Kisah Juninho Pernambucano, Sang Dewa Bola Mati

"Andrea Pirlo belajar freekick dari Juninho. “Juninho bisa membuat bola menari,” kata Ronaldinho."

Biografi | 05 September 2020, 06:00
Kisah Juninho Pernambucano, Sang Dewa Bola Mati

Libero.id - Brazil tak pernah kehabisan talenta pesepakbola nomor satu dan para penggemar sepakbola tahu reputasi seorang Juninho Pernambucano. Juninho adalah nama panggilan laki-laki Brasil yang diambil dari akar bahasa Portugis yang berarti 'Junior Kecil.'

Ada sekitar 26 pesepakbola Brasil, dulu dan sekarang, yang menggunakan nama tersebut, dan mereka, tanpa kecuali, semuanya memiliki 'Junior' di nama lengkap mereka. Nama lengkap Juninho yang satu ini adalah Antonio Augusto Ribeiro Reis Junior.

Dalam iklim sepakbola Brazil kemampuan mengolah si kulit bundar Juninho mengalir dengan sendirinya. Namanya besar di klub-klub lokal seperti Sport Refice dan Vasco da Gama  bersama dua klub itu Juninho sukses mempersempahkan Piala Campeonato Brasileiro Serie A (divisi teratas Brasil), dua piala domestik, dan Copa Libertadores, Campeonato dan Mercosur kedua (kompetisi  Piala UEFA Amerika Selatan).

Karier Klub dan Timnas

Sepanjang kariernya pemain yang dijuluki ‘Raja Kecil dari Sao Januario’ ini berhasil mengumpulkan penghargaan baik individu dan kolektif, baik untuk klub atau untuk negara. Pada tahun 1993 Juninho memantapkan diri sebagai gelandang ‘pengangkut air’. Gaya bermain yang spartan dan penguasaan bola yang ideal tak serta merta membuat namanya melejit.

Butuh waktu hingga 31 Maret 1999 bagi Juninho untuk melakukan debut di timnas Brasil. Laga pertamanya bersama kesebelasan samba sukses meraih kemenangan 2-0 atas Jepang. Sebelum tahun itu, sebenarnya prestasi Juninho di klub terbilang lumayan, dia telah memenangkan Campeonato dan Copa Libertadores, hampir mirip dengan seorang David Beckham yang mengawali debutnya di timnas Inggris setelah dua tahun sebelumnya memenangkan Liga Premier dan Liga Champions.

Nama-nama seperti Emerson, Flavio Conceicao dan Rivaldo adalah sebagian rekannya di lini tengah. Namun sayangnya ketika kursi pelatih  diampu oleh Luiz Felipe Scolari, Juninho Pernambucano tidak masuk dalam daftar pemain yang diboyong untuk turnamen Copa America dan Piala Dunia 2002.

Tetapi pada tahun-tahun itu, Juninho tidak lagi bermain di liga domestik. Pada mulanya uang tidak membuat Juninho tertarik dan tak membuat kakinya goyah untuk pergi dari tanah kelahirannya. Namun Juninho lekas ingat, dia adalah pesepakbola profesional, yang hidup dan menggantungkan diri dari keterampilan yang telah dia tekuni sejak kecil.

Dan Juninho akhirnya hijrah ke Eropa, bergabung dengan Olympique Lyons pada musim 2011.

Mengenai alasan kepindahan, Juninho berujar, “Vasco da Gama belum memenuhi kewajiban mereka terhadap saya.” Lalu dia menambahkan, "jadi saya mencari jalan hukum untuk memenangkan hak saya."

Bersama Lyon, Juninho tampil sebagai ikon klub, dia membawa Lyon memenangkan 7 gelar Ligue 1 dalam 7 musim beruntun. Bermula dari sinilah, Juninho kembali dilirik Brazil untuk mengisi pos lini tengah untuk ajang Piala Dunia 2006 setelah sebelumnya memenangkan Piala Konfederasi pada tahun 2005.

Dan Juninho perlu berterima kasih kepada Carlos Alberto Parreira, karena berkat Legenda Brazil itu, dia menerima sebagian besar caps internasionalnya dengan membuat 24 penampilan selama masa kepelatihan Pereira.

