Luis Garcia, Dari Pemenang Liga Champions Bersama Liverpool Hingga Masalah Kesehatan Mental

"Garcia menekankan betapa pentingnya kesehatan mental untuk pesepakbola"

Biografi | 27 August 2021, 06:18
Luis Garcia, Dari Pemenang Liga Champions Bersama Liverpool Hingga Masalah Kesehatan Mental

Libero.id - Dalam karier bermain yang berlangsung hampir 20 tahun, Luis Garcia memiliki perjalanan yang luar biasa dalam kesuksesannya. Enam musim khususnya – periode dari 2002 hingga 2008, di mana ia bermain untuk Atletico Madrid, Liverpool dan Barcelona – sangat membuahkan hasil, membuatnya mendapatkan tempat di tim nasional Spanyol di Piala Dunia FIFA 2006.

Tapi tentu saja memenangkan Liga Champions musim 2004/2005 adalah yang terbaik. Bersama Liverpool, pemain yang memulai karier sepakbolanya bersama Barcelona itu sukses membuat keajaiban di Istanbul saat mereka tertinggal 0-3 dari AC Milan. Meski tidak ikut dalam tendangan penalti, Garcia merupakan orang yang berperan penting dalam membawa The Reds ke partai puncak Liga Champions 2004/2005 berkat gol 'hantu' miliknya.

Gol 'Hantu' Garcia di semifinal

Di laga semifinal Liga Champions musim 2004/2005, baik Chelsea maupun Liverpool sama-sama berpeluang lolos ke babak final karena pada leg pertama di Stamford Bridge laga berakhir skor kacamata dan Garcia yang kini menjadi Duta UEFA tersebut keluar sebagai pahlawan kemenangan The Reds.

Garcia sukses mencetak gol dari sepakan Milan Baros yang tak mampu dihalau dengan baik oleh Petr Cech. Garcia yang melihat ada celah, langsung menyambar bola meski sempat dihalau oleh kapten John Terry. Ketika bola bergulir di garis gawang, William Gallas sebenarnya sempat melakukan sapuan, namun wasit tetap mengesahkan gol tersebut.

Pria yang lahir di Badalona 1978 tersebut mengenang peristiwa tersebut dalam acara Heineken and UEFA Champions League Hospitality at Home Virtual Experience yang dimoderatori Max Rushden.

"Saat mencetak gol itu, saya tidak berpikir banyak. Saya hanya berselebrasi, menikmati momen, berlari dan melompat. Sejujurnya jika kamu ingat itu, saya lihat bola itu sudah gol, sudah masuk ke dalam gawang," ujarnya.

3 musim berada di Anfield, Garcia kemudian kembali ke Spanyol bersama Atlético Madrid sebelum berpindah-pindah tim dari Yunani, Meksiko, India dan Australia.

Dan kini setelah perjalanannya yang luar biasa, Garcia banyak berbagi pengalamannya kepada para generasi muda, utamanuya soal kesehatan mental yang belakangan ini semakin digencarkan oleh FIFA.

Garcia dan kesehatan mental

Selama kurang lebih 20 tahun berkarier, Garcia telah berbagi ruang ganti dengan banyak pemain dan pelatih serta menerima nasihat baik dan buruk. Namun, satu saran dari asisten pelatih Liverpool saat itu, Pako Ayestaran selama musim 2005/2006 yang membuat dampak besar terhadap hidupnya, yakni ia harus menemui seorang psikolog olahraga.

"Sedikit demi sedikit saya menyadari pentingnya kesehatan mental dan selalu berusaha untuk berpikir baik dan positif," ujarnya kepada FIFA.com.

FIFA yang belakangan ini menggalakan kampanye #REACHOUT yang dimulai pada awal Agustus, ingin meningkatkan kesadaran akan gejala kondisi kesehatan mental, mendorong masyarakat, khususnya pesepakbola untuk mencari bantuan saat mereka membutuhkannya, dan mengambil tindakan untuk kesehatan mental yang lebih baik.

Kembali pada Garcia, pemain dengan 20 caps bersama timnas Spanyol tersebut, memaparkan bahwa interaksinya dengan psikolog olahraga benar-benar mengubah cara ia menghadapi tantangan sehari-hari sebagai pesepakbola papan atas.

