Analisis Grup A Euro 2020, Bukti Bale Masih World Class

"Bale masih layak disebut sebagai pemain kelas dunia"

Analisis | 19 June 2021, 15:37
Analisis Grup A Euro 2020, Bukti Bale Masih World Class

Libero.id - Italia telah mengamankan tiket mereka ke babak 16 besar di Euro 2020 setelah mengalahkan Swiss, sementara Wales telah memastikan tempat mereka di sistem gugur dengan kemenangan yang lebih menegangkan atas Turki di Grup A. Meskipun menang namun perlu diakui bersama bahwa Wales sempat kelimpungan menghadapi Turki, kemenangan 2-0 atas Turki di Baku, dengan gol-gol dari Aaron Ramsey dan Connor Roberts membuat Gareth Bale dinilai gagal menunjukkan perdorma terbaiknya di Euro 2020, bahkan dia gagal mengeksekusi penalti pada menit ke-60. Namun superstar andalan Real Madrid tersebut menebusnya dengan memberikan kedua assist lahirnya gol kemenangan Wales pada malam itu.

Italia kemudian mengikutinya, memastikan tempat mereka di babak sistem gugur dengan kemenangan telak 3-0 atas Swiss, di mana Manuel Locatelli mencetak dua gol, Ciro Immobile menambah golnya, dan pasukan Roberto Mancini melanjutkan status mereka sebagai salah satu tim paling mematikan di kompetisi Euro 2020.

Sebuah hal yang cukup unik untuk mmebahas lebih jauh mengenai kondisi Gerath Bale sejauh ini, bagaimanapun dia adalah superstar sepakbola kelas elit perwakilan dari Wales. Masihkan Bale dalam kualitas elitnya, berikut ulasannya:

1.Performa kelas dunia Gareth Bale

Banyak yang bisa dikatakan tentang musim Bale menjelang Euro 2020, tetapi 'sukses gemilang' tidak akan menjadi slogan pilihan untuk dirinya saat ini. Beberapa penggemar Spurs mungkin berpendapat bahwa dia lebih Hyde daripada Jekyll karena dia membutuhkan banyak waktu untuk kembali ke performa terbaiknya, tetapi kembalinya 16 gol dalam 34 pertandingan tentu memberikan gambaran yang meyakinkan, bahwa Bale telah bangkit kembali. Dengan kerja kerasnya, dia ahirnya sukses menyelesaikan musim 2020/21 dengan rasio gol per 90 menit tertinggi di level papan atas dunia sepakbola selama di Real Madrid, rasionya bahkan mencapai 1,07.

Bale memanglah tidak se-mematikan dulu saat masih bertugas di Spurs, namun dunia perlu menilainya lebih objektif. Sebab pada level klub ataupun Internasional Bale tetap menunjukkan kontribusi yang sangat luar biasa meskipun minim torehan gol. Dia memang tidak ikut mencetak gol untuk Wales sejauh ini, namun assist brikiannya sukses membawa Wales melewati sistem gugur di fase group.

Madridista yang tidak menyukainya perlu lebih objektif menilainya, Bale bahkan bisa memiliki hat-trick assist di babak pertama jika Ramsey sedikit lebih tenang di depan Ugurcan Cakir, Bale yag sekarang tetaplah Bale yang terbaik. kualitas operan, visi, dan keberanian untuk mengeksekusi operan yang membelah pertahanan membuat pertahanan Turki porak-poranda termasuk Caglar Soyuncu semuanya seperti sekarat menghadapi umpan dari Gerath Bale yang begitu terukur.

Kualitas kemampuannya sebagai playmaker telah memuncak di dengan menciptakan assist brikian yang sukses membawa lima peluang besar di Euro 2020. Untuk konteksnya, yang paling banyak tercipta di Euro 2016 adalah lima , dan lucunya, itu diberikan oleh Ramsey. Hampir terasa tidak adil untuk membahas kegagalan penalti Bale, seperti pengaruhnya pada kontes ini, belum lagi memenangkan pelanggaran untuk tendangan penalti itu sendiri, tetapi pada akhirnya terbukti tetap ada cacat kecil pada tampilan yang hampir sempurna.

2.Mengingatkan pada Craig Bellamy
Bale bukan satu-satunya gelandang sayap yang menarik perhatian di Azerbaijan. Speedster Manchester United, Daniel Owen James adalah pemain yang sukses menggabungkan kecepatan dan kecerdasan untuk membuat dirinya dinilai ahli di posisi sayap, menghasilkan kinerja yang mengingatkan pada Craig Bellamy di masa kejayaannya menurut pemain internasional Wales yang bermain 43 kali, Neil Taylor.

Selama analisis paruh waktu BBC dari 45 menit pembukaan, Taylor membedah kinerja James, yang benar-benar tampil ke depan setelah kinerja yang agak tenang di laga pembuka Wales saat melawan Swiss. Wales begitu beruntung memiliki James, dia adalah katalis untuk serangan balik, berlari ke sana kemari di pinggir lapangan dan membuktikan ancaman mutlak bagi full-back Turki.

Ketika Wales membutuhkan jeda dan kelegaan, James akan turun tangan dan membuat rekan satu timnya berlaga dengan dengan lebih tenang di lapangan terlebih ketika Wales tidak dalam kondisi prima, James begitu diandalakan oleh rekan setimnya, dia punya kecepatan yang luar biasa ketika Wales membutuhkan pemain yang piawai membawa bola untuk menerobos jantung pertahanan lawan, James selalu tampil impresif dengan kehebatan penguasaan bola dan penerimaan umpan.

