Kisah FC Vaduz, Klub Liechtenstein yang Main di Kompetisi Swiss

"Liechtenstein adalah satu-satunya negara anggota UEFA yang tidak memiliki liga sendiri."

Feature | 01 April 2021, 14:12
Kisah FC Vaduz, Klub Liechtenstein yang Main di Kompetisi Swiss

Libero.id - Jika di Liga 1 ada AS Monaco, maka di Swiss Super League terdapat FC Vaduz. status mereka sama-sama klub asing yang berkompetisi di negara lain. Vaduz adalah klub elite dari Liechtenstein.    

Sama seperti Monaco, Liechtenstein juga sebuah negara kecil berbentuk "Principality" (Kadipaten). Lokasinya terletak di perbatasan Swiss-Austria dengan luas 160 kilometer persegi, berpenduduk 38.896 jiwa berdasarkan sensus 2020, serta menggunakan Bahasa Jerman.

Dengan kondisi geografis dan jumlah penduduk, Liechtenstein adalah satu-satunya negara anggota UEFA yang tidak memiliki liga sendiri sehingga tidak mendapatkan  wakil di Liga Champions.

Mereka hanya memiliki Piala Liechtenstein, yang digelar pertama kali pada 1945 dan terus berlangsung hingga sekarang. Selain mendapatkan trofi, pemenang kompetisi tersebut berhak bertanding di Piala Winners dan kini Liga Eropa mewakili Liechtenstein.

Akibat tidak memiliki liga, Liechtenstein juga hanya mempunyai sedikit klub sepakbola. Jumlahnya hanya 7 klub, yang semuanya berkompetisi di negara tetangga Swiss. Mereka adalah FC Balzers, USV Eschen/Mauren, FC Ruggell, FC Schaan, FC Triesen, FC Triesenberg, dan FC Vaduz.

Dari 7 klub tersebut, Vaduz yang paling berprestasi dan satu-satunya tim dengan status profesional. Fussball Club Vaduz didirikan pada 14 Februari 1932 oleh Johann Walser. Klub ini bermain di Asosiasi Sepakbola Vorarlberg, Austria, selama musim 1932/1933.

Merasa tidak cocok dengan Austria, Vaduz pindah ke Swiss pada 1933/1934. Selama bertahun-tahun Vaduz berjuang melalui berbagai tingkatan di sepakbola Swiss dan memenangkan Piala Liechtensteiner pertamanya pada 1949. Vaduz menikmati eksistensi yang lama di Swiss 1.Liga (Divisi III), yaitu pada 1960-1973.

Vaduz diharuskan membayar 150.000 pounds kepada Asosiasi Sepakbola Swiss (SFV-ASF) untuk berpartisipasi sebagai klub asing. Ada seruan agar perjanjian ini dicabut. Tapi, diskusi sudah mencapai keputusan pengaturan permanen bahwa klub-klub Liechtenstein diizinkan untuk berpartisipasi Swiss Challenge League )Divisi II) atau Swiss Super League (Divisi I).

Setelah berjuang di kasta ketiga, Vaduz bermain di Swiss Challenge League sejak 2001/2002. Mereka menjelma menjadi salah satu tim terbaik di kasta kedua yang memberikan tantangan serius untuk promosi ke Liga Super, terutama pada 2004/2005 dan 2005/2006. Saat itu, Vaduz memainkan play-off dua leg, meski akhirnya gagal.

Perjuangan Vaduz baru berhasil pada 2007/2008. Untuk kali pertama dalam sejarah, mereka mendapatkan promosi ke Swiss Super League. Momen bersejarah itu hadir pada 12 Mei 2008 saat memenangkan pertandingan terakhir di Swiss Challenge League, meski kembali turun kasta pada musim berikutnya.

Vaduz akhirnya kembali ke level teratas setelah lima tahun di Challenge League. Tapi, setelah 3 musim (2014/2015, 2015/2016, 2016/2017) di Swiss Super League, Vaduz harus bermain di Swiss Challenge League lagi. Mereka baru bermain di kasta tertinggi lagi pada musim ini.

Meski termasuk medioker di kompetisi Swiss, Vaduz punya rekor yang tidak dimiliki klub manapun di dunia. Mereka adalah klub pemenang piala domestik terbanyak dengan total 47 Piala Liechtenstein.

Dalam kategori ini Vaduz mengalahkan koleksi 43 Piala Irlandia Utara milik Linfield, 40 Piala Skotlandia (Glasgow Celtic), 37 Piala Mesir (Al-Ahly), 34 Piala Bahrain (Muharraq), 33 Piala Skotlandia (Glasgow Rangers) atau Piala Malaysia (Selangor), hingga 30 Copa del Rey (Barcelona).

Dengan status sebagai juara Piala Liechtenstein yang sangat banyak, Vaduz sering ambil bagian di Piala Winners dan Liga Eropa. Jika ditotal sejak 1992/1993, mereka sudah berpartisipasi 25 musim. Hasilnya, mereka tidak pernah bisa melepaskan diri dari Kualifikasi III sebagai prestasi terbaik.

Untuk musim 2020/2021, Vaduz bahkan sudah ditumbangkan klub Malta, Hibernians, di Kualifikasi I. Mereka menyerah 0-2 melawan 10 pemain Hibernians pada laga tanpa penonton akibat pandemi Covid-19 di Rheinpark Stadion, Vaduz, 27 Agustus 2020.

"Kami tahun Vaduz tim terbaik di Liechtenstein. Mereka punya pengalaman di kualifikasi (Liga Eropa) dan di kompetisi Swiss. Jadi, saya merasa kemenangan kami sangat penting dan pantas dirayakan setelah kami bermain dengan 10 orang akibat kartu merah itu," kata Pelatih Hibernians, Stefano Sanderra, saat itu, dilansir Times of Malta.

Meski berasal dari Liechtenstein, mayoritas pemain Vaduz ternyata bukan dari negara kecil tersebut. Bahkan, mereka hanya menyumbangkan dua pemain ke tim nasional, yang pekan ini sedang menjalani pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Eropa.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network