Kisah Philip Mulryne, Pemain MU Seangkatan Solskjaer Kini Jadi Pastor

"Dulu main bareng Solskjaer. Ketika Ole melatih MU, Mulryne justru menjadi pastor."

Feature | 09 August 2021, 16:07
Kisah Philip Mulryne, Pemain MU Seangkatan Solskjaer Kini Jadi Pastor

Libero.id - Seorang mantan pemain Manchester United telah bergabung dengan Gereja Katolik Roma. Bukan bekerja untuk mengisi waktu luang setelah gantung sepatu, melainkan menyerahkan hidupnya untuk melayani umat sebagai imam.

Philip Patrick Stephen Mulryne lahir di Belfast, Irlandia Utara, 1 Januari 1978. Dia memulai karier sebagai pemain di akademi The Red Devils pada 1994. Mulryne berada di tim pemenang FA Youth Cup 1994/1995. Tim yang dikapteni Phil Neville tersebut mengalahkan Tottenham Hotspur di final lewat adu penalti.

Berkat penampilan di tim junior, Mulryne mendapat kesempatan bermain di skuad utama. Sir Alex Ferguson memanggil Mulryne pada awal musim 1996/1997. Dia berposisi sebagai striker, gelandang serang, atau sayap kanan.

Sayang, pada era tersebut, posisi itu dimonopoli oleh pemain-pemain hebat seperti David Beckham, Nicky Butt, Paul Scholes, Andy Cole, hingga Ole Gunnar Solskjaer. Itu membuat Mulryne hanya mendapatkan kesempatan bermain beberapa kali di tim utama dalam lima musim.

Satu-satunya penampilan liga untuk MU datang pada hari terakhir musim 1997/1998 saat bermain 90 menit melawan Barnsley. Akibatnya, Mulryne bergabung dengan Norwich City seharga 500.000 pounds pada 25 Maret 1999 dengan harapan mendapatkan lebih banyak peluang di tim utama.


Cemerlang dan redup selama di Norwich

Keputusan membela The Canaries ternyata tepat. Karier Mulryne cemerlang. Saat itu, dia menerima bayaran 10.000 pounds. Kehidupannya glamor. Dia punya mobil mewah dan menghabiskan liburan mewah di berbagai tempat terbaik di dunia. Mulryne juga berkencan dengan model top, Nicole Chapman.

Tapi, perlahan dan pasti, karier Mulryne mulai meredup oleh serentetan cedera. Dia kehilangan status pemain utama Norwich. Kemudian, panggilan ke tim nasional Irlandia Utara juga mulai jarang didapat. Akhirnya, Mulryne mengambil keputusan gantung sepatu.

Setelah pensiun dini, Mulryne masih memiliki kehidupan glamor. Dia segera beralih profesi menjadi komentator sepakbola di televisi. Dia juga ikut berbisnis sebagai pengembang properti.

"Saya tidak suka ornamen menjadi pesepakbola. Uang, klub malam, dan perhatian wanita. Meski itu baik-baik saja untuk sementara waktu, ketika saya mencapai usia akhir 20 tahunan akhir, saya mulai merasa sangat tidak puas. Saya menyukai permainannya, menyukai pelatihannya. Gaya hidup memberi saya kesenangan, tapi tidak ada yang abadi," kata Mulryne, dilansir The Times.

"Saya membeli tiga atau empat mobil setahun karena saya bosan dan selalu menginginkan lebih. Begitu juga dengan pakaian dan rumah. Saya mulai bertanya pada diri sendiri, 'Mengapa saya melakukan ini?' Dan, pada dasarnya, jawabannya adalah tidak ada yang pernah cukup," tambah Mulryne.

Kehidupan Glamor pada akhirnya menjerumuskan Mulryne. Dia pertama kali merasa hampa saat berhenti bermain pada 2009. Dia kembali ke Irlandia Utara selama satu tahun, dengan tujuan untuk kembali ke Inggris dan mencari klub lain setelah istirahat sejenak. Tapi, itu tidak pernah terwujud.

"Saya memiliki karier yang luar biasa sebagai pesepakbola. Karier saya dicita-citakan banyak pemuda. Dalam proses mewujudkan mimpi itu, di usia 20-an, saya mulai merasa ada kekosongan dalam cara saya menjalani hidup. Saya selalu gelisah, lahir dari kenyataan bahwa saya pikir cara hidup ini dimaksudkan untuk membuat saya bahagia," ungkap Mulryne.

Hidup bergelimang uang, pesta hampir setiap malam, berkencan dengan banyak wanita cantik, pada akhirnya Mulryne mengalami kebangkrutan. Karier di sepakbola berakhir karena cedera. Jalan setelah pensiun dengan menjadi komentator dan berbisnis tidak mulus.

Lalu, lewat sebuah perenungan dan kontemplasi mendalam, Mulryne akhirnya sampai pada kesimpulan untuk memutuskan putar haluan. "Saya mulai bertanya lebih dalam. Identitas saya terperangkap sebagai pesepakbola dan di luar itu, saya tidak benar-benar tahu siapa saya," ucap Mulryne.

"Saya kemudian mengambil keputusan radikal pada 2009. Saya akan mengambil satu tahun dari sepakbola dan kembali ke Irlandia Utara. Selama tahun itu saya menemukan panggilan sejati saya dan iman saya lagi," tambah Mulryne.


Masuk seminari untuk jadi pemimpin umat

Pada 2009 dalam usia 31 tahun, Mulryne memulai formasi untuk imamat Katolik Roma. Dia diundang untuk masuk imamat oleh Monsinyur Noel Treanor, Uskup Down and Connor, Irlandia Utara. Dia awalnya berniat menjadi imam sekuler dan masuk Seminari Saint Malachy, Belfast, Keuskupan Agung Down and Connor.

Mulryne belajar filsafat selama dua tahun di Queen's University Belfast. Dia kemudian pindah ke Pontifical Irish College di Roma dan belajar teologi di Universitas Kepausan Gregorian.

Setelah merasakan panggilan hidup religius selama studinya, Mulryne memasuki novisiat Ordo Pengkhotbah (Dominika) pada 2012. Lalu, pada 11 September 2016, dia membuat profesinya menjadi biarawan Dominikan di Biara Saviour's Priory, Dublin, Republik Irlandia.

Pada 29 Oktober 2016, Mulryne ditahbiskan menjadi diakon oleh Diarmuid Martin, Uskup Agung Dublin. Lalu, pada 8 Juli 2017, dia ditahbiskan menjadi imam oleh Uskup Agung Joseph Augustine Di Noia OP di St Savior's Priory. Kemudian, da memimpin misa pertamanya pada 10 Juli 2017 di Gereja St Oliver Plunkett, Belfast.

Pelayanan Mulryne sebagai imam terus berlanjut. Sejak 2019, dia ditempatkan di Gereja St Mary's Priory, Pope's Quay di Cork sebagai master pemula. St Mary's adalah Rumah Novisiat untuk Provinsi Dominikan Irlandia. Dia masih di sana sampai sekarang.

(mochamad rahmatul haq/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network