Ciri-ciri Silent Carrier, Menularkan Corona Tanpa Gejala Sakit

"Ini yang sebenarnya berbahaya. China dilanda gelombang kedua serangan karena silent carrier."

Health | 04 April 2020, 01:30
Ciri-ciri Silent Carrier, Menularkan Corona Tanpa Gejala Sakit

Libero.id - Hidden Carrier atau silent carrier merupakan seseorang yang bisa menyebarkan virus corona meski tidak mengalami gejala sakit. Dalam hal Covid-19, mereka biasanya juga didiagnosis positif Sars-Cov-2.

Aktor Detri Warmanto menjadi seleb yang mengaku positif Corona Covid-19. Bintang sinetron Cinta Fitri dan Kepompong ini kali pertama mengaku positif Corona Covid-19 pada Jumat (20/3/2020) lalu.

Sejak itu, ia menjalani karantina mandiri di rumah. Kamis (26/3/2020), Detri Warmanto memamerkan hasil rapid test menggunakan alat. Hasilnya negatif.

Meski demikian Detri Warmanto menjalani tes ulang di RSPAD Gatot Subroto Jakarta, Selasa (31/3/2020). Momen Detri Warmanto mendatangi RSPAD Gatot Subroto Jakarta diabadikan di fitur Instagram Stories. Dalam kesempatan itu, Detri Warmanto menjelaskan bahwa statusnya sebagai silent carrier lebih berbahaya.

“Banyak yang terpapar Covid-19/ Corona tapi tanpa gejala sedikitpun (silent carrier), ini lebih bahaya,” beber aktor kelahiran Jakarta, 31 Oktober 1986, ini pada hari yang sama.

Berikut ini ciri-ciri silent carrier dirangkum berbagai sumber.

1. Asimptomatik (tanpa gejala)

Ini paling banyak dikhawatirkan. Keadaan tanpa gejala pada pasien Covid-19 sebenarnya telah ada sejak virus ini menyebar di Wuhan, China. Pasien tanpa gejala pertama diduga dari Taiwan.

Hal ini dikonfirmasi Badan Pengawas Epidemi Taiwan yang melaporkan kasus virus corona ke-18, sekaligus yang pertama tanpa muncul gejala pada 9 Februari lalu.

"Individu yang terinfeksi ini telah melakukan perjalanan ke Italia melalui Hong Kong pada tanggal 22 Januari dan kembali ke Taiwan pada tanggal 1 Februari," tulis laporan Badan pengawas epidemi Taiwan.

Ironisnya, kasus asimptomatik ini kian berkembang luas. Seperti dimuat South China Morning Post, terdapat lebih dari 20% kasus asimptomatik dari Korea Selatan, lebih dari 30% kasus asimptomatik dari Jepang, dan China. Setiap pasien Covid-19 asimptomatik ini biasanya mengalami gejala hanya selama 5 hari, meskipun masa inkubasinya dalam beberapa kasus bisa selama hampir 3 minggu.

2. Sampel darah

Sebuah studi oleh para ilmuwan dari University of Texas di Austin, Texas, memperkirakan bahwa orang yang belum menunjukkan gejala, berisiko menularkan sekitar 10% dari 450 kasus yang mereka pelajari di 93 kota Cina.

Temuan mereka sedang menunggu publikasi di jurnal Emerging Infectious Diseases.

Ho dari University of Hong Kong mengatakan beberapa pasien tanpa gejala memiliki viral load (kisaran jumlah partikel virus dan jumlah RNA HIV per 1 ml (1 cc) sampel darah) yang serupa dengan pasien yang memiliki gejala.

“Tentu saja sulit untuk mengatakan apakah mereka menular jika mereka tidak batuk. Tetapi ada juga droplet (yang dikeluarkan) saat Anda berbicara,” katanya.

Benjamin Cowling, seorang profesor epidemiologi dan biostatistik di University of Hong Kong, mengatakan ada bukti yang jelas bahwa orang yang terinfeksi dapat menularkan infeksi sebelum gejala muncul. "Ada banyak laporan penularan sekitar 1-2 hari sebelum timbulnya gejala," katanya.

Sementara Hiroshi Nishiura, seorang ahli epidemiologi di Universitas Hokkaido, dalam International Journal of Infectious Diseases mengatakan, rasio asimptomatik bisa lebih tinggi di antara anak-anak daripada orang dewasa yang lebih tua.

3. Antibodi lemah

Secara ilmiah, seseorang yang immunocompetence berarti memiliki sistem kekebalan tubuh yang berfungsi dengan baik, sehingga tubuh mampu meningkatkan respons kekebalan yang tepat.

