Kisah Michael Knighton, Pengusaha Lokal yang Hampir Memiliki Man United

"Dianggap pembohong, tapi idenya justru mengubah MU menjadi klub kaya dunia. Kok, bisa?"

Biografi | 23 August 2021, 14:52
Kisah Michael Knighton, Pengusaha Lokal yang Hampir Memiliki Man United

Libero.id - Hampir dua dekade sebelum keluarga Glazer menguasai mayoritas saham Manchester United (MU), The Red Devils sebenarnya nyaris dimiliki pengusaha lokal Inggris yang punya CV sebagai mantan pemain sepakbola. Dia adalah Michael Knighton, lulusan Coventry City.

Pada 19 Agustus 1989, seorang pria berusia 37 tahun berjalan ke lapangan Old Trafford sebelum pertandingan perdana musim 1989/1990. Itu adalah perkenalan sempurna calon pemilik baru MU kepada suporternya.

Ketika itu, Knighton membawa bola dengan dribelnya sebelum menembakkannya ke gawang yang kosong. Bola  masuk ke gawang. Dia berdiri di depan tribun Stretford End, lengannya terentang, dan tepuk tangan meriah membahana saat pembawa acara memperkenalkan dirinya sebagai pemilik baru The Red Devils.

Acara itu sengaja dibuat untuk menunjukkan kepada suporter MU bahwa Knighton benar-benar mengerti sepakbola dan tidak akan menjadikan klub sebagai ladang bisnis, melainkan fokus mengejar prestasi. Tidak seperti keluarga Glazer saat ini yang dikecam habis-habisan suporter MU.

Beberapa hari sebelum basa-basi di Old Trafford itu, Knighton dan CEO MU, Martin Edwards, telah mengumumkan kesepakatan pengambilalihan klub dengan biaya 20 juta pounds atau sekitar Rp70 miliar dengan kurs saat itu.

Jumlah yang sekarang setara 113 juta pounds (Rp2,2 triliun) itu merupakan angka yang sangat besar saat itu. Karena itu, Edwards setuju menjual 50,06% saham The Red Devils agar Knighton bisa menjadi penguasa klub. Apalagi, dia berjanji menginvestasikan 10 juta pounds untuk memperluas Old Trafford, sekaligus memantapkan kembali klub tersebut sebagai tim papan atas di Inggris.

Kendaraan untuk pengambilalihan tersebut adalah perusahaan yang dikendalikan Knighton bernama MK Trafford Holdings, yang berbasis di Isle of Man dan didirikan khusus untuk tujuan tersebut.

Sebuah kontrak 10 juta pounds untuk 50,06% saham Edwards telah ditandatangani, tunduk pada audit rekening klub, dengan 20 pounds per penawaran saham diserahkan kepada pemegang saham klub lainnya. Para investor MK Trafford terdiri dari Knighton; CEO Debenhams, Bob Thornton; dan Stanley Cohen dari perusahaan belanja rumah, Betterware.

Namun, Thornton dan Cohen mengundurkan diri pada pertengahan September 1989. Knighton kemudian mencari pendukung lain, dengan David Murray dan Owen Oyston di antara mereka yang didekati.

Knighton membuktikan kepada Edwards dan tim hukumnya bahwa dia telah mendapatkan dana untuk menyelesaikan kesepakatan. Tapi, karena tenggat waktu untuk menyelesaikan pengambilalihan semakin dekat, Knighton membatalkan tawarannya untuk kontrol dengan imbalan kursi di dewan direksi MU.

Meski gagal, apa yang dilakukan Knighton adalah monumental. Pasalnya, setelah era itu, bisnis sepakbola menjadi booming, khususnya setelah Liga Premier diluncurkan pada 1992. Saat ini, nilai klub merah tersebut meningkat menjadi sekitar 3 miliar pounds (Rp59 triliun).


Siapa sebenarnya dan seberapa kaya Michael Knighton?

Knighton dibesarkan di Derbyshire dan merupakan pesepakbola di masa mudanya. Kakek buyutnya, Willie Layton, adalah bagian dari tim pemenang Kejuaraan Nasional 1903 dan 1904 bersama Sheffield Wednesday, serta pemenang Piala FA 1907.

Sebagai seorang remaja, Knighton menghabiskan satu tahun sebagai magang di Coventry City. Tapi, karier sepak bolanya terhenti karena cedera paha. Kemudian, dia belajar di Kolese Bede Universitas Durham dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jasmani.

Kemudian, Knighton kembali Kolese St Cuthbert, Durham, untuk belajar filsafat, politik, dan Bahasa Mandarin. Setelah lulus, dia menjadi guru penjaskes dan geografi di Sekolah St. David (sekarang Sekolah Tata Bahasa Huddersfield) pada 1976. Dia diangkat menjadi kepala sekolah pada tahun 1980, dan membeli sekolah tersebut pada 1983. Tapi, berhenti mengajar pada 1984 untuk berbisnis properti.

Kesuksesan di binis perumahan membuat Knighton kembali ke hobi lamanya, sepakbola. Dengan jeli dia melihat MU sebagai peluang. Dia percaya dia bisa mengubah klub tersebut menjadi aset berharga di sepakbola.

"Alasannya sangat sederhana. Ada banyak kebencian terhadap dewan direksi (MU). Edwards sangat tidak populer dan putus asa untuk keluar. Bisnisnya merugi bahkan jatuh ke level 18-20.000," ujar Knighton tentang alasan melirik MU pada saat itu, dilansir BBC Sport.

Saat itu, dia melihat potensi bisnis yang belum dimanfaatkan di basis penggemar MU yang cukup besar. Pasalnya, era itu, MU adalah klub medioker. Popularitas mereka kalah jika dibanding Arsenal atau Liverpool. Padahal, di era 1960-an, MU adalah juara Eropa.

