Kisah Turki Tanpa Besiktas, Fenerbahce, Galatasaray di Eropa Pertama dalam 38 Tahun

"Ketiga raksasa Turki itu semua mengalami masalah sama: kesulitan keuangan."

Feature | 05 April 2021, 12:58
Kisah Turki Tanpa Besiktas, Fenerbahce, Galatasaray di Eropa Pertama dalam 38 Tahun

Libero.id - Tanpa disadari ternyata pada fase Liga Champions dan Liga Eropa 2020/2021 tidak ada tiga klub raksasa Turki: Besiktas, Fenerbahce, dan Galatasaray. Inilah untuk pertama kalinya dalam 38 tahun, Turki tidak diwakili salah satu dari tiga tim tradisional Istanbul tersebut.

Musim ini, wakil Turki di Eropa adalah Istanbul Basaksehir dan Sivasspor. Basaksehir adalah dua klub milik pemerintah daerah, sementara Sivasspor klub swasta yang baru ada di kasta tertinggi pada 2017/2018.

Meski mencapai fase grup, kedua klub dianggap tidak mewakili Turki. Pasalnya, statistik resmi pemerintah menunjukkan 80% dari 83 juta penduduk Turki mendukung salah satu dari Besiktas, Fenerbahce, atau Galatasaray. Selama 62 musim terakhir Super Lig, mereka telah menjadi juara 54 kali.

Lalu, apa yang terjadi dengan Besiktas, Fenerbahce, dan Galatasaray di masa sekarang? Segala sesuatunya dimulai di ruang rapat dan sama persis untuk ketiga klub besar itu.

Di Besiktas, protagonisnya adalah Fikret Orman, yang menjadi presiden pada Maret 2012. Mengambil alih klub dalam krisis, dia awalnya membawa kesuksesan. Orman mengawasi penyelesaian Vodafone Park pada 2016.

Lalu, Besiktas memenangkan Super Lig berturut-turut pada 2015/2016 dan 2016/2017, dengan pemain seperti Anderson Talisca, Pepe, dan Ricardo Quaresma. Mereka juga berhasil di Eropa dengan melewati fase grup Liga Champions dan perempat final Liga Eropa.

Namun, kesuksesan ini akhirnya menyebabkan kejatuhan Orman. Pada saat mengundurkan diri, September 2019, hutang Besiktas telah meningkat menjadi lebih dari 280 juta euro.

"Orman mengeluarkan terlalu banyak gaji untuk pemain seperti Alvaro Negredo dan Pepe. Ini akhirnya merugikan klub secara finansial ketika kami gagal lolos ke Liga Champions pada 2017/2018. Bagaimana mungkin klub membayar Pepe 8 juta euro per musim? Bahkan dengan kesuksesan liga dan uang dari Liga Champions, itu tidak berkelanjutan secara finansial," kata penggemar Besiktas, Jens Raitanen, dilansir These Football Times.

Kisah serupa terjadi dengan Fenerbahce. "Kami berada di puncak pada 2008. Kami masuk dalam daftar 20 klub paling berharga di dunia. Kami memiliki skuad yang kuat, memenangkan liga pada 2010/2011 dengan Galatasaray finish di urutan kedelapan, Fenerbahce diharapkan mendominasi selama bertahun-tahun," ujar penggemar Fenerbahce, Atilla Arman Parlar.

"Tapi, pada 2017, klub telah memanfaatkan semua jalur kredit dan semua aliran pendapatan terkait dengan pembayaran hutang. Tujuh tahun kami mencoba menjaga klub tetap hidup di bawah tuduhan pengaturan pertandingan, kehilangan pendapatan, penurunan merek, perekrutan yang buruk, transfer uang besar-besaran seperti Diego Ribas, Nani, dan Robin van Persie, serta Aziz Yildirim (presiden klub) yang tidak mau melepaskan klub," tambah Parlar.

Yildirim akhirnya melepaskan kekuasaannya pada Juni 2018. Dia digantikan Ali Koc. Dia adalah pemilik perusahaan multinasional, Koc Holding, yang sebelumnya duduk di dewan direksi era Yildirim.

