Kisah Jean-Pierre Adams, Eks Pemain PSG yang Koma 39 Tahun, Akhirnya Meninggal

"Ada kesalahan fatal dari tenaga medis"

Biografi | 07 September 2021, 00:09
Kisah Jean-Pierre Adams, Eks Pemain PSG yang Koma 39 Tahun, Akhirnya Meninggal

Libero.id - Diagendakan untuk menjalani sebuah operasi lutut, mantan pesepakbola Prancis, Jean-Pierre Adams diperkirakan akan absen selama beberapa bulan. Namun, dosis anestesi yang hampir mematikan sebelum prosedur membuat mantan penggawa Les Parisiens itu koma.

Sekitar 39 tahun kemudian, bek yang berada dalam kondisi vegetatif yang lama, akhirnya harus tutup usia pada hari ini (6/9/2021), di usia 73 tahun.

Untuk mengenang jasa pemain dengan 22 caps bersama timnas Prancis itu, ada baiknya kita mengulas kehidupan dari sang pemain bertahan tersebut.

The Black Rock

Lahir di Dakar, Senegal pada tahun 1948, Adams pindah ke Prancis pada usia sepuluh tahun dan memulai karier sepak bola profesionalnya bersama Nimes pada 1970-an.

Sebelum itu, Adams secara rutin bekerja di sebuah produsen karet lokal, sampai salah seorang pencari bakat muda memutuskan ia layak dipertaruhkan.

Dalam beberapa musim, Adams adalah pemain penting untuk Nimes, di mana ia membantu timnya menantang gelar kejuaraan Prancis saat itu.

Antara 1972/1973, The Crocodiles (julukan Nimes) menempati posisi kedua di Divisi Pertama dan mencapai semifinal Coupe de France - di era keemasan klub.

Adams, dijuluki 'The Black Rock', mendapatkan panggilan Prancis pertamanya pada tahun 1972 dan dijual ke OGC Nice menjelang musim 1973/1974. Pemain dengan tinggi badan 1,85 meter itu kemudian menghabiskan masa empat tahun di Cote d'Azur dan memainkan 144 pertandingan untuk tim.

Duet mematikan

Selama 14 tahun berkarier, Adams terhitung sudah 22 kali membela Les Bleus di panggung internasional.

Adams secara teratur dipasangkan dengan Legenda Prancis, Marius Tresor antara 1972/1976 dalam mengawal lini belakang Prancis.

Manajer Prancis pada saat itu, Stefan Kovacs menjuluki duet keduanya sebagai 'The Black Guard', setelah penampilan yang mengesankan dalam menghalau seluruh serangan tim Polandia yang pada saat itu berada dalam generasi terbaiknya.

Namun, terlepas dari kekuatan pertahanan mereka, tim Prancis ini tidak sebaik di depan. Itu adalah periode kekecewaan bagi tim nasional, yang gagal lolos ke Kejuaraan Eropa pada tahun 1976.

Tahun itu adalah penampilan terakhir Adams untuk negaranya - dalam pertandingan persahabatan melawan Denmark.

Mendapat kontrak besar

Pada usia 29, Adams menandatangani kontrak besar terakhirnya di sepak bola dengan PSG.

Dalam dua tahun di ibukota Prancis, ia tampil 42 kali, mencetak dua gol, dan mengokohkan namanya sebagai salah satu pemain terpenting dalam dekade pertama keberadaan klub. Kemampuannya dipuji oleh rekan satu tim internasional serta gelandang ikonik Prancis saat itu, Henri Michel.

Michel menggambarkan Adams sebagai 'kekuatan alam, sangat kuat, penuh niat baik dan tekad' kepada media Paris United. Setelah bermain singkat di tim Divisi 2 Mulhouse, ia kemudian mengakhiri kariernya dengan tim amatir FC Chalon pada usia 33 tahun bermain dengan striker Polandia, Josef Klose, ayah dari legenda Jerman, Miroslav Klose.

Operasi yang mengerikan

Setelah ligamennya pecah, Adams diperiksa ke Rumah Sakit douard Herriot di Lyon pada tahun 1982.

Ia kemudian diminta untuk melakukan operasi secara rutin dan diharapkan bisa kembali ke lapangan dengan segera. Namun, semuanya menjadi berakhir secara tragis ketika seorang ahli anestesi membuat kesalahan yang hampir fatal dan memberi Adams dosis yang salah sebelum operasi.

Atlet yang menderita bronkospasme itu kemudian merasakan otaknya kekurangan oksigen.

Istrinya, Bernadette Adams berbicara kepada CNN tentang suaminya saat menjalani operasi lutut.

"Ahli anestesi wanita merawat delapan pasien, satu demi satu, seperti jalur perakitan" ujar Bernadette.

"Jean-Pierre diawasi oleh seorang peserta pelatihan, yang mengulang satu tahun, yang kemudian mengakui di pengadilan: 'Saya tidak memenuhi tugas yang dipercayakan kepada saya."

'"Mengingat itu bukan operasi vital, rumah sakit mogok, mereka kehilangan dokter dan wanita ini merawat delapan pasien, di dua ruangan berbeda, seseorang seharusnya menelepon saya untuk mengatakan mereka akan menunda operasi. "

Pada 1990-an, pengadilan memutuskan bahwa ahli anestesi dan peserta pelatihan diberi hukuman percobaan satu bulan, serta denda yang besar.

Kepercayaan sang istri

Bernadette dan dua putra mereka, Laurent dan Frederic terus berjaga di samping tempat tidur Adams sebelum kematiannya.

Meskipun Jean-Pierre tidak dapat berkomunikasi dan mengekspresikan emosi, ia masih dapat bernapas, merasakan, makan, dan batuk tanpa bantuan peralatan medis dan tinggal di rumah dekat Nimes.

Nasibnya menyebabkan banyak orang mempertanyakan apakah ia seharusnya disimpan dalam kondisi vegetatif selama 39 tahun.

"Orang-orang di Facebook mengatakan dia harus dicabut ... Tapi dia tidak dicolokkan! Saya hanya tidak memiliki keberanian untuk berhenti memberinya makanan dan air," lanjut Bernadette.

"Dia memiliki rutinitas normal. Dia bangun jam 7, makan... Dia mungkin dalam kondisi vegetatif, tapi dia bisa mendengar dan duduk di kursi roda."

Euthanasia

Metode euthanasia jelas merupakan saran yang tidak menyenangkan untuk Bernadette, terlebih untuk mengakhiri penderitaan suaminya.

Ia menentang euthanasia dan masih berharap sang suami, Adams bisa sadar bahkan di saat-saat terakhirnya.

Tapi pendiriannya bukanlah salah satu yang disetujui oleh mantan partnernya di timnas Prancis,  Tresor. Menurut Paris United, Tresor tidak pernah menemukan keberanian untuk mengunjungi mantan rekan setimnya sejak insiden mengerikan itu.

“Bahkan jika Jean-Pierre bangun, dia tidak akan mengenali siapa pun. Jadi apakah layak hidup seperti ini?" ujar pria yang pernah membela Marseille itu.

"Jika hal serupa terjadi pada saya, saya mengatakan kepada istri saya untuk tidak menahan saya di sini."

(muflih miftahul kamal/muf)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network