Unik, tapi Tragis! Kisah B71 Sandoy di Kepulauan Faroe: Promosi, Juara, Degradasi

"Kisah yang terjadi pada kurun 1988, 1989, dan 1990 sungguh unik dan berbeda"

Feature | 12 April 2021, 03:13
Unik, tapi Tragis! Kisah B71 Sandoy di Kepulauan Faroe: Promosi, Juara, Degradasi

Libero.id - Sejarah sepakbola mencatat ada sejumlah klub promosi yang langsung juara. Kaiserslautern di Jerman dan Persik Kediri di Indonesia pernah mengalaminya. Tapi, yang terjadi dengan B71 Sandoy di Kepulauan Faroe pada 1988, 1989, dan 1990 berbeda. Unik, tapi tragis!

B71 adalah sebuah klub yang kini bermain di Divisi II, yang berasal dari Sandoy. Itu pulau kecil di selatan Streymoy (pulau terbesar di Kepulauan Faroe) dan di seberang selat sempit Skopunafjordur. Pulau itu kecil dan tenang.

Sebagian besar wilayah itu tidak memiliki tebing dramatis yang menjadi ciri khas Kepulauan Faroe seperti yang tergambar di kartu pos-kartu pos yang dijual di bandara. Di dalam pulau ini terletak desa kecil bernama Sandur. Ini adalah tempat yang tenang, menawan, dan aneh yang merupakan rumah bagi 600 penduduk.

Sandur memiliki sejumlah tempat wisata seperti gereja berusia 200 tahun, galeri seni, dan museum. Seperti banyak tempat di Eropa, desa itu juga mempunyai arena sepakbola. Sekitar 3 km dari pusat desa, terdapat Inni i Dal Stadium, yang menjadi rumah satu-satunya klub sepakbola di daerah itu, B71 Sandoy.

"Saya bermain di level senior pada 1986-2007. Lalu, pada 2008 saya menjadi pemain-pelatih. Saya memainkan pertandingan terakhir saya untuk tim pada 2011. Saya bisa mengatakan saya tahu klub ini luar-dalam. Saya telah terlibat dengan segalanya," kata Eli Hentze, dilansir The Guardian.

Meski populasi kecil dan lokasinya yang terpencil, Kepulauan Faroe memiliki sejarah sepakbola panjang, dengan klub tertua di negara itu, Tvoroyri Boltfelag, berdiri pada 1892. Kompetisi juga sudah dimulai sejak 1942.

"Sepakbola memiliki minat yang besar di Kepulauan Faroe, terutama dengan negaranya yang sangat kecil. Komunitas agak terisolasi dan orang-orang saling mengenal. Jadi, sepakbola telah menjadi bagian dari tatanan sosial setiap komunitas di pulau itu, terutama di Sandoy," tambah Hentze.

B71 lahir pada 1 Januari 1970 dan langsung bergabung dengan liga. Tapi, mereka menghabiskan hampir dua dekade di tingkat ketiga, bermain melawan tim cadangan dari klub yang lebih besar. "Kami tidak pernah memenangkan apa pun," ucap Hentze.

Namun, segalanya mulai membaik pada 1986. Saat itu, klub menjuarai Divisi III. Itu adalah riak di kolam kecil sepakbola Kepulauan Faroe, meski pada akhirnya menggerakkan rangkaian peristiwa hebat, aneh, sekaligus tragis.

Pada awal 1980-an, B71 diperkuat oleh orang-orang berbakat seperti Hentze, Torbjorn Jensen, hingga dua bersaudara Roin dan Joan Petur Clemmensen. Mereka unggul kompetisi junior dan mulai masuk ke tim senior.

Setelah memenangkan Divisi III 1986, anak-anak muda B71 mengamankan gelar Divisi II 1988. Dalam kurun waktu tiga musim, klub telah muncul dari ketidakjelasan. "Tim beruntung karena memiliki pemain dari kelompok umur yang berbeda. Semuanya pemain bagus dengan karakteristik berbeda. Perpaduannya sempurna," kenang Hentze.

Saat mereka melaju ke Liga Premier Kepulauan Faroe, klub menunjuk pelatih kepala asal Polandia, Jan Kaczynski. Dia membawa serta gelandang, Piotr Krakowski, dan kiper, Wiesław Zakrzewski. Perekrutan itu berdampak besar pada perjalanan B71.  