"Ini tentang mencoba berbicara dan mendapatkan kelegaan dari beberapa pemikiran (negatif) yang mungkin Anda alami atau hal-hal yang terjadi pada Anda hari itu. Ini juga tentang membaginya dengan seseorang yang dapat memberi Anda alat untuk menghadapi situasi semacam ini. ketika mereka muncul berikutnya."

Percakapan itu cukup membantu Garcia dalam menghadapi semua pasang surut yang bisa dialami seorang pemain selama satu musim, seperti yang ia jelaskan dengan contoh dari hari-harinya bermain di Liverpool.

“Dulu saya sangat menderita selama pertandingan. Pelatih saya saat itu, Rafa Benitez, sangat vokal, (jadi saya banyak mendengarnya) ketika saya bermain di sayap. Dan seperti yang sudah saya katakan berkali-kali sebelumnya, Jamie Carragher selalu dalam kasus saya mengatakan kepada saya untuk tidak kehilangan bola ... Bahkan jika Anda tidak menginginkannya, hal-hal seperti itu akhirnya memengaruhi Anda. Pada akhir permainan, Anda bisa merasa frustrasi dan tidak nyaman, maka Anda pulanglah sambil merenungkan semua hal yang tidak kamu lakukan dengan baik."

"Dia membantu untuk memilah-milah dan mengesampingkan situasi dan pikiran semacam itu. Saya belajar untuk melepaskannya dan fokus pada hal-hal yang saya perlukan, yang merupakan permainan berikutnya" lanjut Garcia.

Adapun kenapa mantan pemain Atlético Kolkata itu ingin membicarakan isu ini selain urgensinya, adalah banyak kasus pemain yang sangat sulit untuk direkomendasikan ke psikolog olahraga saat mereka benar-benar butuh.

"Pada zaman saya, tidak umum untuk pergi dan berbicara dengan mereka," ujar pria berusia 43 tahun itu.

"Jika rekan setimnya tampak sedih, berhenti membuat lelucon atau mungkin berhenti pergi makan bersama, maka Anda tahu ada sesuatu yang tidak beres. Namun, situasi seperti itu tidak mudah untuk dihadapi. Orang yang terkena dampak itu bisa sangat enggan untuk membuka atau membicarakannya."

Sebagai pemain muda yang pernah menjadi anak didik Rafael Benítez di  CD Tenerife serta Liverpool, Garcia paham betul adanya keinginan dari pemain muda untuk selalu bisa tampil maksimal dan profesional, dan untuk itu lah ia merasa tekanan dari luar diri pemain perlu di manajemen dengan baik.

"Anda harus membantu mereka ketika mereka memulai karir mereka. Beberapa tidak lagi memiliki kaki di tanah dan berpikir mereka telah berhasil. Kita perlu meringankan beberapa tekanan yang dialami kaum muda, yang berasal dari keinginan untuk menjadi atau harus menjadi pemain (profesional). Ada tekanan yang mereka berikan pada diri mereka sendiri serta dari keluarga dan teman. Itu tidak membantu perkembangan mereka atau kemampuan mereka untuk menikmati sepak bola, yang merupakan hal terpenting."

Sukses memenangkan Liga Champions, Piala FA, Piala Intertot hingga Liga Super India, Garcia juga menjelaskan bahwa memang sulit untuk bercerita masalah pribadi kepada seseorang, namun ketika pemain yang satu angkatan dengan Víctor Valdés di La Masia itu menemukan psikolog olahraga, rasanya sangat melegakan untuknya.

"Saya pernah berada dalam situasi di mana Anda tidak merasa nyaman tentang sesuatu dan ingin berbicara dengan seseorang tentang hal itu. Ketika saya memiliki kesempatan untuk berbicara dengan psikolog olahraga dan itu berjalan dengan sangat baik, saya mulai berbagi pengalaman saya. Jadi Saya sudah mencoba membantu rekan satu tim, menjangkau mereka sehingga mereka pergi dan berbicara dengan seseorang yang dapat membantu mereka dengan apa pun yang mereka khawatirkan."

(muflih miftahul kamal/muf)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network