Kisah Rami Shaaban, Dari Patah Tangan di Arsenal Hingga ke Piala Dunia 2006

"Jika anda pendukung sejati Arsenal, seharusnya tahu cerita tentang Rami Shaaban."

Feature | 16 November 2021, 18:32
Kisah Rami Shaaban, Dari Patah Tangan di Arsenal Hingga ke Piala Dunia 2006

Libero.id - Pada 2003, Arsenal melakukan transisi penjaga gawang dari David Seaman ke Jens Lehmann. Di sela-sela itu, Arsene Wenger sebenarnya memiliki calon kiper No.1 lainnya, Rami Shaaban. Tapi, musibah menghentikan langkah kiper Swedia itu.

Shaaban lahir di Solna, 30 Juni 1975. Dia adalah putra dari ayah Mesir dan ibu Finlandia. Shaaban memulai karier senior di klub lokal Saltsjobadens IF sebelum pindah ke Kairo untuk bermain bersama Zamalek dan Ittihad Osman, sambil belajar di universitas. Dia tidak pernah di akademi. Dia bermain hoki es di musim dingin dan basket.

Pada usia 19, dia mengikuti wajib militer di Swedia. Dia ditempatkan di divisi olahraga.. Tapi, sepakbola bukan fokus. Dia memainkan bandy, permainan seperti hoki es yang dimainkan dengan bola bukan kepingan. "Kami berlatih (bandy) selama dua jam setiap hari dan kemudian kami pergi menembak," ujar Shaaban, dilansir Planet Football.

"Orang tua saya bercerai ketika saya berusia 15 tahun dan ayah saya kembali ke Mesir. Saya membuat keputusan untuk pergi dan belajar ekonomi di American University (di Kairo). Saya tiba pada Juni (1995) dan tidak ada kuliah. Jadi, sebulan berlalu, dan, seperti segala sesuatu dalam hidup, ketika anda tidak memilikinya, anda melewatkannya. Itulah yang terjadi dengan saya dan sepakbola," ungkap Shaaban.


Memulai bermain di Mesir

Karier sepakbola Shaaban kemudian dimulai. Kakek dari pihak ayah Shaaban pernah menjadi presiden Zamalek. Itu salah satu klub adidaya di sepakbola Afrika. Jadi, dia mulai berlatih setiap hari dengan Zamalek U-21.

"Itu sangat sulit. Fasilitasnya sangat buruk. Saya menyakiti diri saya sendiri di mana-mana. Siku, pinggul. (Itu adalah) gaya pelatihan yang sama sekali berbeda. Tapi, saya beradaptasi," ucap Shaaban.

Tiga bulan kemudian, dia berlatih dengan tim utama di depan pendukung klub yang berapi-api. "Setiap hari, lima, enam ribu orang hadir di latihan kami. Mereka bernyanyi dan bersorak. Jadi, jika anda tidak melakukannya dengan baik dalam permainan sebelumnya, anda akan mendapatkan hujatan," kata Shaaban.

Namun, dengan dua kiper nasional Mesir di klub, Shaaban dengan cepat menyadari bahwa dirinya tidak akan bermain di Zamalek.

Setelah waktunya di Mesir habis, Shaaban kembali ke Swedia. Dia pindah ke klub yang lebih kecil dan membuat debut papan atas. Tapi, karena tidak siap secara mental, dia harus berjuang. Lingkungannya tak kenal ampun: "Di Swedia mereka mengatakan: 'Apa yang kamu lakukan? Kamu tidak berguna'. Itu sulit," ujar Shaaban.

Saat bimbang, Shaaban memutuskan untuk membela Nacka FF. Kebetulan, klub itu sedang mencari kiper. Dan, pelatihnya, Soren Akeby, tahu dan menyukai Shaaban. "Saat itulah saya menyadari semua pelatihan yang telah saya lakukan di Mesir terbayar. Saya tumbuh sebagai pribadi dan sebagai pemain," ujar Shaaban.

