Kisah Evakuasi 50 Pesepakbola Wanita Afghanistan

"Ketika Taliban berkuasa, anak perempuan dilarang bersekolah setelah berusia 10 tahun"

Berita | 25 August 2021, 16:29
Kisah Evakuasi 50 Pesepakbola Wanita Afghanistan

Libero.id - Pemerintah Australia mengevakuasi lebih dari 50 pesepakbola dan atlet wanita serta tanggungan mereka dari Afghanistan menyusul seruan dari badan dunia FIFA dan Fifpro.

Sebuah pernyataan dari federasi pesepakbola internasional, Fifpro menyatakan terima kasih kepada Australia. Setelah perebutan kembali Kabul oleh Taliban, banyak olahragawan Afghanistan bersembunyi dalam kepanikan. 

Pernyataan itu mengatakan pekerjaan masih diperlukan untuk menempatkan para wanita di luar negeri.

"Para wanita muda ini, baik sebagai atlet maupun aktivis, berada dalam posisi bahaya dan atas nama rekan-rekan mereka di seluruh dunia, kami berterima kasih kepada komunitas internasional yang telah datang membantu mereka," begitu pernyataan Fifpro soal evakuasi 50 pesepakbola wanita Afghanistan seperti yang dilansir dari ABC News.

"Kami mendesak masyarakat internasional untuk memastikan bahwa mereka menerima semua bantuan yang mereka butuhkan. Ada juga banyak atlet yang masih berisiko di Afghanistan dan setiap upaya harus dilakukan untuk menawarkan dukungan kepada mereka."

Mantan kapten timnas wanita Afghanistan, Khalida Popal menggambarkan evakuasi kelompok itu, yang termasuk anggota tim sepak bola wanita nasional Afghanistan dan tim muda mereka, sebagai "kemenangan penting".

Namun, ia mengingatkan bahwa masih diperlukan lebih banyak pekerjaan untuk menyelamatkan orang lain dari nasib yang tidak pasti di Kabul.

"Pesepakbola wanita telah berani dan kuat di saat krisis dan kami berharap mereka akan memiliki kehidupan yang lebih baik di luar Afghanistan," ujar Popal.

"Sepak bola wanita adalah keluarga dan kita harus memastikan semua orang aman."

Sekretaris Jenderal Fifpro, Jonas Baer-Hoffmann mengatakan mengevakuasi para wanita adalah "proses yang sangat kompleks untuk semua orang yang terlibat" dan ia menambahkan: "Hati kami tertuju kepada semua orang lain yang tetap terdampar di negara ini di luar kehendak mereka."

Pekan lalu, badan sepak bola dunia, FIFA bergabung dengan Fifpro secara tertulis kepada pemerintah di seluruh dunia untuk meminta bantuan, karena para pemain mengkhawatirkan nyawa mereka selama masih berada di negara yang berada di antara asia tengah & asia selatan tersebut.

"Saya belum bisa tidur, saya menangis dan merasa tidak berdaya," ujar Popal.

Ketika Taliban merebut kekuasaan di Afghanistan pada akhir 1990-an, anak perempuan dilarang bersekolah setelah berusia 10 tahun dan banyak yang dipaksa menikah di bawah umur.

Di bawah pemerintahan yang menindas, yang berakhir pada 2001 setelah kampanye militer yang dipelopori oleh angkatan bersenjata AS, perempuan tidak bisa meninggalkan rumah sendirian dan dipaksa mengenakan burqa.

(muflih miftahul kamal/muf)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network