Dengan cepat Koc mulai memodernisasi Fenerbahce. Damien Comolli ditunjuk sebagai direktur olahraga dan Phillip Cocu menjadi pelatih. Tapi, ternyata hal itu sudah terlambat karena Fenerbahce berada di posisi terbawah kedua sepanjang musim sebelum finish di posisi 7. Itu posisi terendah mereka selama 30 tahun.

"Perubahan dibutuhkan, klub berada di jalan buntu dan harus berhadapan dengan hutang. Ketika Koc mengambil alih, dia memiliki ideologi perencanaan selama 10 tahun ke depan. Tapi, dengan sumber daya  terbatas, itu akan sulit. Tidak mungkin ada yang membaik dalam semalam," beber Parlar.

Entah kebetulan atau memang takdir, cerita serupa terjadi di Galatasaray. Seperti Besiktas dan Fenerbahce, situasi keuangan mereka mengerikan. Klub punya hutang lebih dari 190 juta euro. Presiden klub, Mustafa Cengiz, juga dalam kondisi kesehatan yang buruk dan telah menyerukan pemilihan pada akhir tahun ini.

Akibat masalah itu, Galatasaray hanya finish 1 tingkat diatas Fenerbahce. Di posisi itu, mereka masih punya peluang ke Liga Eropa lewat jalur kualifikasi. Tapi, saat mencapai play-off, Galatasaray dikalahkan Glasgow Rangers.

"Setelah beberapa kualifikasi yang menjanjikan, kami melawan tim yang lebih unggul yang membuat kami jatuh ke bumi. Bukan hanya kesalahan dalam game play, melainkan seluruh struktur klub menjadi sorotan. Kualitas skuad kami, pelatih, hingga manajemen sangat buruk," kata pendukung Galatasaray, Ozer Dindjer.

Selain hutang, masalah kedua yang sama-sama dihadapi Besiktas, Fenerbahce, dan Galatasaray adalah regenerasi. Sudah menjadi stereotip bahwa Super Lig adalah rumah bagi banyak pemain tua yang sudah tidak laku di Inggris, Spanyol, Jerman, Prancis, atau Italia.

Dari tim tiga besar, Besiktas memiliki susunan pemain termuda. Tapi, rata-ratanya masih berusia diatas 27 tahun. Striker utama Galatasaray adalah Radamel Falcao, yang berusia 34 tahun. Sementara di Fenerbahce, Altay Bayindir adalah satu-satunya starter di bawah usia 25 tahun.

"Besiktas perlu melihat ke masa depan dengan berinvestasi pada pemain muda daripada membawa pemain asing berpengalaman. Investasikan pada pemain muda dan berikan waktu kepada pelatih untuk bekerja. Sekarang akan menjadi waktu yang ideal untuk mempertimbangkan hal itu," ungkap Raitanen.

Dengan pemain muda, klub dapat menghemat banyak uang. Bahkan, jika pemain didikan akademi itu, klub dapat mendapatkan uang tunai dalam jumlah besar dari hasil transfer ke Inggris, Spanyol, Italia, Jerman, atau China.

"Terkadang pemain muda diberi kesempatan. Sayangnya itu tidak setiap saat. Ersin Destanoglu, penjaga gawang kami, berada di starting XI hampir di setiap pertandingan. Ajdin Hasic dan Francisco Montero terkadang. Tapi, Atakan Uner, Erdogan Kaya, Guven Yalcin, Kartal Yilmaz, Ridvan Yilmaz hampir tidak bermain," ujar penggemar Besiktas lainnya, Idil Tosuncuk.

Menariknya, kritik fans ternyata mulai didengarkan para petinggi Besiktas, Fenerbahce, dan Galatasaray. Musim ini dengan dana minim dan tidak bermain di Benua Biru, mereka mulai menata ulang paradigma klub. Pemain-pemain muda mulai diberi kepercayaan.

Sejumlah perubahan yang dikerjakan telah membuat Besiktas, Fenerbahce, dan Galatasaray kembali ke habitatnya. Di klasemen sementara, Besiktas ada di posisi puncak, diikuti Galatasaray dan Fenerbahce. Sedangkan Basaksehir ada di posisi 15.

Dengan kondisi seperti itu, musim depan ketiga klub besar berpeluang mewakili Turki di Liga Champions dan Liga Eropa. Tapi, beda dengan musim ini yang disediakan tiket otomatis fase grup, musim 2021/2022, semua tim Super Lig harus melalui kualifikasi Liga Champions.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network