Dia dengan cepat memantapkan dirinya di Nacka. Kemudian, mengikuti Akeby ke Djurgardens, klub besar yang berbasis di Stockholm yang saat itu bermain di kasta kedua. Bersama-sama, mereka membantu Djurgardens kembali ke papan atas, mengalahkan Zlatan Ibrahimovic muda dengan Malmo.


Bagaimana ceritanya bisa dikontrak Arsenal?

Setelah serangkaian penampilan yang mengesankan, Shaaban pindah ke Arsenal pada 2002. Di London Utara, Shaaban sebenarnya berada di jalur yang tepat. Pasalnya, Wenger sedang berusaha mencari pengganti Seaman, yang menua dan tidak lincah lagi. Jadi, pelatih legendaris itu langsung memilih Shaaban.

Negosiasi antara Djurgardens dan Arsenal berlangsung tegang. Djurgardens meminta uang transfer yang cukup besar. Akhirnya, terjadi kesepakatan. “Pencari bakat untuk Skandinavia dari Arsenal adalah Steve Bennett. Saya bertemu dengannya ketika saya di sana dan bertanya mengapa saya yang dipilih," kata Shaaban.

Shaaban dikontrak Arsenal bukan dengan mudah. Dia mendapatkan kesempatan uji coba dua hari yang. “Sambutan yang saya dapatkan sangat fantastis, dari David (Seaman) dan Stuart Taylor. Saya makan malam di Sopwell House bersama Gilberto Silva. Orang yang sangat baik, rendah hati," kenangnya.

Pada awalnya semua berjalan mulus. Ketika Seaman cedera, Shaaban bermain dalam dua pertandingan Liga Champions 2002/2003 melawan PSV Eindhoven dan AS Roma. Dia juga tampil pada tiga pertandingan di Liga Premier, termasuk kemenangan Derby London Utara melawan rival Tottenham Hotspur.

"Debut saya di Liga Premier melawan Tottenham di kandang. Itu adalah hari yang sempurna, cerah. Kami benar-benar berada di puncak, masing-masing dari kami. Saya tidak berpikir Tottenham telah mengalahkan kami dalam 20 tahun. Bahkan di terowongan saya merasa kami akan memenangkannya," kata Shaaban.


Musibah membawa berkah

Semua keberuntungan Shaaban berubah memasuki periode Natal-Tahun Baru. Saat itu, ibunya datang ke Inggris dari Swedia, mengunjungi dirinya, dan berencana merayakan Natal-Tahun Baru bersama, seperti tradisi di Swedia. Saat ibunya sedang menyiapkan makan malam, seperti biasa Shaaban pergi berlatih.

"Kami memiliki permainan kecil dan Dennis Bergkamp mencoba melakukan lob saya. Jadi, saya mundur dan mengarahkan bola ke mistar gawang," ucap Shaaban menceritakan awal musibah yang menimpanya, dilansir Planet Football.

Shaaban melihat bola memantul ke bawah dan mencoba menendangnya. Begitu pula Martin Keown. "Saya berhasil menendang bola dan dia berhasil menendang kaki saya. Saya mendengar suara. Tapi, saya tidak merasakan sakit. Kaki saya mati rasa. Anda tahu saat anda tidur di lengan anda? Sensasi kakinya seperti itu," ujar Shaaban.

Keown berlari menjauh. Dia tidak menyadari apa yang telah dilakukan. Tapi, yang lain datang dengan tergesa-gesa. Kemudian datanglah dokter dan fisioterapis klub yang lama, Gary Lewin. Ternyata, tibia dan fibula Shaaban tidak hanya patah, melainkan juga sarafnya putus.

Di dalam ambulans, Shaaban menelepon ibunya untuk menjelaskan apa yang terjadi. "Dia tidak percaya pada saya. Saya pikir saya mengatakan itu padanya seperti tujuh kali. Dia masih tidak percaya karena saya tidak kesakitan. Lalu, akhirnya dia mengerti," kata Shaaban.

"Saya menjalani operasi pada malam yang sama. Dan, para pemain datang mengunjungi saya. Itu bagus. Dan, kemudian saya berjuang untuk sementara waktu," tambah Shaaban.