"Saya ingin menunjukkan kepada para penggemar bahwa saya adalah pemain sepakbola pertama dan pengusaha kedua. Saya ingin menjembatani kesenjangan antara ruang rapat dan teras. Itu adalah cerita impian. Itu tidak ortodoks. Saya tahu itu akan menarik minat dan kritik. Tapi, saya tidak peduli. Saya membutuhkan penggemar di pihak saya lebih dari saya membutuhkan Bobby Charlton atau Alex Ferguson, yang pekerjaannya dipertaruhkan saat itu," ungkap Knighton.

"Saya tahu ada pasar besar-besaran. Jika anda akan mengeksploitasi pasar itu, anda akan menghasilkan. Lihatlah apa yang terjadi sekarang dengan pemilik saat ini dan bagaimana sponsor membanjiri (MU)," ucap Knighton.

"Tentu saja saya menyukainya. Siapa yang tidak suka? Terlepas dari bagaimana semuanya berubah, saya tidak menyesal pergi ke lapangan itu. Jika saya memiliki 5 miliar pounds untuk membeli MU hari ini, saya akan melakukan hal yang sama lagi untuk memenuhi setiap impian anak sekolah di dunia," ungkap Knighton.

"Jika anda melihat foto-foto hari itu dan senyum di wajah para penggemar di stadion, itu berhasil. Merekalah pemilik klub yang sebenarnya," tambah pria berusia 69 tahun itu.


Meski dianggap penipu, cetak birunya digunakan MU

Lalu, apa yang sebenarnya terjadi dengan kegagalan Knighton? Edwards menulis sesuatu dalam program untuk menjelaskan keputusannya menjual MU. Edwards menunjukkan bahwa dia tidak ingin menjual klub. Tapi, apa yang meyakinkannya bahwa itu adalah langkah yang tepat karena tawaran investasi modal Knighton untuk perbaikan stadion yang dinilai vital.

"Bukan rahasia bahwa kami ingin mengembangkan Stretford End selama beberapa tahun sekarang. Anggarannya 7,5 juta pounds membuat saya menyadari bahwa pekerjaan tersebut perlu waktu beberapa tahun cahaya lagi," kata Edwards beberapa tahun kemudian.

"Apa yang ditawarkan Tuan Knighton kepada kami adalah kesempatan untuk mengembangkan stadion serta staf pemain dan tawaran ini tidak mungkin ditolak," tambah," Edwards. 

Pada saat itu, kesepakatan pengambilalihan Setan Merah tidak terdeteksi publik. Setelah diumumkan, ternyata penentangan justru datang dari internal. Mereka mencoba mempertanyakan kondisi finansial Knighton yang sebenarnya. Mereka tidak yakin ada uangnya sehingga memaksa Edwards membatalkan kesepakatan dengan Knighton.

Uniknya, meski mereka menolak Knighton karena dianggap miskin, cetak biru rencana masa depan MU justru diambil. Itu adalah sebuah rencana untuk mengubah MU menjadi aset bernilai ratusan juta pounds. Dokumen-dokumen itu seharusnya dirahasiakan. Tapi, bocor dan membuat anggota direksi lainnya menentang.

"Saya melakukan wawancara dengan Financial Times, yang diterbitkan pada 12 September 1989. Semua yang ada di cetak biru, saya katakan kepada jurnalis itu. Dia sangat toleran terhadap saya karena dia pasti mengira saya gila," ujar Knighton. 

"Saya bilang saya akan mengubah klub menjadi aset senilai dengan 150 juta pounds yang akan menghasilkan keuntungan besar. Kita bisa membeli pemain mana pun di dunia. Dia mengatakan kepada saya bahwa kami telah menyerahkan 7 juta pounds dan klub tidak menghasilkan uang selama 20 tahun dan baru saja mengumumkan kerugian sebesar 1,3 juta pounds. Saya mengatakan kepadanya bahwa itu akan terjadi," ungkap Knighton.

Ide-ide Knighton dalam, cetak birunya ternyata digunakan MU untuk mengembangkan klub, meski tanpa keterlibatan dirinya. "Pada saat itu, hampir tidak ada yang mengira TV satelit akan menggantikan TV terestrial. Saya mengatakan itu akan mengubah sepakbola," tambah Knighton.

"Sungguh aneh bagaimana Edwards mengklaim penghargaan atas apa yang terjadi dalam dekade berikutnya setelah keterlibatan saya. Luar biasa. Saya tutup mulut dan menundukkan kepala karena reputasi saya telah dipalu dan hampir tidak mungkin untuk mengubah citra publik," beber Knighton.

Gagal dengan MU, Knighton kemudian membeli Carlisle United pada 1992 dan menjualnya 10 tahun kemudian. Dengan cetak biru proposal Knighton, MU bertransformasi menjadi klub bergelimang uang dari seluruh dunia. Satu persatu ramalan Knighton terbukti, mulai dari TV berbayar hingga membeli pemain mahal.

Sekarang, di usianya 69 tahun, Knighton berkonsentrasi pada gairah besar lainnya dalam hidupnya. Dia mulai menyelami dunia seni. Karyanya yang paling terkenal adalah patung marmer Yesus Kristus setinggi 4,5 meter yang dipamerkan di King's College, Cambridge, pada 2008.

"Saya sangat percaya pada nilai sesuatu dari sudut pandang estetika. Saya akan membuat prediksi. Michael Knighton akan pensiun sebagai artis, bukan pesepakbola," pungkas Knighton.

(muhammad alkautsar/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network