Kontingen lini tengah Brasil tahun tahun itu dihuni nama-nama beken, seperti Ricardinho, Gilberto Silva, Rivaldo, Ronaldinho, Kleberson, Vampeta, Kaka, dan  satu Juninho lainnya yakni Juninho Paulista.

Tibalah momen Piala Dunia, dipenuhi dengan kegembiraan, air mata Juninho tak terbendung ketika  menyanyikan lagu kebangsaan Brasil.  Brazil lolos dari fase group dan menjelang pertandingan perempat final Piala Dunia Brazil dengan Prancis Juninho kembali menangis lagi untuk negaranya, tetapi kali ini air mata kesedihan.

Brazil harus rela tersingkir lebih awal. Juara dunia edisi 2002 itu kalah 0-1 dari Prancis, dan hal ini jugalah yang menandai akhir dari karier internasional Juninho, dia memutuskan pensiun dan kembali fokus untuk klub yakni Olympique Lyon.

Namun semua kemesraan itu harus berakhir, ketika Juninho meninggalkan Lyon pada musim 2009 dalam usia 34, dia pergi dengan status bebas transfer setelah klub setuju untuk mengakhiri kontraknya setahun lebih awal.

Meski posisinya gelandang, Juninho termasuk yang produktif, dia tampil sebanyak 248 kali dan menyarangkan 75 gol. Menggenapi torehan 100 gol nya bersama dua klub Brazil yakni Vasco da Gama dan Sport Recife.

Juninho kemudian bermain untuk klub Qatar, Al-Gharaffa selama 2 musim (2009-2011),  lalu pulang kampung ke klub yang membesarkan namanya, tetapi lagi-lahi Juninho hanya singgah singkat dia menghabiskan 18 bulan dalam tugas keduanya di Vasco da Gama.

Persinggahannya berlanjut  di New York Redd Bulls di mana dia bermain bersama Thierry Henry dan Tim Cahill, hanya memainkan 13 laga, untuk ketiga kalinya Juninho berseragam Vasco da Gama hingga memutuskan pensiun pada tahun 2014.

Master Free Kick

Satu hal yang tak bisa dilupakan publik dari seorang Juninho yakni betapa memukaunya ketika dia mengambil tendangan bola mati. Siapa pesepakbola yang menurut Anda hebat dalam bidang ini? Cristiano Ronaldo, David Beckham, Andrea Pirlo, atau Ronaldinho?
Asal tahu, mereka semua adalah pengagum Juninho, untuk urusan free kick Juninho adalah Master. Semua jenis bola dieksekusi secara ahli dari segala sudut dan jarak. 

Juninho sedikit berbeda dari pesepakbola rata-rata, akurasi sepakannya hampir sempurna. Dia merupakan  salah satu pengambil tendangan bebas terbaik dalam sejarah.

Ronaldinho pernah memberi puja puji untuk rekan satu negaranya ini. “Juninho bisa membuat bola menari.” Bahkan Andrea Pirlo dalam buku Autobiografinya terang-terangan mengungkapkan, “Saya belajar mengeksekusi bola mati dari Juninho Pernambucano”.

Pirlo bahkan sampai menonton video-video Juninho dengan detail hingga menemukan sesuatu yang disebutnya  “formula rahasia”.

Jika kita melihat dengan jernih cara Juninho menendang bola, maka apa-apa saja yang dikatakan oleh pemain-pemain di atas bukan sekadar isapan jempol. Bahkan 76 gol dari keseluruhan gol Juninho sepanjang 20 tahun berkarier dihasilkan lewat tendangan bebas. Angka yang belum disusul oleh satu pemain pun di dunia ini.

Beberapa tendangan bebas Juninho yang membekas adalah ketika tahun 1998 dalam ajang Copa Libertadores, Juninho menendang dengan penuh tenaga tapi tetap tampak santai, dari jarak 40-an meter, bola itu kemudian bersarang dengan indah di pojok kanan atas gawang River Plate.

Atau pada saat melawan Barcelona dalam laga 16 besar Liga Champions musim 2008/2009. Juninho mengambil ancang-anjang pendek, dari sudut yang sempit bidikan Juninho berhasil membungkam para cules. Sampai kapanpun Juninho akan selalu di kenang sebagai ‘Dewa’ bola mati. Beri satu kesempatan tendangan bebas kepada Juninho maka seisi stadion bakal terkesima.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network