Salah Effect dan Toleransi Melalui Sepakbola

"Bukti bahwa sepakbola bukan sekadar perputaran mata uang belaka. Tapi juga medium kebudayaan yang menyelamatkan bencana kemanusiaan di Eropa."

Analisis | 02 November 2021, 15:56
Salah Effect dan Toleransi Melalui Sepakbola

Libero.id -
Dampak dari kehadiran Mohammed Salah ke Liverpool, memang tak sekadar mengembalikan nama The Kop sebagai bagian dari Yonko Liga Inggris paling disegani di daratan Britania, tapi juga membawa efek kebudayaan berupa sikap toleransi pada orang lain.   

Kehadiran Mohammed Salah, tak sekadar memberi kontribusi kian riuhnya sorak-sorai para pendukung Liverpool. Tapi, lebih dari itu, juga memberi kontribusi pada dunia kebudayaan popular, yakni sikap toleransi. Eropa yang sebelumnya identik islamophobia, berkat kehadiran Salah di Anfield, kini pergesekannya mulai berkurang.

Masyarakat Inggris khususnya, dan eropa umumnya, kini memandang perbedaan kian lebih baik. Terutama perbedaan dalam hal beragama. Dalam hal ini, agama Islam. Pandangan masyarakat Eropa terkait islam, kini mulai berubah sejak Salah menjadi bintang di Inggris. Dalam kata lain, Salah menyadarkan dunia bahwa Islamophobia bisa terkikis melalui sepakbola.

Bahkan, masyhur kalimat “If he scores another few, then I’ll be Muslim, too” menjadi kredo keramat bagi banyak masyarakat pendukung Liverpool di Eropa. Hal itu jadi antitesis islamophobia yang sejak lama berdengung di daratan Inggris Raya.

Kate Whiting dalam salah satu esainya di World Economic Forum menjelaskan secara detail betapa Salah Effect memiliki dampak di luar tembok stadion. Bahkan, kata dia, para peneliti di Stanford Magazine melaporkan adanya penemuan terkait penurunan kejahatan rasial di sekitar Liverpool, sejak Salah menandatangani kontrak dengan klub pada Juni 2017.

Laporan tersebut memeriksa menelaah data dari Departemen Kepolisian di seluruh Inggris, termasuk Merseyside, tempat Liverpool berada. Dari sana, terdapat data bahwa kejahatan rasial jauh lebih rendah. Turun 18,9% sejak Salah bergabung pada 2017.  

Stanford Magazine melakukan survei terhadap lebih dari 8.000 fans Liverpool. Dari studi tersebut,  menunjukkan alasan pengurangan islamophobia di Merseyside karena Salah telah mengenalkan fans Liverpool dengan Islam. 

Melalui paradigma Salah terhadap iman, citranya sebagai ayah yang ceria, teman dan pemain bola yang amat fantastis, telah  meruntuhkan stereotip “Muslim Keras” yang selama bertahun-tahun menjadi stigma buruk di Inggris. 

Melalui selebrasi gol, postingan media sosial, wawancara di pinggir lapangan, istrinya yang memberi dukungan dan tetap berkerudung, telah membuktikan betapa Islam tak serupa apa yang pernah ada di benak publik Eropa.
 
Salah Effect membuktikan bahwa sepakbola bukan sekadar permainan dan perputaran mata uang belaka. Tapi juga sebuah medium kebudayaan yang mampu meruntuhkan prasangka dan bencana kemanusiaan yang pernah melanda Eropa. 


 

(wahyu rizkiawan/zq)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

    Artikel Pilihan


    Daun Media Network