Kisah Timnas Vatican, Filosofinya: Lebih Baik Kalah Daripada Menang dengan Buruk

"Salah satu tokoh sepakbola yang pernah bekerja di Vatican adalan Giovanni Trapattoni."

Feature | 03 April 2021, 04:00
Kisah Timnas Vatican, Filosofinya: Lebih Baik Kalah Daripada Menang dengan Buruk

Libero.id - Vatican adalah negara kota di wilayah Roma, Italia, yang secara internasional diakui kedaulatannya. Layaknya negara merdeka, tempat yang menjadi kiblat umat Katolik dunia itu juga memiliki tim nasional sepakbola. Tapi, sepakbola Vatican beda dari tempat lain. Unik!

Negara berdaulat kecil, yang dihuni kurang dari 900 orang dengan mayoritas adalah pemuka agama, mendirikan tim sepakbola pada 1972. Tapi, mereka belum pernah mencatat kemenangan atas negara lain dan tidak tercatat sebagai anggota FIFA. Mereka adalah satu dari sembilan negara berdaulat yang tidak bergabung dengan FIFA.

"Moral sepakbola adalah (lebih baik) kalah dengan (cara) baik daripada menang dengan (cara) buruk," kata Monsinyur Luis Ladaria Ferrer sebelum pertandingan persahabatan antara Vatican City versus Principality of Monaco pada 2014, dilansir goal.com.

Tentu saja itu bukanlah kepercayaan umum yang dianut oleh para pelatih sepakbola profesional ternama seperti Jose Mourinho, Arsene Wenger, atau Sir Alex Ferguson. Tapi, itu adalah doktrin yang dipegang teguh oleh Vatican sehingga wajar jika mereka tidak pernah memenangkan pertandingan melawan timnas lain.

"Jika kita hanya menerima mahasiswa asal Brasil di Universitas Kepausan kita, maka kita akan bisa memiliki skuad yang luar biasa," canda Sekretaris Negara Vatican, Kardinal Tarcisio Bertone, pada 2006, sembari menyarankan agar Vatican dapat menurunkan tim dari seminari (sekolah agama).

Alasan utama Vatican tidak mungkin bergabung dengan FIFA adalah kewarganegaraan penghuninya. Pasalnya, sebagai tempat suci umat Katolik, orang-orang yang tinggal di sana mayoritas merupakan para pemimpin umat dari banyak negara di dunia.

Dengan populasi terkecil di dunia, sulit untuk membentuk tim yang tangguh. Selain para rohaniawan, anggota skuad Vatican seluruhnya terdiri dari pegawai di Kapausan seperti petugas polisi, pekerja kantor pos, pejabat pemerintah, hingga anggota pengawal "Pontifical Swiss Guard" yang ditugaskan melindungi Paus.

Karena itu, timnas hanya memainkan beberapa pertandingan internasional yang langka, yang seringkali menarik cukup banyak pers. Contohnya ketika Vatican memainkan pertandingan pertamanya pada 2002. Mereka hanya punya satu pemain yang memiliki paspor Vatican, yaitu Marcello Rosati.

Lalu, pada 2010, Vatican diundang untuk berpartisipasi dalam Viva World Cup yang diselenggarakan N.F.Board (ajang sepakbola negara-negara bukan anggota FIFA). Tapi, mereka tidak bisa ikut lantaranya gagal mengumpulkan minimal 15 nama pemain.

Secara total, Vatican hanya memainkan empat pertandingan internasional penuh melawan negara lain. Satu hasil imbang dan tiga kekalahan dari Monaco pada 2002, 2011, 2013, dan 2014.

Selain pertandingan internasional, Vatican juga memainkan laga uji coba melawan tim cadangan San Marino pada 1994. Pada tahun 2010, Vatican juga mengatur sebuah tim untuk memainkan pertandingan persahabatan melawan Palestina. Hanya saja tim tersebut terdiri dari para pastor dan tidak dianggap sebagai timnas Vatican secara resmi.

Meski Departemen Olahraga di Vatican baru berdiri pada 2000 di era kepemimpinan Paul Yohanes Paulus II, aktivitas sepakbola di tempat tersebut sebenarnya sudah berlangsung sangat lama.

