie Leipzig. 

Kemudian, sepakbola Jerman Timur mengalami reorganisasi umum pada 1965 dengan menciptakan klub sepakbola sebagai inti klub olahraga. Departemen sepakbola SC Leipzig dipisahkan dari klub olahraga dan direformasi menjadi 1.FC Lokomotive Leipzig. Sedangkan Chemie Leipzig melanjutkan sebagai Betriebssportgemeinschaft (BSG) atau tim perusahaan.

Seperti kebanyakan tim Jerman Timur, klub ditugaskan ke perusahaan milik publik sebagai "sponsor". Dalam kasus Lokomotive, perusahaan penyedia adalah Deutsche Reichsbahn (Perusahaan Kereta api Jerman Timur). 

Nasib klub tersebut mulai karena hampir selalu menyelesaikan kompetisi di posisi yang bagus di DDR-Oberliga. Tapi, mereka tidak dapat meraih penghargaan tertinggi. Prestasi terbaik Lokomotive adalah runner-up DDR-Oberliga 1966/1967, 1985/1986, 1987/1988.

Gagal di DDR-Oberliga, Lokomotive mendapatkan gelar Piala Jerman Timur 1975/1976, 1980/1981, 1985/1986, dan 1986/1987. Mereka juga menjadi runner-up 1969/1970, 1972/1973, dan 1976/1977. 

Performa di cup competition mengantarkan Lokomotive untuk mewakili Jerman Timur di kompetisi antarklub Eropa. Mereka menjadi runner-up Piala Intertoto 1966 serta semifinalis Piala UEFA 1973/1974. Lokomotive juga nyaris menjuarai Piala Winners 1986/1987 jika tidak dikalahkan Ajax Amsterdam asuhan Johan Cruyff di final.

Pertandingan di Olympic Stadium, Athena, 13 Mei 1987 itu selalu dikenang suporter hingga hari ini. Itu menjadi eksistensi terakhir Lokomotive di panggung internasional. Sebab, setelah Tembok Berlin runtuh dan Jerman bersatu, Lokomotive bermain di Bundesliga 2 sebelum terjun bebas ke Regionalliga Nordost alias kasta keempat.

Musim lalu, Lokomotive menjuarai Regionalliga Nordost. Tapi, regulasi mengharuskan mereka menjalani play-off promosi ke 3 Liga melawan pemenang Regionalliga West. Sementara juara Regionalliga Nord, Suedwest, dan Bayern langsung promosi ke kasta ketiga kompetisi Jerman.

Sayang, saat menghadapi play-off melawan SC Verl, Lokomotive belum dinaungi dewi fortuna. Setelah bermain imbang 2-2 di leg pertama kandang, mereka hanya sanggup imbang 1-1 di leg kedua. Verl akhirnya promosi setelah menang keunggulan gol tandang dalam agregat 3-3. 

Kegagalan promosi ke kasta ketiga sangat disesali suporter dan warga Leipzig. Pasalnya, harapan mereka untuk menyaingi RB Leipzig belum bisa direalisasikan. Meski klub milik Red Bull itu tetap memiliki pasar di Leipzig, mayoritas penduduk kota adalah pendukung Lokomotive dan Chemie.

Sama seperti Lokomotive, Chemie juga bermain di Regionalliga Nordost. Dulu, Derby Leipzig mempertemukan kedua klub. Mereka musuh berat karena memiliki ideologi politik yang berbeda. Lokomotive dikenal sebagai "sayap kanan" dan fasisme, sedangkan Chemie adalah "sayap kiri" dan komunis. 

Chemie juga memulai semuanya dari era sebelum Jerman Timur. Identitas klub berakar pada pendirian Britannia Leipzig pada 1899 dan penggantinya TuRa Leipzig. Selama era komunis, tradisi klub dilanjutkan Chemie sebelum munculnya FC Sachsen Leipzig menyusul reunifikasi Jerman.

Pada akhir Mei 1990, klub berganti nama menjadi FC Greun-Weiss Leipzig dan dengan cepat bergabung dengan SV Chemie Boehlen (sebelumnya BSG Chemie Boehlen) untuk membentuk FC Sachsen dan bermain di Oberliga Nordost. Tapi, klub bangkrut beberapa tahun kemudian.

Pada 1997, Chemie yang baru didirikan kembali dan segera menjadi pewaris sah klub-klub sebelumnya. "Apapun keputusan likuidator Sachsen dalam hal proses kepailitan, BSG Chemie Leipzig akan memastikan bahwa anak-anak dan remaja dapat bermain sepakbola di Alfred-Kunze-Sportpark!" bunyi pernyataan resmi Chemie saat itu.


Hooligans Lokomotive dan Chemie berdamai karena RB Leipzig 

Dulu, ketika Lokomotive dan Chemie bertemu, media menyebutnya sebagai "German Hooligan Summit". Itu didasarkan pada fakta bahwa pertandingan mereka sering memakan korban. Bukan hanya luka-luka, dalam banyak kesempatan, Derby Leipzig benar-benar memakan korban meninggal. 

Namun, semuanya berubah ketika RB Leipzig datang. Menggunakan lisensi SSV Markranstaedt, Red Bull mendirikan klub dengan nama Rasen Ballsport (RB) Leipzig pada 19 Mei 2009. Menggunakan julukan Die Roten Bullen (Banteng Merah), saham RB Leipzig dimiliki Red Bull 99%. 

Mereka menjadi klub paling dibenci di Jerman karena melanggar sejumlah tradisi dan aturan sepakbola yang sudah berlangsung puluhan tahun. Salah satu diantaranya adalah konsep 50+1. Itu adalah aturan yang menegaskan bahwa mayoritas saham klub harus dimiliki anggota dengan perseorangan atau perusahaan hanya boleh memiliki maksimal 49% saham.

Dengan kehadiran RB Leipzig, pertandingan Lokomotive dan Chemie tidak lagi panas. Pusat gravitasi justru berpindah ke RB Leipzig. Saat Lokomotive dan Chemie bertemu, suporter membentangkan spanduk dan menyanyikan lagu-lagu hinaan kepada Leipzig. 

"Ini (Lokomotive vs Chemie) adalah salah satu derby bersejarah di Eropa. Dulu, kota ini seperti akan perang. Syukurlah ada Red Bull (RB Leipzig). Semuanya terlihat normal sekarang," kata Presiden Lokomotive pada 2016, Jens Kessler, dalam wawancara dengan Die Welt. 

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network