Ini Alasan Kenapa Liga Prancis Disebut sebagai Liga Petani

"Para pengejek seperti tertampar setelah musim ini dua wakil Ligue 1 lolos ke semifinal Liga Champions."

Analisis | 22 August 2020, 12:16
Ini Alasan Kenapa Liga Prancis Disebut sebagai Liga Petani

Libero.id - Musim ini semifinal Liga Champions diisi oleh dua klub wakil asal Liga Prancis (Ligue 1), yaitu Paris Saint Germain dan Olympique Lyon, dimana kiprah keduanya diiringi dengan embel-embel berasal dari "liga petani". Lantas apa yang membuat Liga Prancis dijuluki sebagai liga petani?

Di babak sebelumnya PSG berhasil menyudahi perlawanan tim penuh kejutan musim ini, Atalanta dengan skor 2-1.

Pertandingan yang dihelat di Stadion Da Luz itu berlangsung secara dramatis, dimana PSG mampu membalikkam keadaan di akhir laga, masing-masing dari Marquinhos di menit ke-90 dan Choupo Moting pada menit ke-90+3.

Setali tiga uang dengan PSG, Lyon yang musim ini tampil luar biasa di kompetisi Eropa mampu menyingkirkan tim bertabur bintang sekaligus favorit juara musim ini, Manchester City.

Tampil tanpa beban, anak asuh Rudi Garcia berhasil mempecundangi the Citizens dengan skor yang sangat meyakinkan, 3-1.

Namun keduanya memiliki nasib yang berbeda, PSG berhasil tampil di partai puncak setelah mengandaskan perlawanan RB Leipzig, sedangkan Lyon justru babak belur kala bersua Bayern Muenchen.

Tapi terlepas dari tampil atau tidaknya kedua tim asal Liga Prancis itu di final Liga Champions, tentu pencapaian keduanya membuktikan kualitas dari sebuah liga yang selama ini dijuluki sebagai liga petani.

Libero.id

Liga Prancis yang dijuluki liga petani

Istilah liga petani muncul karena adanya suatu dominasi yang terlalu berlebihan dari sebuah klub di Liga Prancis, dalam hal ini PSG terutama sejak klub diakuisisi oleh taipan kaya dari Timur Tengah.

Terhitung semenjak menjadi "anak orang kaya", PSG berhasil meraih gelar Liga Prancis sebanyak 7 kali dalam 8 musim terakhir.

Libero.id

Paris Saint Germain

Les Parisiens hanya gagal menjadi juara pada musim 2016/2017 dimana di musim tersebut AS Monaco yang diperkuat oleh para pemain muda berbakat berhasil mengangkangi PSG di klasemen akhir.

Setelah musim tersebut berakhir banyak sekali bintang AS Monaco yang pergi meninggalkan Stadion Louis II untuk berkiprah di tim yang lebih besar, bahkan bintang utama mereka, Kyilian Mbappe justru menyeberang ke Paris.

Artinya dari segi kekuatan finansial yang juga menentukan prestasi klub, boleh dikatakan PSG benar-benar sangat mendominasi Liga Prancis utamanya dalam 8 musim terakhir ini.

Klub-klub seperti AS Monaco hanya mampu sekali saja mengganggu dominasi PSG di kompetisi domestik, bahkan Lyon yang pernah juara 7 kali beruntun pun tak mampu sedikitpun menggoyang dominasi PSG.

Klub legendaris Liga Prancis, Saint Etienne yang hingga kini memegang rekor sebagai klub dengan catatan juara liga terbanyak dengan 10 koleksi trofi pun bahkan hanya berkutat di papan tengah sementara Olympique Marseille yang mengoleksi 9 gelar liga tak mampu berbuat banyak.

Maka atas dasar dominasi yang berlebih itulah Liga Prancis acapkali disebut sebagai liga petani yang hanya mampu dikuasai oleh satu kekuatan saja.

Selain itu faktor kualitas liga pun disorot, dimana Liga Prancis bukanlah destinasi utama bagi para pemain terbaik di dunia karena mereka lebih cenderung memilih Liga Inggris, Spanyol, bahkan Italia.

Nama-nama besar seperti Eden Hazard, Alexandre Lacazette, Olivier Giroud, Riyad Mahrez, N'Golo Kante, Matteo Guendouzi, Nicolas Pepe, dan yang terbaru William Saliba memutuskan pergi meninggalkan Prancis dan bergabung bersama klub Liga Inggris.

Liga Inggris memang memiliki daya tarik tersendiri bagi para pesepakbola, selain menawarkan gaji yang berlimpah, di kompetisi tanah Ratu Elizabeth itu juga menjanjikan persaingan yang kompetitif sehingga mampu meningkatkan level para pesepakbola.

Di Liga Inggris pemenangnya sangat sulit untuk ditebak, kendati dalam dua musim terakhir dikuasai oleh Liverpool dan Manchester City, namun jika ditarik dalam beberapa musim sebelumnya terdapat sejumlah nama seperti Arsenal, Chelsea, Manchester United, bahkan Tottenham dalam persaingan merebut titel juara.

Bahkan di musim 2015/2016 Leicester City mampu mengejutkan seantero Eropa bahkan dunia setelah berhasil mengakhiri musim Liga Inggris dengan predikat juara dan membuat kisah mereka bak sebuah cerita dongeng.

Sementara di Liga Spanyol persaingan abadi Real Madrid dan Barcelona masih menjadi daya tarik tersendiri bagi pecinta sepakbola, dimana Atletico Madrid, Sevilla, dan Valencia sesekali mengintip persaingan.

Dominasi yang ada di Liga Spanyol dinilai masih dominasi yang tidak dilakukan oleh hanya satu klub saja, sehingga liga tanah matador itu aman dari sebutan liga petani.

Bahkan Liga Italia yang selalu didominasi oleh Juventus mulai era Antonio Conte hingga Maurizio Sarri saja tidak pernah dicap sebagai liga petani lantaran klub-klub seperti Napoli, AC Milan, Inter Milan, AS Roma, bahkan kini Atalanta memiliki kans mengganggu Juventus dalam setiap musimnya.

Liga Jerman pun demikian, meski Bayern Muenchen terus mendominasi liga, namun apa yang telah dilakukan oleh Dortmund, Moenchengladbach, Schalke 04, Wolfsburg, dan kini RB Leipzig patut diacungi jempol.

Walaupun PSG kerap disebut sebagai juara liga petani, namun sejumlah nama besar tetap bersedia bermain di sana, sebut saja Neymar yang didatangkan PSG dari Barcelona dengan memecahkan rekor biaya transfer.

Namun khusus di musim ini liga petani yang dimaksud publik dalam hal ini adalah PSG dan Lyon mampu menorehkan prestasi yang sangat luar biasa di ajang Liga Champions.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network