Kisah Legenda Barcelona dari Filipina Pendukung Diktator Franco

"El Barca sering menjadi corong kemerdekaan Katalunya. Uniknya Paulino justru menjadi pendukung setia diktator Spanyol Jenderal Franco."

Biografi | 01 March 2021, 04:48
Kisah Legenda Barcelona dari Filipina Pendukung Diktator Franco

Libero.id - Di Spanyol, Barcelona bukan hanya klub sepakbola. Dengan moto "Mes Que Un Club", El Barca sering menjadi corong kemerdekaan Katalunya. Uniknya, salah satu Legenda mereka, Paulino Alcantara, justru pernah menjadi pendukung setia Jenderal Francisco Franco.

Selama bertahun-tahun, Filipina dikenal sebagai negara yang tidak menyukai sepakbola. Seperti Amerika Serikat (AS), bola basket menjadi aktivitas yang digemari mayoritas penduduknya. Tapi, bukan berarti Filipina tidak pernah memiliki bintang besar di sepakbola. Contohnya, Alcantara.

Penyerang yang hanya memiliki postur 170 cm tersebut tercatat sebagai salah satu pemain hebat Barcelona pada dekade 1910 hingga 1920-an. Alcantara membela Barcelona pada dua periode, yaitu 1912-1916 dan 1918-1927.

Kisah Alcantara bisa bermain di Barcelona dimulai ketika lahir di Concepcion, 7 Oktober 1886. Ibunya asli Filipina dari Ilongga. Sementara ayahnya perwira militer Spanyol yang bertugas di Filipina. Sebelum menjadi koloni Amerika Serikat, Filipina adalah jajahan Spanyol. Bahkan, nama "Filipina" berasal dari nama Raja Felipe II yang memerintah Spanyol pada 16 Januari 1556-13 September 1598.

Alcantara berusia 3 tahun ketika keluarganya pindah ke Barcelona. Itu tahun yang sama ketika FC Barcelona dibentuk oleh Joan Gamper pada 1889. Alcantara dijadwalkan bermain untuk FC Galeno ketika ditemukan oleh Gamper sendiri.

Gamper memasukkan Alcantara ke tim muda Barcelona. Dia melakukan debut pada usia 15 tahun, 4 bulan, 18 hari pada 25 Februari 1912 melawan Catala SC di Campionat de Catalunya (kejuaraan sepakbola Katalunya) di lapangan tua Carrer de la Industria. Barcelona memenangkan pertandingan itu 9-0, dengan Alcantara mencetak 3 gol.

Hingga hari ini rekor itu belum terpecahkan. Dia menjadi pemain termuda yang pernah mencetak gol untuk Barcelona dalam pertandingan resmi.

Diantara rekan satu timnya selama berada di klub adalah Francisco Bru Sanz, Jack Greenwell, dan Roma Forns. Mereka adalah pemain-pemain Barcelona di awal pembentukannya. Alcantara kemudian membantu Barcelona memenangkan Copa del Rey dan Campionat de Catalunya 1913 serta 1916.

Sayang, saat itu sepakbola masih dikelola secara amatir dan belum ada kompetisi profesional. Akibatnya, pada 1916 orang tua Alcantara kembali ke Filipina dan membawa serta putra mereka.

Di negara asalnya, Alcantara melanjutkan studi di bidang kedokteran dan bermain sepakbola untuk klub lokal Bohemian Sporting Club. Dia membantu klub yang berbasis di Manila tersebut memenangkan Kejuaraan Sepakbola Filipina 1917 dan 1918.

Alcantara kemudian terpilih memperkuat Filipina pada Far Eastern Championship Games 1917 di Tokyo. Dia  membantu timnya mengalahkan Jepang 15-2. Hingga hari ini, catatan tersebut merupakan kemenangan terbesar Filipina dalam sepakbola internasional yang tidak pernah bisa diulangi lagi. Selain sepakbola, dia juga bertanding di tenis meja.

Saat Alcantara asyik bermain untuk Filipina, Barcelona gagal memenangkan trofi utama karena ketidakhadirannya. Gamper kemudian menghubungi orang tua Alcantara dan memohon untuk mengizinkan sang putra kembali ke Spanyol. Tapi, Alcantara tidak bisa berangkat ke Negeri Matador karena terjangkit malaria pada 1917.

Beberapa bulan kemudian, Alcantara sembuh dan diizinkan kembali ke Barcelona. Pada 1918, dia sudah menginjakkan kaki di Spanyol lagi. Saat tiba di sana, Greenwell, yang tadinya rekan bermain Alcantara, sudah naik pangkat menjadi pelatih.

Oleh Greenwell, Alcantara diminta bermain sebagai bek. Tapi, eksperimen itu tidak berhasil. Atas desakan anggota klub (Socio), dia dikembalikan ke sektor penyerangan. Hasilnya, dia membantu klub memenangkan Campionat de Catalunya 1919 atau yang pertama setelah gagal beberapa musim. Klub juga mencapai final Copa del Rey, meski kalah 2-5 dari Arenas Club de Getxo.

