Sadarkah anda jika selama ini jarang melihat pemain kulit hitam di tim Tango? Ini alasannya.
Banyak penggemar sepakbola yang bertanya mengapa tidak pernah ada pemain kulit hitam yang membela tim nasional Argentina. Padahal, negara tetangga seperti Brasil, Uruguay, Kolombia, hingga Chile punya banyak pesepakbola keturunan Afrika.

Sama seperti negara-negara di Amerika pada umumnya, Argentina juga telah lama bangga dengan warisan Eropanya. Migrasi massal 7 juta orang Eropa, sebagian besar Spanyol dan Italia, pada 1850-1950, telah menciptakan profil rasial yang menurut banyak orang Argentina membedakan negara mereka dari Amerika Latin lainnya hingga hari ini.

"Orang Meksiko turun dari suku Aztec, orang Peru dari suku Inca. Tapi, orang Argentina turun dari kapal," bunyi pepatah lama yang merangkum persepsi Argentina tentang dirinya sebagai bangsa Eropa kulit putih yang ditransplantasikan.

Ternyata, pandangan Eurosentris itu sekarang diperdebatkan karena tidak hanya ketinggalan zaman, melainkan juga secara faktual tidak benar oleh generasi peneliti dan aktivis muda keturunan Afrika yang ingin menulis ulang versi sejarah Argentina. "Argentina perlu memahami bahwa mereka sangat rasialis," kata aktivis dan peneliti kulit hitam, Ali Delgado, dilansir The Guardian.

"Di Argentina dulu dikatakan bahwa di sini tidak ada orang kulit hitam, oleh karena itu tidak ada orang yang rasialis dan karenanya tidak ada rasialisme," ucap aktivis dan peneliti lainnya, Patricia Gomes.

Delgado dan Gomes menunjukkan studi terbaru tentang survei populasi dan genetika yang melukiskan gambaran yang jauh berbeda dari sejarah yang diterima Argentina. Satu studi baru-baru ini menyimpulkan bahwa hingga 9% orang Argentina saat ini memiliki keturunan Afrika.

Alasannya, sederhana Pada abad 16 dan 19, atau jauh sebelum gelombang migrasi Eropa, lebih dari 200.000 orang Afrika yang diperbudak tiba di pelabuhan Buenos Aires dan Montevideo.

"Jumlah budak yang tiba di wilayah Rio de La Plata (Sungai yang memisahkan (Buenos Aires dan Montevideo) hampir setengah dari mereka yang tiba di Amerika Serikat," ujar Alex Borucki, seorang akademisi Uruguay dari University of California Irvine.

Bukti juga menunjukkan, pada 1778, orang Afrika dan keturunannya membentuk 37% dari populasi wilayah yang sekarang disebut Argentina. Data itu didapatkan berdasarkan sensus oleh penguasa kolonialis Spanyol. Di beberapa provinsi besar proporsinya lebih dari 50%.

Jumlah itu tidak turun secara signifikan setelah kemerdekaan Argentina dari Spanyol pada 1816. Keturunan Afrika menyumbang 30% dari populasi Buenos Aires selama beberapa dekade setelah kemerdekaan. Tapi, setelah itu jumlahnya tidak diketahui, karena biro sensus Argentina berhenti mengumpulkan informasi rasial.

Data dari studi tahun 2005 yang dilakukan oleh peneliti keturunan Afrika yang memproyeksikan 5% dari populasi memiliki setidaknya satu leluhur Afrika. Ada lagi sebuah studi genetik yang dilakukan oleh University of Brasília pada 2008 mencapai kesimpulan yang berbeda. Tapi, mereka juga menemukan bahwa 9% orang Argentina saat ini adalah keturunan Afrika.

"Proses pemutihan” Argentina telah dipelajari secara mendalam oleh akademisi AS, Erika Edwards, dalam bukunya Hiding in Plain Sight, yang diterbitkan oleh University of Alabama Press. "Proyek pemutihan adalah upaya yang sukses dalam hal penghapusan kegelapan. Gagasan bahwa seseorang bisa menjadi keturunan seorang budak tidak ada di sana," kata Edwards.

Keyakinan bahwa Argentina yang benar-benar Eropa terus meresap. "Kita semua (orang Argentina) adalah keturunan dari (bangsa-bangsa di) Eropa," kata Presiden Argentina, Mauricio Macri, saat mengikuti Forum Ekonomi Dunia 2018 di Davos.

Kebijakan imigrasi Eropa di Argentina dimulai di bawah konstitusi 1853 pada saat para pemikir dan politisi pascakemerdekaan negara itu terobsesi dengan dikotomi "Peradaban" dan "Barbarisme". Itu judul buku pada 1845 oleh Presiden Argentina ke-7, Domingo Sarmiento. Dalam pandangan Manichean ini, keturunan Afrika ditempatkan tepat pada skala barbarisme.