Sejarah sepakbola Vatican dimulai pada 7 Januari 1521 ketika pertandingan pertama Calcio Fiorentino dimainkan di Vatican di Cortile del Belvedere, di hadapan Paus Leo X. Liga Vatican pertama dibuat pada 1973 dan pertama kali dimenangkan oleh karyawan surat kabar resmi Vatican, L 'Osservatore Romano.

Secara tradisi, para Paus yang memerintah di Vatican adalah penggemar sepakbola. Beberapa diantaranya bahkan memiliki latar belakang pemain. Sebut saja Paus Yohanes Paulus II. Di masa muda, tokoh asal Polandia bernama lahir Karol Jozef Wojtyla itu adalah penjaga gawang dan pendukung fanatik Cracovia Krakow.

Kisah yang hampir sama juga dialami Paus Benediktus XVI. Pria asal Jerman yang memiliki nama lahir Joseph Aloisius Ratzinger itu merupakan pendukung setia Bayern Muenchen. Itu karena Paus Benediktus XVI berasal dari Bavaria dan sejak kecil dididik untuk menggemari FC Hollywood.

"Sepakbola dapat menjadi wahana pendidikan nilai-nilai kejujuran, kekompakan, dan persaudaraan, khususnya bagi generasi muda. Sepakbola harus semakin menjadi alat untuk mengajarkan nilai-nilai etika dan spiritual kehidupan," ujar Paus Benediktus XVI pada 2008, dilansir La Gazzetta dello Sport.

Pengganti Paus Benediktus XVI, Paul Fransiskus juga penggemar berat sepakbola. Berasal dari Argentina dan memiliki nama lahir Jorge Mario Bergoglio, Paus Fransiskus dikenal sebagai pendukung kehormatan San Lorenzo de Almagro di Primera Division Argentina.

Ketika Jerman dan Argentina bertemu di final Piala Dunia 2014, Paus Benediktus XVI dan Paul Fransiskus dikabarkan sama-sama bersemangat mendukung negara asal masing-masing.

"Jelas, Paul Fransiskus tidak senang dengan kekalahan Argentina. Tapi, dia mengatakan kepada saya bahwa sepakbola itu sangat bagus untuk mempersatukan orang," ucap Presiden FIFA saat itu, Sepp Blatter.

Lalu, apakah Vatican benar-benar tidak bisa diterima menjadi anggota UEFA atau FIFA? Pada 2006, Juru bicara UEFA, William Gaillard, mengatakan kepada media bahwa dirinya tidak bisa melihat alasan mengapa Vatican tidak boleh memiliki timnas untuk bertanding dalam kompetisi resmi internasional.

"Kami sudah memiliki negara dengan penduduknya 30.000 jiwa seperti San Marino, Liechtenstein, atau Andorra. Jika Vatikan ingin menjadi anggota UEFA, yang harus dilakukan adalah melamar. Jika memenuhi persyaratan, itu akan diterima," ungkap Gaillard.

Meski gerbang dibuka, Asosiasi Sepakbola Amatir Vatican (ASDV) menyatakan tidak tertarik bergabung dengan UEFA atau FIFA secara resmi. Pada Mei 2014, Presiden ASDV, Domenico Ruggerio, menyatakan Vatican tetap akan menjadi tim sepakbola seperti yang selama ini dijalani.

"Saya lebih suka menjadi amatir. Bergabung dengan FIFA, pada level itu, akan seperti bisnis. Pesan penting dari persahabatan dan cinta ditunjukkan oleh olahraga. Olahraga yang sebenarnya bukan bisnis. Etos tim sepakbola Vatican bertentangan dengan keanggotaan FIFA," ungkap Ruggerio.

Salah satu tokoh sepakbola yang pernah bekerja di Vatican adalan Giovanni Trapattoni. Mr Trap dengan sukarela dan penuh kegembiraan menyatakan kesediaannya menjadi pelatih timnas pada 23 Oktober 2010 saat beruji coba melawan Guardia di Finanza (Polisi Finansial Italia).

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network