"Ini hampir tidak pernah terjadi di Kepulauan Faroe pada saat itu. Para pemain datang langsung dari sepakbola papan atas di Polandia, yang pada saat itu tidak mengizinkan pemain untuk meninggalkan negara sebelum berusia 30 tahun. Mereka pemain berpengalaman dan mungkin masih menjadi orang asing terbaik yang bermain di Kepulauan Faroe," ungkap Hentze.

B71 memasuki musim perdana di kasta elite dengan semangat tinggi. "Kelompok pemain ini senang berlatih dan bermain bersama. Mereka hidup untuk sepakbola. Tidak ada pembicaraan tentang degradasi atau memenangkan kejuaraan. Kami hanya ingin bermain," kata Hentze.

Setelah mendapatkan hasil imbang dalam pertandingan pembukaan melawan B68 Toftir, B71 diperkirakan akan kalah saat menjalani duel kedua kontra Klaksvik Itrottarfelag. Tanpa diduga, para pemula muda itu justru menang 3-0. Selanjutnya, mereka melewati 5 pertandingan tanpa terkalahkan.

Memasuki musim panas (karena faktor cuaca, kompetisi di Kepulauan Faroe tidak digelar sama seperti negara Eropa lain dan tetap berlangsung pada Juni-Juli-Agustus), B71 tetap melanjutkan rekor impresif. Salah satunya ketika menahan imbang tanpa gol sang juara bertahan, Havnar Boltfelag. Mereka mengakhiri paruh musim tanpa kekalahan.

"Kami melihat bahwa kami dapat bersaing. Seiring waktu, kami terus menang atau seri. Kami tidak terkalahkan. Kami merasa itu mungkin (menjadi juara). Klub kecil dari Sandoy ini berada di puncak liga. Kami secara bertahap yakin kami bisa menang," beberapa Hentze.

Setelah terus berjuang, hari bersejarah tiba. Pada 24 September 1989, B71 kedatangan Havnar Boltfelag di Inni i Dal Stadium. Tim tamu memiliki misi menang sekaligus mencegah B71 mencetak sejarah juara Liga Premier.

Dengan skor imbang 2-2 di pertengahan babak kedua, B71 harus berterima kasih kepada Hentze, yang kemudian mencetak 2 gol, untuk membuat B71 mengalahkan Havnar Boltfelag 6-2. Itu kemenangan penting karena pada akhirnya mereka dinobatkan sebagai juara liga di musim perdana tanpa terkalahkan (main 18, menang 13, imbang 5, kalah 0).

"Saat itu luar biasa. Tidak hanya di Sandoy, melainkan juga untuk seluruh sepakbola Kepulauan Faroe. Itu seperti dongeng tentang tim kecil bisa naik pangkat dan kemudian, di tahun pertama mereka, memenangkan liga tanpa terkalahkan. Luar biasa. Itu dikenang selamanya," ungkap Hentze.  

Sayangnya mimpi indah itu cepat berlalu. Pada musim 1990, B71 menjalani 18 pertandingan dengan menghasilkan 4 kemenangan, 6 skor imbang, dan 8 kekalahan. Dengan hanya mendapatkan 14 poin, B71 menjadi juru kunci dan terjun bebas ke Divisi II.

"Degradasi jelas merupakan kekecewaan besar. Tapi, itu juga sangat aneh. Musim 1990 sangat ketat. Pada 1989 kami memenangkan liga dengan selisih 9 poin dari runner-up. Tapi, pada 1990, tempat teratas dan terbawah dipisahkan 10 poin," ujar Hentze.

"Seandainya kami memenangkan pertandingan terakhir tahun itu (1990), kami akan berada di posisi 3. Jika kami kalah, kami akan terdegradasi. Marginnya bagus. Juara liga satu musim dan tempat ketiga di musim berikutnya. Kedengarannya tidak terlalu buruk. Tapi, semuanya terjadi pada pertandingan terakhir dan sayangnya kami kalah," tambah Hentze.

Mengapa B71 harus mengalami takdir degradasi? "Kapten kami mengalami patah kaki pada pertandingan terakhir musim 1989. Dia absen pada 1990. Itu pukulan. Kemudian, ketika hasil tidak sesuai dengan keinginan kami, Kaczynski dipecat sebelum degradasi," pungkas Hentze.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network