Kontroversi Coca-Cola di Euro 2020, Murni Penolakan atau Strategi Marketing?

"Apapun yang terjadi di lapangan, hanya Coca-Cola yang dibicarakan orang. Cerdas!"

Analisis | 19 June 2021, 12:34
Kontroversi Coca-Cola di Euro 2020, Murni Penolakan atau Strategi Marketing?

Libero.id - Pada Piala Dunia 1970, sepatu Pele karya Puma jadi pembicarakaan berkat strategi marketing kelas dewa. Kini, di Euro 2020, Coca-Cola tema utamanya. "Gara-gara" Cristiano Ronaldo, produk minuman asal Amerika Serikat itu lebih populer dibanding hasil pertandingan.

Ketika CR7 menyingkirkan dua botol minuman bersoda itu saat sesi konferensi pers dan mengantinya dengan air mineral, sorot kamera mengarah ke momen tersebut. Apalagi, beberapa pemain mengikutinya. Konon, saham Coca-Cola sempat anjlok.

Sebagai bagian dari kontra aksi, Andriy Yarmolenko dari Ukraina melakukan hal yang sebaliknya. Dia meminta Coca-Cola menghubunginya. Begitu pula Heineken. Sambil bercanda dia siap jika dijadikan brand ambasador atau model iklan kedua produk internasional tersebut.

Langkah itu kemudian diikuti Pelatih Rusia, Stanislav Cherchesov. Selepas laga melawan Finlandia, dia duduk di meja konferensi pers. Tapi, berbeda dengan Yarmolenko yang berbicara meminta perhatian Coca-Cola, Cherchesov hanya diam, duduk manis menanti dimulainya sesi, dan membuka botol. Dia meminumnya dengan santai.

Beberapa jam setelah Cherchesov, kejadian yang sama juga terjadi di Copenhagen ketika Belgia baru saja mengalahkan Denmark. Aktornya, penyerang tengah andalan Inter Milan dan Belgia, Romelu Lukaku.

Lukaku melaklukan hal yang sama dengan Yarmolenko. Dengan penuh percaya diri dia mengusulkan kolaborasi kepada Coca-Cola. "Silakan hubungi manajer saya supaya kita bisa berkolaborasi," kata Lukaku di depan media sambil tertawa terbahak-bawak.

Uniknya, entah disengaja atau kebetulan, semua kejadian itu didokumentasikan dengan baik dan langsung menyebar di media sosial dengan sangat cepat. Media-media konvensional kemudian juga menayangkan dan menjadikannya topik utama pemberitaan. Seolah-olah mengalahkan hasil pertandingan itu sendiri.


Sepakbola butuh sponsor agar tetap eksis

Jadi, apa yang sebenarnya terjadi? Ada banyak kemungkinan. Pertama, murni kampanye kesehatan untuk menghindari mengkonsumsi minuman yang mengandung kadar gula tinggi, yang bisa menyebabkan obesitas.

Namun, jika melihat orang-orang yang terlibat adalah pesepakbola profesional, kemungkinan itu kecil. Bukankah selama bertahun-tahun mereka mengeruk uang dari sponsor pertandingan seperti Coca-Cola, Heineken, hingga rumah judi seperti William Hills?

Tanpa uang dari sponsor, mustahil akan muncul pemain sepakbola bernama Ronaldo atau Pogba. Sebab, tidak mungkin pemerintah menggelontorkan dana untuk sepakbola profesional.

"Ada banyak sponsor dalam olahraga yang memberi dampak positif dari uang yang mereka berikan. Di negara kita membutuhkan banyak investasi dan tanpa beberapa perusahaan itu, sangat sulit untuk tersedianya semua fasilitas yang kita butuhkan," kata pelatih Inggris, Gareth Southgate, dalam sesi konferensi pers sebelum jumpa Skotlandia.

"Kami sadar kasus obesitas dan masalah kesehatan lain di negara kami. Tapi, semuanya itu dapat dihindari jika kita tidak mengkonsumsinya berlebihan. Apa pun yang kita lakukan dalam takaran yang cukup akan jarang menjadi masalah," tambah Southgate.

