Kisah Auxerre, Klub Penghasil Pemain Hebat Prancis Kini Terbenam di Kasta Kedua

"Selain Barcelona dan Ajax, Auxerre juga sempat dikenal sebagai pabrik pemain. Lalu, apa kabarnya sekarang?"

Biografi | 11 October 2021, 13:18
Kisah Auxerre, Klub Penghasil Pemain Hebat Prancis Kini Terbenam di Kasta Kedua

Libero.id - Association de la Jeunesse Auxerroise pernah dikenal sebagai salah satu klub Eropa yang dijadikan contoh sukses pengembangan pemain muda. Beberapa jebolan akademi mereka jadi tulang punggung klub serta tim nasional pada masanya.

Di bawah kepemimpinan Guy Roux, Auxerre tampil di Ligue 1 selama 32 musim berturut-turut pada 1980-2012. Pemain-pemain bintang seperti Eric Cantona, Djibril Cisse, Laurent Blanc, hingga Philippe Mexes adalah contoh keberhasilan program pembinaan pemain junior mereka.

Klub berjuluk Les Diplomates ini bahkan pernah meraih double winners 1995/1996 setelah menjuarai Ligue 1 dan Coupe de France. Dilatih Roux, Auxerre diperkuat nama yang di masa depan menjadi pemain kelas dunia. Sebut saja Blanc. Lalu, Corentin Martins, Lionel Charbonnier, Taribo West, Sabri Lamouchi, Moussa Saïb, Stéphane Guivarc'h, hingga Lilian Laslandes.

Sementara pada era 2000-an, Auxerre merupakan langganan tampil di kompetisi Eropa seperti Liga Champions atau Piala UEFA. Mereka juga sempat menjuarai Piala Intertoto 1997 dan 2006.

Tapi, itu dulu. Sekarang, nasib buruk masih mereka hadapi. Sejak 2012/2013, Auxerre ada di Ligue 2 setelah menjadi juru kunci Ligue 1 2011/2012.

Hilangnya Auxerre dari kasta tertinggi Prancis dimulai dengan hal sederhana, yaitu konflik internal sesama pengurus. Ketika investor asal China datang dan melakukan penunjukkan pelatih serta direktur teknik, pertentangan datang dari Roux selaku tokoh senior.

Meski sudah pensiun, Roux masih memiliki pengaruh di klub sehingga bisa ikut campur dalam setiap kebijakan klub. Roux dihormati di Prancis dan Eropa karena menjadi pelatih terlama di sebuah klub mencepai lebih 40 tahun. Bahkan, masa kerjanya melampau Sir Alex Ferguson di Manchester United. 

Perselisihan di Stade de l'Abbé-Deschamps saat itu melibatkan dua karakter terkenal. Di satu sisi adalah pemenang Ballon d'Or, Jean-Pierre Papin. Di sisi lain, Roux, yang sangat dihormati.

Pangkal masalah itu adalah penunjukkan Papin sebagai direktur olahraga yang memiliki bayaran 1 juta euro (Rp16 miliar). Roux mengkritik hal tersebut sebagai pemborosan karena di klub dengan fokus pada pembinaan pemain muda, keberadaan direktur teknik dengan tugas utama di transfer window tidak diperlukan.

Konflik internal membuat gairah suporter untuk datang ke stadion menurun drastis. Dari rata-rata 15.000 penonton, Auxerre hanya kedatangan maksimal 5.000 orang saat laga kandang di musim terdegradasi ke Ligue 2.

Akibatnya, Auxerre hanya menempati peringkat 20 Ligue 1 2011/2012. Dari 38 pertandingan, mereka hanya menang tujuh kali. Pergantian pelatih dari Laurent Fournier ke Jean-Guy Wallemme tidak banyak membantu. Mereka menjadi tim pertama yang terjun bebas selain Caen dan Dijon.

Sejak degradasinya, Auxerre tidak pernah bisa bangkit. Hingga musim ini mereka masih di Ligue 2. Klub terus berusaha untuk kembali ke Ligue 1.


Sejarah yang ingin diulang

Terletak di jantung Prancis, di kawasan penghasil anggur, Burgundy, Auxerre adalah kota kecil tempat lahirnya banyak stereotip Prancis. Ini adalah tanah siput, daging sapi bourguignon, dan Chablis.

Dengan populasi sekitar 40.000 orang, kota kecil yang aneh ini telah berkembang melampaui apa yang tampak mungkin. Sejak 1980, mereka telah memainkan lebih dari 1.000 pertandingan Ligue 1 dan lebih dari 100 pertandingan di sepakbola Eropa, serta mencapai perempat final Liga Champions 1996/1997.

Sebagian besar kesuksesan itu dapat dikaitkan dengan ambisi, industri, dan visi tunggal Roux. Meski dia tidak menikmati karier bermain yang bagus, dia sangat berbakat sebagai pelatih.

Diberkati dengan keinginan besar untuk bekerja keras, Roux awalnya menjadi guru sekolah sebelum pindah ke sepakbola. Tidak langsung menjadi pelatih, melainkan pemain merangkap penerjemah. Pada 1958-1959, Joseph Holmann dari Inggris bekerja sebagai pelatih dan Roux membantunya sebagai penerjemah.

Penunjukkan Roux pada saat itu sangat unik. Dia masih berusia 21 tahun dan bermain untuk Limoges. Tapi, para direktur klub terkesan dengan cara dia menangani dirinya sendiri dan menawarkannya kesempatan untuk bergabung dengan klub yang saat itu masih amatir.

Roux menyatakan bahwa dia hanya akan bergabung jika bisa menjadi pemain-pelatih. Presiden Jean Garnault menolak permintaan itu pada awalnya. Tapi, dia segera menyadarinya. Roux bekerja untuk Auxerre dan sementara membantu Holmann sebagai pemain, asisten pelatih, dan penerjemah.

Ketika Holmann diberhentikan, petualangan Roux dimulai. Dia membangun klub dari nol. Dari kompetisi regional (amatir) merangkak setahap demi setahap ke setiap jenjang liga. Dia juga meminta para direktur klub untuk membuat stadion sendiri. Dia juga meminta dibuatkan akademi. 

Setelah kesuksesan datang, Roux berkali-kali ditawari pekerjaan besar di beberapa klub Prancis maupun luar negeri. Tapi, semuanya ditolak. Dia juga pernah ditawari melatih tim nasional Prancis pengganti pahlawan Piala Dunia 1998, Aime Jacquet. Dia tetap di Auxerre hingga 2005, dengan jeda singkat pada 2000/2001. Roux juga sempat memiliki masa jabatan yang singkat di Lens pada 2007.

(atmaja wijaya/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




Hasil Pertandingan AJ Auxerre


  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network