Melaju ke Fase Knock-out, Portugal Batal Ikut Jejak 5 Juara Bertahan ini

"Portugal akhirnya melaju ke babak 16 besar dan akan bertemu tim kuat lainnya, Belgia. Sial!"

Feature | 24 June 2021, 04:16
Melaju ke Fase Knock-out, Portugal Batal Ikut Jejak 5 Juara Bertahan ini

Libero.id - Portugal akhirnya melaju ke babak 16 besar Euro 2020 setelah bermain imbang 2-2 dengan Prancis. Sang juara bertahan lolos dengan status sebagai salah satu peringkat 3 terbaik dan akan bertemu Belgia di Sevilla, Senin (28/6/2021) dini hari WIB.

Mereka sekarang duduk di peringkat 3 dengan empat poin hasil dari kemenangan melawan Hungaria, kekalahan dari Jerman, dan imbang dengan Prancis. Meski Jerman ditahan imbang Hungaria sehingga memiliki empat poin, Portugal kalah head to head.

Keberhasilan ini tentu saja disambut meriah suporter. Itu artinya, Portugal memiliki kesempatan mempertahankan trofi juara yang didapatkan 5 tahun lalu di Stade de France, Saint Denis. Saat itu, mereka mengalahkan Prancis di depan ribuan suporter fanatiknya.

Tapi, yang paling penting adalah Portugal tidak mengikuti jejak 5 juara bertahan yang gagal secara memalukan di fase grup. Siapa saja mereka, berikut ini daftarnya:


1. Jerman Barat (1984)

Tidak ada pembahasan tentang peringkat ketiga terbaik di Euro 1984. Pada Euro edisi tersebut, hanya terdiri dari delapan kontestan yang terbagi dalam dua grup dengan dua tim teratas tiap grup lolos ke semifinal.

Babak grup itu menjadi tujuh hari yang menyedihkan bagi pemegang sang pemilik trofi sebelumnya. Jerman Barat memulai dengan kebuntuan tanpa gol saat melawan Portugal di Strasbourg sebelum pindah ke Lens. Dua gol Rudi Voeller membuat tim Jupp Derwell meraih kemenangan 2-1 atas Rumania.

Sang juara bertahan hanya membutuhkan satu poin dari pertandingan grup terakhir melawan Spanyol di Paris untuk mengamankan satu tempat di semifinal. Mereka tampak ada di jalur tersebut sampai akhirnya pemain Spanyol, Antonio Maceda, berhasil mencetak gol kemenangan melalui sebuah sundulan pada menit 90.

Spanyol berhasil mengalahkan Denmark di semifinal melalui adu pinalti, hingga kemudian dikalahkan Prancis di final. Sebagai konsekuensi atas gagalnya Jerman Barat di Euro 1984, Asosiasi Sepakbola Jerman (DFB) memecat Derwell dan menggantikannya Franz Beckenbauer.


2. Prancis (1988)

Prancis berhasil menjadi juara Euro 1984 seusai mengalahkan Spanyol di final. Selain menjadi juara, pemain mereka, Michel Platini, juga berhasil menjadi top skorer dengan 9 gol.

Namun, di Euro 1988, Prancis harus mengikuti turnamen tanpa Platini, yang pensiun setahun sebelumnya. Alhasil, pada Euro edisi tersebut Prancis menjadi pemegang gelar ketiga dalam sejarah Euro yang gagal lolos fase grup dalam upayanya mempertahankan mahkota juara.

Lebih menyedihkan lagi, Prancis sebenarnya tidak tampil pada putaran final Euro 1988. Sebab, peraturan UEFA saat itu, tim yang bermain di putaran final Euro adalah tim yang menjadi juara grup saat kualifikasi. Sementara tim asuhan Henri Michel hanya finish ketiga di belakang Jerman Timur dan Uni Soviet dengan hanya memenangkan satu dari delapan pertandingan di kualifikasi.