Cedera itu ternyata berdampak fatal. Setelah sembuh dia tidak bermain satu menit pun sepanjang musim. Bahkan, pada musim 2004, Shaaban dibebaskan pergi setelah kontraknya tidak diperpanjang. Dia menghabiskan hampir satu tahun tanpa klub. Dia hanya berlatih di gym milik Freddie Ljungberg. Shaaban juga mengalami perceraian dan mantan istri serta putranya kembali ke Swedia.

Akhirnya, pada Maret 2005, dia mendapatkan kontrak yang sangat singkat dengan Brighton and Hove Albion. Kemudian, dia pindah ke Norwegia untuk bermain untuk Fredrikstad pada awal 2006. Itu adalah langkah mundur. Tapi, itu membuktikan dorongan yang dia butuhkan.

Meski tampil di klub kecil, penampilan Shaaban ternyata cukup bagus dan menarik perhatian para pelatih di tim nasional Swedia. Dia dipanggil ke membela The Yellow Vikings ketika bermain di Fredrikstad, bukan di klub besar sekelas Arsenal! "Saya melakukan debut saya selama 45 menit melawan Finlandia dua minggu sebelum Piala Dunia 2006," kata Shaaban.

Ternyata, nama Shaaban masuk sebagai satu dari tiga kiper Swedia untuk Piala Dunia di Jerman. Dia hanya menjadi kiper ketiga di belakang Andreas Isaksson dan John Alvbage.

Masuk skuad Piala Dunia ibarat mimpi yang jadi kenyataan. Dan, keberuntungan Shaaban berlanjut. Rekan setimnya, Isaksson mengalami cedera benturan di kepala sebelum turnamen. Pelatih kemudian menunjuk Shaaban sebagai kiper utama Swedia saat laga pembuka Grup B melawan Trinidad and Tobago.

"Kami seharusnya menang 5-0. Shaka Hislop memainkan permainan seumur hidupnya. Itu adalah perasaan yang aneh. Itu juga karena ibu dan anak saya berada di tribun. Saya memiliki clean sheet yang membanggakan. Tapi, kami sangat kesal di ruang ganti," ujar Shaaban.

"Bagi saya, itu seperti, 'Saya mengatakan: saya kembali'. Sama halnya dengan Arsenal. Siapa yang mengira saya akan bermain di Piala Dunia setelah tahun-tahun sebelumnya cedera parah dan terbuang dari Arsenal?" beber Shaaban.

Setelah Shaaban bermain dalam kemenangan 1-0 atas Paraguay dan hasil imbang 2-2 dengan Inggris, Swedia dikalahkan  Jerman di babak 16 besar dengan Isaksson kembali ke gawang. Tapi, Shaaban telah mencapai puncak. Dia mewakili bangsanya di panggung sepakbola terbesar. Dari orang yang hancur menjadi pemenang.


Kehidupan setelah pensiun

Selain Piala Dunia 2006, Shaaban juga kembali masuk skuad Swedia ke Euro 2008. Sayang, Swedia kandas di fase grup setelah hanya mendapatkan tiga poin dari tiga pertandingan yang dijalani.

Di saat yang sama, karier Shaaban berlanjut ke Hammarby. Tapi, beberapa cedera serius menghambat kemajuan karier Shaaban. Akhirnya, dia mengambil keputusan untuk benar-benar meninggalkan sepakbola. Dia pensiun sebagai pemain Hammarby dan setelah memiliki 16 caps dengan The Yellow Vikings.

Setelah gantung sarung tangan, Shaaban meninggalkan sepakbola. Dia menggunakan koneksinya di Mesir untuk menemukan usaha impor buah-buahan dan sayuran. Dia membawa komuditas itu ke Swedia untuk dipasarkan.

"Banyak orang mengatakan kepada saya, 'Oh, Anda sangat tidak beruntung'. Saya melihatnya secara berbeda. Saya melihat bahwa itu adalah salah satu klub terbaik di dunia, dengan dokter terbaik, dengan fasilitas terbaik. Jika itu akan terjadi pada saya, ini adalah tempat terbaik. Dan, itu adalah pola pikir saya sepanjang waktu," pungkas Shaaban.

(atmaja wijaya/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network