Kisah Tragis Perugia 1978/1979, The Invincibles yang Gagal Raih Scudetto

"Tidak pernah kalah sepanjang musim, bermain bagus, dan memiliki pertahanan yang kokoh bukan berarti gelar juara liga bisa digenggam."

Feature | 23 October 2020, 07:58
Kisah Tragis Perugia 1978/1979, The Invincibles yang Gagal Raih Scudetto

Libero.id - Tidak pernah kalah sepanjang musim, bermain bagus, dan memiliki pertahanan yang kokoh bukan berarti gelar juara liga bisa digenggam.

Jika tidak percaya dengan kalimat tersebut, tanyakanlah kepada Perugia ketika berjibaku di Serie A 1978/1979. Sanggup meraih 11 kemenangan dan skor 19 imbang dari 30 pertarungan, Il Grifone hanya mampu jadi runner-up. Bagaimana bisa?

Kisah unik itu berawal setelah kematian tragis Renato Curi saat membela Perugia melawan Juventus pada salah satu pertandingan Serie A 1977/1978. Dia menghembuskan napas terakhir setelah terkena serangan jantung hanya 5 menit setelah babak kedua dimulai.

Seperti mendapatkan aura magis dari kepergian mendadak Curi, Perugia memulai musim baru tanpa sang Legenda dengan penuh semangat. Pada pekan perdana, Perugia tampil di kandang melawan Lanerossi. Itu adalah laga resmi pertama ketika Stadio Pian di Massiano berganti nama menjadi Stadio Renato Curi. Hasilnya, kemenangan 2-0 dicetak.

Setelah bermain imbang dengan Inter Milan di pekan kedua, Perugia kembali memetik kemenangan saat melawan Fiorentina dan Juventus. Lalu, mereka imbang dengan Avellino sebelum mendapatkan poin sempurna atas Atalanta Bergamo dan Ascoli. Hasil pertandingan seperti itu ternyata bertahan hingga kompetisi memasuki pekan terakhir 13 Mei 1979.

Perugia mengakhiri kompetisi dengan mengoleksi 41 poin. Mereka hanya menderita 16 gol, meski memasukkan 34 gol. Dari kacamata pertahanan, Il Grifone punya lini belakang terbaik di Italia karena jumlah tersebut berarti mereka hanya kemasukan setiap dua pertandingan.

Anehnya, dengan sederet catatan membanggakan tersebut, Perugia hanya berada di posisi 2 klasemen akhir. Mereka tertinggal 3 poin dari sang peraih trofi, AC Milan. Itu adalah gelar ke-10 I Rossoneri sepanjang sejarah. Padahal, mereka kalah tiga kali dari Juventus, Avellino, dan Napoli. Sementara saat dua kali bertemu Perugia skornya 1-1.

"Mereka menyebutnya keajaiban dan terus melakukannya. Banyak yang bisa dikatakan tentang Perugia yang tak terkalahkan. Tentu saja bukan karena campur tangan Ilahi, melainkan hasil kerja serius selama 5 tahun yang dilakukan oleh orang-orang serius," kata Jurnalis Italia, Xavier Jacobelli, dilansir Sportskeeda.

"Perugia menjadi tim pertama dalam sejarah Serie A yang mampu memainkan seluruh pertandingan tanpa kehilangan poin. Itu adalah sebuah mahakarya. Menggetarkan. Berbakat. Dari pria-pria hebat," tambah Jacobelli.

Lalu, apa kunci sukses Perugia selain hawa mistis dari kematian Curi? Pertama, Ilario Castagner. Dia adalah pelatih Il Grifone sejak 1974. Di musim pertama sebagai nakhoda, mantan striker Perugia langsung menghadirkan posisi puncak klasemen akhir Serie B 1974/1975.

Serie A 1975/1976 menjadi musim perdana Perugia di kasta tertinggi sepakbola Italia. Di bawah arahan Castagner, mereka mengakhir musim di posisi 8. Pada musim selanjutnya (1976/1977), Perugia mencapai posisi terbaiknya di Serie A, yaitu peringkat 6. Lalu, pada musim 1977/1978 atau ketika Curi meninggal di lapangan, Perugia finish di posisi 7.

Selain pelatih, faktor kedua yang membuat Perugia menyandang status "The Invincibles" pada 1978/1979 adalah pemain. Saat itu, mereka mengandalkan banyak pemain berbakat Italia. Salah satu yang paling menonjol adalah Salvatore Bagni.

Bagni bergabung dengan Perugia pada 1977 dari Carpi. Setelah kematian Curi, gelandang kelahiran Correggio, 25 Sptember 1956 tersebut menjadi maskot baru Il Grifone. Dia menjadi jantung permainan Perugia lewat umpan matang, assist, dan sejumlah gol berkelas.

Sebagai pekerja keras, Bagni adalah pemain biasa ditempatkan sebagai gelandang sentral, box-to-box midfielder, hingga gelandang bertahan. Kelebihan utama Bagni adalah kemampuannya untuk memenangkan duel perebutan bola yang langsung melancarkan serangan. Transisi yang baik membuat Bagni selalu menjadi andalan Castagner.

Dijululuki "The Warrior", akhirnya mendapatkan Scudetto saat membantu Diego Maradona di Napoli. Dia adalah gelandang yang membuat Maradona leluasa bermain di lini depan dan mempersembahkan gelar juara Serie A 1986/1987.

Bukti lain kehebatan Bagni ada di tim nasional. Dia mendapatkan kesempatan membela Gli Azzurri 41 kali dengan koleksi 5 gol. Bagni menjadi pemain penting saat Italia bermain di Olimpiade 1984 dan Piala Dunia 1986. Hingga hari ini Bagni masih dikenang suporter Perugia sebagai pahlawan, yang posisi setingkat di bawah Curi.

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network