"Jika tidak mungkin secara fisik menghilangkan keturunan Afrika-Argentina, keputusannya adalah setidaknya menghilangkan mereka secara simbolis, untuk menciptakan wacana bahwa tidak ada orang kulit hitam di Argentina, bahwa Brasil memiliki masalah itu," kata Edwards.

Sebagian besar keturunan Afrika saat ini adalah ras campuran karena perkawinan antara pria imigran Eropa yang tiba setelah 1850 dan wanita Argentina keturunan Afrika. "Di AS, setetes darah hitam membuat anda hitam. Tapi, di Argentina setetes darah putih membuat anda putih," kata Gomes.

"Dalam masyarakat ketika keturunan Afrika terpinggirkan, banyak keluarga keturunan Afrika menekankan keputihan mereka untuk menyelamatkan diri. Mereka merobek foto-foto lama dan menyangkal keberadaan kerabat kulit hitam," tambah Gomes.


Tiga pemain kulit hitam yang membela La Albiceleste

Dengan fakta itu, sangat masuk akal jika selama bertahun-tahun penggemar sepakbola di seluruh dunia jarang melihat pemain berkulit hitam di skuad La Albiceleste. Situasi itu berbeda 180 derajat dengan tetangga terdekat Argentina seperti Brasil, Uruguay, atau Chile.

Tapi, bukan berarti tidak pernah ada. Sepanjang sejarah, hanya ada tiga pemain kulit hitam yang mendapatkan kesempatan membela Argentina.


1. Alejandro Nicolás de los Santos

Alejandro Nicolás de los Santos hidup pada 17 Mei 1902-16 Februari 1982. Dia adalah seorang pemain sepakbola Argentina yang bermain sebagai penyerang untuk San Lorenzo, Dock Sud, El Porvenir, hingga Huracán. De los Santos lahir di Paraná dari orang tua Angola-Argentina.

Karier De los Santos dimulai pada 1921 saat menandatangani kontrak dengan San Lorenzo. Pada 22 Mei 1921, dia melakukan debut untuk klub dalam kemenangan 2-0 melawan Banfield. Setelah bermain di Dock Sud dan El Porvenir, De los Santos bergabung dengan Huracán pada 1931. Di sana, dia mencetak 21 gol dalam 73 penampilan liga, membuat total 25 gol dalam 88 penampilan di semua kompetisi.

Pada 1925, De los Santos membantu Argentina memenangkan Kejuaraan Amerika Selatan (sekarang Copa America). De los Santos adalah pesepakbola kulit hitam pertama yang tampil untuk Argentina. Selama 3 tahun, dia mendapatkan kesempatan bermain 5 kali.




2. José Manuel Ramos Delgado

José Manuel Ramos Delgado hidup pada 25 Agustus 1935-3 Desember 2010. Lahir di Quilmes, Delgado berasal dari komunitas Cape Verde di Argentina. Ayahnya merupakan penduduk asli negara jajahan Portugis di pantai barat Afrika itu, yang lahir di São Vicente.

Mengawali karier dari Quilmes, Delgado lalu membela Lanús, River Plate, Banfield, Santos, dan Portuguesa Santista. Saat bermain di River, panggilan ke timnas didapatkan. Pada 1958-1965, Delgado bermain 25 kali untuk Argentina. Dia termasuk dalam skuad untuk Piala Dunia 1958 dan 1962, serta bermain di Kualifikasi Piala Dunia 1966 Zona CONMEBOL.

Setelah pensiun sebagai pemain, Delgado sempat menjabat sebagai pelatih Santos, sebelum kembali ke Argentina untuk menukangi Belgrano, Deportivo Maipu, Gimnasia y Esgrima La Plata, Estudiantes de La Plata, River Plate, Talleres de Córdoba, Platense, All Boys, hingga Quilmes. Dia juga sempat bekerja di Peru dengan Universitario.

Delgado kemudian kembali ke Santos untuk bekerja sebagai pelatih tim akademi. Di sana, dia berjasa atas karier Robinho dan Diego Ribas da Cunha. Delgado meninggal di sebuah rumah sakit di Villa Elisa pada 3 Desember 2010, karena Alzheimer.


3. Héctor Rodolfo Baley

Héctor Rodolfo Baley lahir di Bahía Blanca, 16 November 1950. Dia adalah penjaga gawang di skuad pemenang Piala Dunia 1978. Itu adalah tahun ketika Mario Kempes mengguncang dunia lewat permainan dan ketajaman yang dimiliki. Tapi, mengingat penampilan konsisten kiper utama, Ubaldo Fillol, Baley hanya bermain beberapa pertandingan untuk timnas.

Kariernya dimulai di Estudiantes de La Plata. Di sana, dia menjadi salah satu dari beberapa kiper yang mencoba mengisi posisi Alberto Poletti yang diskors. Lalu, pada 1978, Baley adalah bagian dari Independiente yang memenangkan Liga Argentina 1978. Dia juga bermain untuk Huracán, Colón de Santa Fe, dan Talleres de Córdoba.