Gara-gara Berpolitik, Pemain Bintang Ini Banting Setir Jualan Buku

"Popularitas bukan satu-satunya modal berpolitik"

Biografi | 12 November 2021, 16:58
Gara-gara Berpolitik, Pemain Bintang Ini Banting Setir Jualan Buku

Libero.id - Hakan Sukur tentu tak pernah mengira jika kelak, di akhir karirnya sebagai pemain bola papan atas, bakal jalani takdir jualan buku. Pria 50 tahun yang pernah jadi ikon sepakbola Turki tersebut, satu di antara banyak korban politik. 

Siapa yang tak mengenal Hakan Sukur. Dia pemain paling populer pada Piala Dunia 2002. Sukur memegang rekor gol tercepat di Piala Dunia. Yakni 11 detik pasca kick-off, dalam laga legendaris antara Turki vs Korea Selatan. Sukur membawa Turki juara 3 Piala Dunia. 

Di Turki, Hakan Sukur bak legenda. Ia tercatat sebagai pemain paling moncer di zamannya. Selama membela Timnas (1992-2007) misalnya, Sukur mencetak 51 gol dalam 112 penampilan untuk Turki. 

Selain moncer di dalam negeri, Sukur juga punya prestasi jos di luar negeri. Sejumlah klub elite Eropa pernah dia jajaki. Parma dan Inter Milan pernah menjadikan namanya kian bersinar. Di Parma, dia pernah meraih gelar juara Coppa Italia 2002. 

Sepasca berpetualang di klub-klub luar Turki seperti Inter Milan, Parma, dan Blackburn Rovers, dia kembali ke Galatasaray pada 2003. Di Klub itu pula, Hakan Sukur memutuskan pensiun pada 2008.

Popularitas dan puja-puji publik membuat Hakan Sukur melirik dunia politik. Sebagai calon politisi, dia sudah puya modal kuat. Selain uang dan dukungan, yang paling utama adalah popularitas. 

Hampir taka da orang di Turki yang tak mengenal Sukur. Popularitasnya hampir menyaingi Kemal Ataturk. Walhasil, dia pun aktif di dunia politik praktis. Sukur terpilih sebagai wakil rakyat di Parlemen Turki. 

Namun, di dunia politik pula nasib Hakan Sukur berubah. Sebab, pada 2011, saat Erdogan berkuasa, Sukur dianggap sebagai oposisi yang membahayakan kekuasaan. Karir politiknya pun berhenti.

Kini, Hakan Sukur berprofesi sebagai sopir online grab yang sesekali berjualan buku di Amerika. Itu dia lakukan karena penguasa Turki telah membekukan asset Sukur di sana. Bahkan, dia juga masih menerima ancaman saat berusaha membangun cafe.  

“Awalnya mengelola sebuah kafe di California, tetapi orang-orang aneh terus datang ke bar. Sekarang saya menjadi pengemudi Uber dan jualan buku." katanya seperti dikutip dari Welt am Sonntag.

Popularitas memang melenakan. Bahkan jadi modal utama berpolitik. Namun, sialnya, berpolitik kadang tak sekadar butuh popularitas. Tapi juga takdir dan keberuntungan. 

(wahyu rizkiawan/zq)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network