Kisah Unik Saeed Al-Owairan, Gol Terbaik Abad Lalu hingga Penjara Syariah

"Saat bulan Ramadhan, Maradona dari Asia itu ketahuan polisi Syariah."

Biografi | 11 May 2021, 07:36
Kisah Unik Saeed Al-Owairan, Gol Terbaik Abad Lalu hingga Penjara Syariah

Libero.id - Saeed Al-Owairan dikenal fans internasional setelah mencetak gol indah ke gawang Belgia saat membela Arab Saudi di Piala Dunia 1994. Itu membuatnya banjir pujian, jadi superstar, dapat hadiah Roll-Royce, dan masuk penjara karena minum alkohol. Tapi, dia bisa bangkit dan sukses di lapangan hijau.

Cerita unik karier Al-Owairan dimulai di RFK Stadium, Washington DC, 9 Juni 1994, dalam suhu udara mendekati 40 derajat Celcius. Saat itu, Saudi menghadapi Belgia pada pertandingan terakhir Grup F.

Pada menit-menit awal babak pertama dan didepan 52.959 pasang mata, Al-Owairan mendapatkan dan menguasai bola di area pertahanan Saudi. Tanpa pikir panjang, dia berlari, menggiring bola, dan mengecoh lima pemain Belgia. Dia mencapai area berbahaya Belgia.

Kemudian, Al-Owairan masuk area penalti dan melakukan tendangan cepat dengan kaki kanan. Bola masuk gawang melewati kiper legendaris Belgia, Michel Preud'homme.

Gol yang dianggap mirip "Gol terbaik Piala Dunia" kreasi Diego Maradona di Meksiko 1986 saat Argentina melawan Inggris itu meloloskan The Green Falcons ke babak 16 besar. Sayangnya, pada fase knock-out itu mereka dikalahkan Swedia 1-3.

Tapi, bagi negara seperti Saudi, lolos dari fase grup, apalagi dengan dua kemenangan, seperti menjuarai Piala Dunia. Dengan sebuah gol indah yang berada di posisi 6 dalam sejarah Piala Dunia, Al-Owairan pulang ke kampung halaman dengan sambutan meriah.

Layaknya tentara Saudi yang baru saja kembali dari kemenangan di Perang Teluk melawan Irak, pasukan timnas juga dianggap pahlawan negara. Raja Fahd, yang ketika itu berkuasa di Saudi, menerima semua anggota skuad di Istana Kerajaan. Bonus besar diberikan, termasuk sebuah mobil mewah Roll-Royce khusus untuk Al-Owairan.

"Karena gol itu membuat saya menjadi sorotan. Semua orang fokus pada saya. Dalam beberapa hal itu luar biasa. Di sisi lain itu mengerikan. Saya telah melihat gol itu, mungkin 1.000 kali sekarang, dan sejujurnya saya muak dengan itu," kata Al-Owairan di situs resmi FIFA pada 2017.

Apa yang ditakuti Al-Owairan terbukti pada 1996. Kehidupan Al-Owairan berubah drastis. Dia bergaya kebarat-baratan dengan pakaian, minuman, maupun gaya hidup yang melanggar hukum syariah di Saudi.

"Semua orang di Arab Saudi harus berperilaku sesuai dengan hukum agama dan pemerintah. Jadi, sangat penting bagi bintang untuk berperilaku. Bintang adalah orang yang selalu diikuti, orang yang harus memberikan contoh yang baik, sehingga semua orang dapat mengikutinya dengan cara yang baik," kata Manajer timnas pada Piala Dunia 1998, Ahmed Eid Saad Alharbi, dikutip New York Times.

Ada dua insiden penting setelah Piala Dunia 1994 yang mengubah jalan hidup Al-Owairan. Pertama, dia meninggalkan klub lokalnya, Al Shabab, tanpa izin untuk terbang ke Casablanca di Maroko selama dua minggu. Di sana, dia beristirahat dan rekreasi. Itu memberinya denda dan peringatan dari klub.

Pelanggaran kedua dan yang lebih serius dilaporkan terjadi selama Ramadhan. Saat itu, dia kedapatan sedang minum alkohol dan berpesta dengan beberapa teman, termasuk wanita-wanita bukan Saudi. Aksi Al-Owairan ketahuan Polisi Syariah. Kali ini tidak ada peringatan.

"Saya memang pernah bersama beberapa teman. Tapi, orang-orang terlalu membesar-besarkannya karena ketenaran saya," ucap Al-Owairan.

Akibat insiden itu, Al-Owairan dilarang bermain sepakbola selama satu tahun. Dia dicoret dari skuad Piala Asia 1996, yang juara di Uni Emirat Arab (UEA). Yang paling parah adalah dia menghabiskan waktunya di penjara.

"Itu tidak seperti penjara. Itu pusat penahanan. Saya ditahan untuk diinterogasi selama beberapa minggu," ungkap pria kelahiran Riyadh, 19 Agustus 1967, itu.

Al-Owairan menyebut ditahan tanpa pengadilan selama enam bulan. "Saya pikir itu sedikit lebih lama dari enam bulan. Tapi, dia diberi kebebasan besar dengan hak berkunjungnya. Dia punya teman dan keluarga yang datang mengunjunginya secara teratur," kata Alharbi.

Sebagai pemain sepakbola, Al-Owairan berlatih sendirian selama penahanan itu. Dia kemudian bermain sepakbola lagi setelah dibebaskan. Tapi, dia hanya bisa bermain di liga bersama Al Shabab. Dia hanya boleh melihat rekan-rekannya berjuang di Kualifikasi Piala Dunia 1998.

"Dilarang (bermain) satu tahun adalah hukuman terburuk yang saya dapatkan. Saya merasa jauh lebih buruk ketika saya menyaksikan tim nasional bermain. Saya ingin bersama mereka, karena saya yakin peran saya ada bersama mereka," beber Al-Owairan.

Keberuntungan akhirnya menyapa Al-Owairan setelah absen dua tahun. Dia kembali saat Saudi mewakili Asia di Piala Konfederasi 1997. Saat itu, dia sudah berusia 30 tahun dan tampi tiga kali di fase grup ketika Saudi hanya menjadi juru kunci di belakang Brasil, Australia, dan Meksiko.

Al-Owairan juga kembali masuk skuad utama Saudi di Piala Dunia 1998. Saat itu, The Green Falcon dilatih Carlos Alberto Parreira. Tapi, setelah menderita kekalahan dua kekalahan pada dua pertandingan awal, pelatih juara Piala Dunia 1994 bersama Brasil itu digantikan Mohammed Al-Kharashy.

Tapi, sebelum pergi, Perreira punya kesan positif terhadap perubahan sikap Al-Owairan. "Dia sudah kembali dan bekerja sangat keras. Situasinya membaik. Mereka mengatakan kepada saya bahwa dia sangat gemuk. Tapi, dia tidak kelebihan berat badan. Dia hanya perlu dalam kondisi yang baik, yang merupakan masalah yang sangat berbeda," ujar Perreira saat mengumumkan skuad utama.

Parreira sangat menyadari bahwa Piala Dunia adalah masalah serius di Saudi. Semua yang berkaitan dengan timnas ditentukan oleh pemerintah. Bahkan, apakah dirinya bisa memanggil Al-Owairan lagi atau tidak, sangat tergantung izin pemerintah.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network