Jabatan Michel sebagai pelatih dipertahankan. Tapi, pada Oktober 1988 dia dipaksa mundur setelah hasil imbang pada Kualifikasi Piala Dunia 1990 melawan Siprus. Kemudian, Platini diberi tugas untuk mengambil alih sebagai pelatih Les Bleus.


3. Denmark (1996)

Performa Denmark di Euro 1996 mungkin merupakan performa yang berbalik 180 derajat dengan kualitas mereka saat meraih kemenangan menakjubkan pada Euro 1992. Ketika itu, Denmark menjadi peserta pengganti di menit-menit akhir setelah Yugoslavia dilanda perang.

Denmark masih menjadi negara dengan peringkat tertinggi di Grup D saat itu. Mereka harus bersaing dengan Portugal, Turki, dan Kroasia.

Peter Schmeichel dinobatkan sebagai man of the match dalam pertandingan pembuka melawan Portugal di Hillsborough, Sheffield. Tapi, pada pertandingan kedua, kiper Manchester United itu harus mengakui keunggulan Kroasia seusai Davor Suker berhasil mencetak dua dari tiga gol Kroasia.

Denmark memasuki pertandingan terakhir mereka dengan mempertahankan harapan untuk mencapai fase berikutnya. Tapi, kemenangan 3-0 atas Turki menjadi sia-sia karena kemenangan 3-0 Portugal atas Kroasia. Portugal tampil sebagai juara grup dengan 7 poin, ditemani Kroasia di posisi kedua dengan 6 poin.

Artinya, Denmark gagal lanjut ke sistem gugur karena hanya berhasil mengoleksi 4 poin dari kemenangan melawan Turki dan hasil imbang dengan Portugal.


4. Yunani (2008)

Hal yang sama juga dialami oleh Yunani pada Euro 2008. Penampilan mereka di Austria-Swiss jauh lebih sesuai dengan harapan daripada kemenangan mengejutkan mereka di Portugal empat tahun sebelumnya.

Seperti Denmark, Yunani berada di peringkat 11 dunia ketika datang ke Pengunungan Alpen untuk mempertahankan gelar. Tapi, mereka justru menyelesaikan turnamen sebagai tim terburuk.

Yunani kalah dari Swedia dan Rusia dalam dua pertandingan pembukaan. Setidaknya mereka berhasil mencetak gol saat melawan Spanyol yang memainkan tim kedua karena telah dipastikan lolos ke babak gugur. Tapi, Spanyol yang diakhir kompetisi berhasil menjuarai turnamen, mengirim Yunani pulang tanpa poin dengan skor akhir 2-1. 


5. Jerman (2000)

Jerman cukup berantakan pada saat pergantian milenium. Mereka berjuang untuk menemukan pelatih yang tepat setelah Berti Vogts pensiun pada 1998. Hingga kemudian posisi itu diambil alih Erich Ribbeck, yang berusia 61 tahun. Dia sebenarnya sudah dikaitkan dengan Der Panzer sejak dua dekade sebelumnya.

Ada keraguan yang terlihat saat Jerman membawa bakat baru pada turnamen yang berlangsung di Belgia dan Belanda itu. 

Jerman memulai dengan hasil imbang 1-1 saat bertemu Rumania sebelum akhirnya kalah 0-1 dari Inggris yang diasuh oleh Kevin Keegan. Hanya satu poin dari dua pertandingan pembukaan mereka membuat nasib Jerman di luar kendali, dan benar saja sang juara bertahan gagal melakukan tugas mereka.

Mereka dengan kejam dihancurkan Portugal yang memainkan pemain lapis kedua untuk mengistirahatkan pemain utamanya menghadapi fase berikutnya. Jerman harus berkemas setelah penampilan terburuk mereka di turnamen besar sejak Perang Dunia II. Belum pernah sebelumnya mereka gagal memenangkan satu pertandingan pun di putaran final kejuaraan Eropa.

Rasa malu itu mendorong pengunduran diri Ribbeck sekaligus menjadi evaluasi besar sepakbola Jerman untuk melakukan restrukturisasi massal dan investasi besar dalam mengembangkan bakat muda.

(diaz alvioriki/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network