Namun, seseorang bisa juga menjadi immunocompromised (kebalikan immunocompetence, yaitu sistem kekebalan tubuh melemah, tidak berfungsi sebagaimana mestinya).

Setiap individu memiliki sistem kekebalan tubuh yang kompleks dalam melindungi tubuh terhadap penyakit menular. Agar berfungsi dengan baik, sistem kekebalan tubuh harus mampu mengenali pengganggu asing (misalnya Patogen seperti bakteri, virus, dan parasit) dan mengirim pembela untuk melawan zat asing tersebut.

Karena patogen dapat dengan cepat berubah dan beradaptasi, mereka kadang-kadang dapat menghindari deteksi oleh sistem kekebalan tubuh. Ketika ini terjadi, Anda bisa merasa sakit, lemah dan mengalami kesulitan melawan penyakit yang telah mengambil alih tubuh Anda.

Dalam kasus virus Corona saat ini, peneliti dari University of Melbourne di Peter Doherty Institute for Infection and Immunity di Australia telah memaparkan bagaimana sistem imun manusia meningkatkan respons terhadap Covid-19. Dan ada kemungkinan orang yang sistem imunnya bagus hanya mengalami gejala ringan hingga sedang dan sembuh lebih cepat daripada umumnya.

Prof. Katherine Kedzierska, rekan peneliti mengatakan, meskipun Covid-19 disebabkan oleh virus baru, namun pada orang orang yang sehat dengan sistem imun yang kuat, virus tidak akan bertahan.

Dalam penelitiannya, ia mencari orang yang dirawat setelah 4 hari timbul gejala infeksi Covid-19, termasuk lesu, sakit tenggorokan, batuk kering, nyeri dada pleuritik, napas pendek, dan demam. Juga mereka yang dibolehkan isolasi diri di rumah, dan pada hari ke-13 gejala mereka dinyatakan hilang.

Dalam studi mereka, para peneliti menganalisis sampel darah yang dikumpulkan oleh para profesional kesehatan dari pasien pada empat kesempatan berbeda: pada hari ke 7, 8, 9, dan 20 setelah onset gejala.

Dari studi tersebut, mereka menemukan, ada peningkatan imunoglobulin (merupakan jenis antibodi yang paling umum) yang bergegas untuk melawan virus, selama hari 7-9 setelah onset gejala.

Peningkatan imunoglobulin ini bertahan hingga hari ke 20 setelah onset gejala, menurut analisis.

Dari temuan ini, peneliti berharap dapat melakukan penelitian lebih luas secara global untuk lebih memahami bagaimana orang dapat meninggal akibat Covid-19, serta merespons kekebalan untuk mencegah Covid-19 dan virus-virus baru lainnya nanti, dilansir verywellhealth.

4. Kehilangan indera penciuman

Selain demam, batuk kering dan sesak napas. Sekelompok dokter menemukan sejumlah pasien terinfeksi Covid-19 ini kehilangan indra penciuman dan rasa.

Menurut dokter, kondisi ini disebut juga anosmia, hilangnya indera penciuman, dan ageusia (hilangnya indera perasa) muncul sebagai tanda khas Covid-19, dan kemungkinan penanda infeksi.

American Academy of Otolaryngology, Minggu (22 Maret) juga mengunggah informasi yang menunjukkan kalau indera penciuman yang hilang atau berkurang adalah gejala signifikan yang terkait dengan Covid-19, dan mereka telah terlihat pada pasien yang akhirnya dites positif, tanpa gejala lainnya.

Tanpa muncul gejala seperti alergi atau sinusistis, dokter harus mempertimbangkan untuk memeriksa pasien-pasien ini dan isolasi diri, dikutip dari NYTimes.

Pada sisi lain, Detri Warmanto mengajak masyarakat Indonesia menjaga diri dengan jaga kebersihan, tetap di rumah, dan selalu menjaga jarak fisik.

“Saya adalah contoh korban orang yang terpapar Covid-19 dengan tidak ada gejala sedikitpun. Sebagai contoh saya ingin memberikan informasi kepada kalian yang ingin tahu,” ujar menantu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia, Tjahjo Kumolo, pada unggahan berikutnya.

Detri Warmanto mengingatkan bahwa Corona Covid-19 bukanlah momok atau aib yang harus disembunyikan pasien maupun keluarganya. “Ini bukan momok atau aib yang harus jadi malu. Enggak ada kok yang pengin ditempel virus ini,” imbuhnya.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Health

Artikel Pilihan


Daun Media Network