Kisah Karier Terbaru Fabian Barthez, Jadi Pembalap di Le Mans

""Saya selalu terpesona oleh motorsport""

Biografi | 18 November 2021, 13:20
Kisah Karier Terbaru Fabian Barthez, Jadi Pembalap di Le Mans

Libero.id - Fabian Barthez adalah salah satu pesepakbola paling terkenal di dunia pada akhir 1990-an. Kepala botak ikoniknya yang dicium oleh rekan setimnya dari Prancis, Laurent Blanc, di Piala Dunia 1998 akan selalu menjadi kenangan manis.

Kini, penjaga gawang eksentrik yang menurut Sir Alex Ferguson dianggap sebagai pemain paling outfield ini menekuni dunia balap.

Pada usia 36 tahun, Barthez memutuskan untuk menekuni dunia motorsport secara profesional pada 2008. Dia berkompetisi di Porsche Carrera Cup Prancis. Di tahun berikutnya, dia mengikuti Kejuaraan GT Prancis, Seri Bioracing, dan Piala Caterham Sigma Prancis.

Pada 2010, Barthez mencapai podium pertamanya di FFSA GT Championship dalam balapan pertama di Dijon-Prenois.

Mulai unggul di belakang kemudi, dia memenangkan balapan pertamanya di Seri FFSA di balapan kedua di Circuito de Navarra setahun kemudian. Dia finis ketujuh yang kredibel di kejuaraan, mendapatkan kepercayaan diri yang lebih besar di trek.

Transformasi karier Barthez yang luar biasa mencapai puncaknya pada 2013. Dia menjadi juara GT Prancis, bersama Morgan Moullin-Traffort. Kemudian, ingin menguji dirinya lebih jauh, Barthez memasuki balapan Le Mans 24 Jam pertamanya pada 2014.

Dia menempati posisi ke-29 yang kredibel secara keseluruhan dan kesembilan di kelas LMGTE Am saat mengendarai Ferrari 458 bersama tim Sofrev ASP. Transisi dari pesepakbola ke balap mobil adalah sesuatu yang selalu ada di dalam rencana pria asal Prancis yang sangat tertutup dan jarang memberikan wawancara ini.

"Saya selalu terpesona oleh motorsport, bahkan ketika saya bermain sepakbola. Itu selalu membuat saya penasaran."

"Saya ingin memahami bagaimana rasanya berada di dalam mobil. Saya harus menunggu sampai akhir karier profesional saya untuk mencobanya."

“Itu tidak seperti sepakbola, Anda masih bisa bermain bagus bahkan ketika Anda berusia 35 tahun, yang merupakan usia saya ketika saya berhenti bermain.”

Pada 2018, Barthez muncul di sebuah film dokumenter TV Prancis berjudul 'Brothers of Sport' di saluran L'Equipe. Dia ingat percakapan dengan mantan pembalap F1 Prancis, Olivier Panis, pada 1998 tentang kemungkinan perubahan kariernya.

Momen itu tak lama setelah Prancis memenangkan Piala Dunia 1998 dan Barthez tidak percaya dia akan lama menekuni sepakbola.

"Saya berbicara dengan Olivier saat musim panas. Saya bertanya kepadanya apakah saya adalah pesepakbola pemenang Piala Dunia?"

"Semuanya terjadi begitu cepat. Kami tidak punya waktu untuk hidup di masa sekarang. Saya bertanya pada diri sendiri, 'Apa yang baru saja terjadi?'”

"Saya ada di generasi yang mengharuskan saya mengambil keuntungan dari karier kami, karena mereka selalu berakhir begitu cepat."

"Dan, ketika mereka selesai, mereka berakhir. Itu pesan saya kepada kaum muda, karena waktu berjalan sangat cepat."

Saat dia pensiun, Barthez menepati janjinya dan mulai balapan mobil. Dia mendirikan tim Panis Barthez Competition pada 2016 dengan pemenang Grand Prix Monaco 1996 dengan tujuan balapan di Le Mans.

Pada balapan 2017, Barthez yang tak kenal takut itu mencatat kecepatan tertinggi 206 mph di sirkuit Le Mans. Dia berkata dalam film documenter. "Saya tahu bagaimana belajar dengan sangat baik. Suasananya, semangatnya."

"Saya menghabiskan tiga bulan untuk mempelajari semua yang saya bisa. Itu adalah hasrat yang berubah menjadi obsesi."

"Itu seperti sepakbola, dalam hal persiapan, cara tekanan meningkat, Anda melihat lapangan dan stadion, tekanan meningkat, semuanya kembali kepada saya."

Sayangnya, dia harus mundur dari kompetisi 2017 ketika prototipe Ligier JS P217 miliknya mengalami kerusakan kopling tiga jam menjelang akhir balapan. "Saya mencoba untuk menjalankannya lagi, tetapi kemudian harus meninggalkannya."

"Itu menyakitkan tim. Ketika Anda kembali ke sini, dan para pemain turun," ucap Barthez. “Ini adalah bagian dari proses pembelajaran dalam balapan yang sangat sulit. Ini semua adalah bagian dari keseluruhan, panas, dan kesalahan kecil."

“Kita harus menganalisa. Pokoknya itu akan membuat kita berkembang," lanjutnya. “Sementara itu, tetap tegakkan kepala dan semangat positif. Itulah cara Anda maju. Ini tentang tim, tentang berbagi. Itulah filosofi saya dalam olahraga."

Barthez juga tidak dapat menyalahkan komitmen dan dedikasinya terhadap motorsport. Bahkan, Panis sangat senang bekerja dengan Barthez.

"Dia adalah pembalap yang fantastis dan sungguh menakjubkan melihat apa yang telah dia capai," ungkap Panis.

Terlihat jelas, dengan Panis sebagai mentornya, Barthez bisa terus sukses di level tertinggi motorsport.

Prestasinya di trek menambah apa yang telah menjadi karier olahraga yang berkilauan. Dalam sepakbola, dia memenangkan dua gelar Liga Premier bersama Manchester United pada 2001 dan 2003.

Sebelum itu, dia juga telah mencicipi kemenangan di Liga Champions bersama Marseille pada 1993, dan dua kali juara Ligue 1 bersama Monaco pada 1997 dan 2000.

Namun, kejayaannya datang bersama Les Bleus pada 1998 ketika mengangkat trofi Piala Dunia untuk Prancis, diikuti kemenangan Eropa pada 2000.

Itu membuktikan Barthez selalu terdorong untuk berhasil dalam apapun yang dia lakukan.

(diaz alvioriki/yul)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network