Nafsunya yang tak terpuaskan untuk memporak-porandakan jantung pertahanan Turki, terlihat jelas dari energi dan semangat yang meresap melalui pemain yamg berjuluk The Dragon Robber tersebut. Pemain berusia 23 tahun itu mungkin bukan pemain utama yang memperlihatkan performa yang konsisten di Manchester United, tetapi apa yang mungkin kurang dalam keahlian kreatif Bruno Fernandes, James lebih dari sekadar cukup untuk menutupi kekurangannya tersebut, stamina, dan daya tahannya, Tak jarang membuat Zeki Celik dan Umut Meras terlihat pincang mengimbanginya, seolah berjalan di atas lantai yang licin. Sebuah kinerja dengan kualitas terbaik dari seorang James.

3.Kembalinya Italia
Kepemimpinan Gian Piero Ventura yang bernasib buruk kini tampak seperti noda di atas kaca yang bersih bagi Roberto Mancini. Italia, yang gagal lolos ke Piala Dunia 2018, perlahan tapi pasti bangkit dari periode penuh gejolaknya, capaian memuaskan terjadi karena mereka bermain sangat bagus di bawah mantan manajer Manchester City tersebut.

Trisula lini tengah Manuel Locatelli, Jorginho dan Nicolo Barella bisa dibilang yang paling seimbang di turnamen, sementara Lorenzo Insigne membawa improvisasi dan ketidakpastian ke garis depan, Ciro Immobile membuktikan kuakitas diirnya dengan mencetak gol, dan Gianluigi Donnarumma kehadiran sukses menciptakan pertahanan yang kokoh bagi Gli Azzuri (Italia belum kebobolan dalam 10 pertandingan berturut-turut sekarang).

Saat melawan Swiss, Italia berada di atas angin, sepanjang pertandingan tim berjukuk Gil Azzuri tersebut sibuk membom-bardir pertahanan Swiss, melakukan permainan dengan arogansi yang hampir meremehkan, sebab penguasaan bola yang hampir secara penuh dimiliki tim asuhan Mancini tersebut. Permainanya sangat berirama dan brilian untuk ditonton. Gli Azzurri mulai kembali ke performa terbaik mereka, dan tentu saja berpeluang besar membawa gelar juara musim panas ini di Euro 2020.

4.Locatelli: Dari master operan hingga pencetak gol
Anda tidak sepenuhnya benar jika berpikir bahwa pengatur tempo di skuat Italia adalah Jorginho, seorang pemain yang juga melakukan peran menjaga tempo permainan tim di Chelsea, tetapi Manuel Locatelli bisa dibilang metronom yang lebih dihormati, setelah mencatatkan 2.749 operan yang mengejutkan  di Serie A musim ini, sebuah rekor besar dari seorang pesepakbola.

Pemain berusia 23 tahun itu tentu tidak diharapkan menjadi orang yang dituju untuk mencetak gol di sepertiga akhir pertandingan. Perannya, bersama Jorginho, adalah untuk membentuk poros keseimbangan di tengah lapangan, menghubungkan titik-titik permainan tim dan menjaga kecepatan permainan untuk kepentingan tim. Namun, malam ini, dia mengabaikan hambatan menyerangnya.

Setelah gol pembuka Giorgio Chiellini dianulir setelah berkonsultasi dengan VAR, Locatelli mengambil inisiatif dan mengambil tindakan sendiri. Menutup pergerakan Italia yang luar biasa, Locatelli menyerang ke depan dan memanfaatkan umpan dari Domenico Berardi.

Setelah dinilai cukup berhasil di kualifikasi Piala Dunia bulan pada Maret lalu, Locatelli telah menambahkan bintang emas lain ke CV internasionalnya, sementara dia juga menjadi pencetak gol termuda di Euro 2020 sejauh ini. Dia swngaja dibawa untuk menciptakan operan kelas elit di tim, meski ia menentang tugasnya tersebut, dia tetap tampil gemilang dengan yang kedua memaatikan keunggulan Gil Azzuri pada pertandingan yang mengesankan.

5.Kegagalan Besar Turki
Turki memasuki turnamen dengan harapan tinggi: mereka adalah tim terakhir yang mengalahkan Prancis dalam pertandingan kompetitif sepak bola internasional — Juni 2019 — sementara mereka kebobolan gol paling sedikit bersama di kualifikasi Euro 2020. Namun, mereka sama sekali tidak memiliki kualitas elit yang harus ditawarkan oleh kumpulan bakat mereka.

Kemitraan bek tengah Caglar Soyuncu dan Merih Demiral adalah impian manajer, sementara Hakan Calhanoglu menciptakan peluang paling banyak dari pemain mana pun di lima liga top Eropa pada 2020/21 (98) di depan Bruno Fernandes dan Thomas Muller dan Burak Yilmaz menginspirasi Lille untuk meraih gelar juara Ligue 1.

Namun, Senol Gunes tidak dapat menemukan formula kemenangan, dengan Turki tampak terputus-putus dan tidak praktis. Melawan Italia mereka bermain dalam performa terburuknya, sementara dalam pertarungan dengan Wales mereka hampir tidak mengancam sama sekali, meski sempat menunjukkan perlawanan intens di babak pertama dan beberapa peluang bola mati. Sejauh ini mereka telah kebobolan lima gol dan tidak mampu mencetak gol sama sekali.

(muhammad alkautsar/muf)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network