Karena itu, sebagian orang berpendapat bawah yang terjadi dengan Coca-Cola di Euro 2020 sebenarnya merupakan bisnis. Ini bagian dari strategi marketing Coca-Coca agar tetap eksis di panggung utama.

Teori pertama menyatakan, dengan kehadiran penonton di pertandingan yang dibatasi, otomatis Coca-Coca, Heineken, dan produk konsumsi lain kesulitan memasarkan produk di stadion maupun area-area publik selama turnamen.

Dalam kondisi normal, ribuan orang yang berkumpul di musim panas adalah target potensial bagi penjualan produk minuman. Tapi, dalam situasi pandemi Covid-19, banyak orang tinggal di rumah. Coca-Coca kehilangan pemasukan langsung dari kehadiran sponsor sehingga membutuhkan strategi pemasaran baru yang diingat orang untuk waktu lama.

Teori kedua menyatakan bisa saja apa yang dilakukan Ronaldo, Pogba, dan beberapa pemain lain merupakan "pesanan sponsor". Maksudnya, pesaing-pemaing bisnis Coca-Cola seperti Pepsi, Big Cola, atau perusahaan air mineral macam Vit, Agua, sengaja meminta Ronaldo untuk melakukannya. Tentu saja ada imbalan uang yang fantastis.


Tampil di media adalah kunci penjualan produk

Secara tradisional prinsip marketing dikenal dengan 4P, yaitu Product, Price, Placedan, Promotion.  Lalu ada tiga komponen "P" yang ditambah, yaitu People, Positioning, Packaging.

"Product" adalah barang atau jasa yang dibuat dan ditawarkan kepada konsumen "Price" adalah sejumlah nilai yang harus dikeluarkan konsumen untuk mendapatkan barang atau jasa yang ditawarkan. "Place" adalah usaha yang dilakukan untuk mendistribusikan barang dan jasa kepada konsumen. "Promotion" adalah usaha mengkomunikasikan produk dan jasa yang ditawarkan kepada masyarakat target pasar.

Secara modern prinsip marketing didefinisikan oleh American Marketing Associaton sebagai kegiatan dan proses dalam menciptakan (creating), mengomunikasikan (communicating), mendistribusikan (delivering), dan memperdagangkan (exchanging). 

Marketing bukan hasil, melainkan proses. Setiap komponen tidak berdiri sendiri. Semua harus diintegrasikan untuk menghasilkan sebuah nilai yang dapat dinikmati oleh konsumen. Nilai ini memang diciptakan oleh perusahaan. Tapi, pada akhirnya yang menentukan nilai adalah konsumen itu sendiri.

Agar sukses, sebuah perusahaan melakukan kegiatan pemasaran menggunakan seluruh komponen, mulai dari perencanaan sampai dengan eksekusi. Sebab, bagian tersulit dari proses ini adalah mengintegrasikan dan menyelaraskannya dalam sebuah strategi besar pemasaran.

Dalam konteks Coca-Cola di Euro 2020, aksi Ronaldo justru membuat produk minuman bersoda itu tetap menjadi tema utama pemberitaan. Itu poin plus! 

Tentang kerugian atau keuntungan finansial yang didapat dari penjualan produk, baru bisa dihitung setelah kompetisi selesai. Laporan dari seluruh dunia dibutuhkan untuk menghitung apakah penjualan Coca-Coca meningkat atau turun. Jika naik, mereka harus berterima kasih pada Ronaldo. Jika turun, CR7 harus disalahkan.

Lalu, bagaimana dengan nilai saham yang turun. Itu juga bisa menjadi strategi bisnis lain dalamn konteks pasar modal. Ada kemungkinan saham sengaja dibuat murah sebelum dibeli kembali dan kemudian naik sehingga untung besar. Hal seperti ini bukan rahasia di bursa efek di seluruh dunia.

(andri ananto/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 100%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network