Pada 1920, Alcantara kembali membantu Barcelona menjuarai Copa del Rey dan Campionat de Catalunya. Dia mencetak gol dalam kemenangan 2-0 atas Athletic Bilbao di final Piala. Skuad tersebut termasuk Emilio Sagi Linan, yang bermitra dengan Alcantara, serta Ricardo Zamora, Josep Samitier, dan Felix Sesumaga.

Itu menandai dimulainya era keemasan pertama klub dan melihat mereka mendominasi Campionat de Catalunya dan Copa del Rey. Alcantara mencetak 2 gol di final 1922, ketika Barcelona mengalahkan Real Union 5-1. Dia juga mencetak gol kemenangan dalam skor 3-2 atas Atletico Madrid di final 1926.

Karier sepakbola Alcantara tidak berlangsung lama. Dia pensiun pada 3 Juli 1927 untuk menjadi dokter dalam usia 31 tahun. Dalam kariernya, dia mencetak 395 gol pada 357 pertandingan resmi dan persahabatan untuk Barcelona. Rekor klub itu bertahan selama 87 tahun sampai Lionel Messi datang.


Berpihak pada musuh Barcelona selama perang sipil di Spanyol

Ketika perang saudara pecah di Spanyol, Alcantara ternyata tidak berpihak pada Katalunya. Pada tahun 1930-an, dia justru bergabung dengan Falange Espanola. Itu adalah salah satu organisasi Fasisme di Spanyol yang menyatakan kesetiaannya kepada Jenderal Francisco Franco.

Itu aneh dan sulit dipahami para pendukung El Barca karena sejak kelahirannya klub merupakan representasi para pendukung kemerdekaan Katalunya. Barcelona juga memiliki ideologi antifasisme. Mereka sangat menentang kediktatoran Jenderal Franco sejak awal hingga hari ini.

Pada 4 Agustus 1936, dia melarikan diri ke Andorra dan Prancis karena gagal dalam kudeta Franco di Barcelona. Saat itu, Alcantara adalah sukarelawan Carlist dan berpartisipasi dalam berbagai operasi militer pasukan nasionalis Franco. Dia diberi pangkat Letnan dari Batalyon 1 Brigade Legionary Black Arrows (Frecce Nere). Itu adalah korps relawan (Corpo Truppe Volontarie) yang disutradarai langsung oleh Benito Mussolini.

Dengan lambang "panah hitam",  Alcantara bertugas di garis depan Guadalajara, Aragon, dan Katalunya. Dalam perang saudara tersebut, pasukan Jenderal Franco berhasil menang dan menguasai Barcelona dari kaum separatis Katalunya. Pada 26 Januari 1939, dia kembali ke Barcelona bersama Jenderal Juan Yague y Blanco.

Tragisnya, saat itu Alcantara harus berperang melawan rekan-rekannya di Barcelona. Bahkan, pasukan yang sama dengan Alcantara berhasil membunuh Presiden El Barca, Josep Sunyol, pada 6 Agustus 1936. Atas bantuan Mussolini, pada 16 Maret 1938, Angkatan Udara Italia membombardir Barcelona dan menghancurkan markas klub yang sebelumnya diperkuat Alcantara.

Setelah perang berakhir, Alcantara tinggal di Barcelona. Dia diberi jabatan sebagai ketua Falange Espanola Tradicionalista y de las Juntas de Ofensiva Nacional Sindicalista (FET y de las JONS) cabang Barcelona. Itu adalah satu-satunya partai politik yang diizinkan di Spanyol pada era kediktatoran Franco.

Sebagai pendukung Franco, Alcantara ditugaskan untuk "menguasai" Barcelona dan "membersihkan" klub dari kelompok-kelompok pendukung kemerdekaan Katalunya. Di sempat menjadi direktur El Barca, serta melatih Spanyol dan Katalunya.

Uniknya, perbedaan politik ternyata tidak membuat Alcantara dibenci. Barcelona tetap mengenang Alcantara sebagai legenda. Apalagi, dia masuk jajaran 10 besar pencetak gol terbanyak El Barca sepanjang masa. Dia berada di belakang Lionel Messi dengan 694 gol, Cesar Rodriguez (232), Laszlo Kubala (194), Luis Suarez (191), Josep Samitier (184), dan Josep Escola (167).

Alcantara juga bersedia menyumbangkan sejumlah gelar bergengsi untuk ukuran sepakbola saat itu. Sebut saja Pyrenees Cup (1912, 1913), Copa del Rey (1913, 1920, 1922, 1925, 1926), serta Campionat de Catalunya (1913, 1916, 1919, 1920, 1921, 1922, 1924, 1925, 1926, 1927).

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network