Kisah Ayah dan Anak dari Liechtenstein, Sama-sama Main Lawan Gianluigi Buffon

"Ini seperti Enrico dan Federico Chiesa, ayah-anak yang jadi rekan setim Buffon."

Biografi | 08 September 2021, 15:36
Kisah Ayah dan Anak dari Liechtenstein, Sama-sama Main Lawan Gianluigi Buffon

Libero.id - Saat pindah dari Fiorentina ke Juventus, Federico Chiesa mengikuti jejak ayahnya, Enrico, berbagi ruang ganti dengan Gianluigi Buffon. Uniknya, di tempat lain, yaitu Liechtenstein, ayah dan anak memiliki pengalaman yang sama bermain melawan kiper legendaris Italia itu. Mereka adalah Mario dan Yanik Frick.

Mario mendapatkan kado indah ulang tahun ke-46. Itu karena dia kedua putranya masuk dalam skuad Liechtenstein di Kualifikasi Piala Dunia 2022 bulan ini melawan Jerman, Rumania, dan Armenia. 

Bagi Liechtenstein, keluarga Frick identik dengan sepakbola. Mario masih tercatat sebagai pelatih FC Vaduz. Dia juga masih menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang masa negaranya dengan 16 gol. Itu rekor yang tidak mungkin dipecahkan dalam waktu dekat.

Tapi, kedua putra Mario, Yanik dan Noah, bisa saja melewati rekor sang ayah di masa depan. Keduanya memilih posisi yang sama, yaitu penyerang. Yanik, yang berusia 23 tahun, telah mencetak tiga gol dari 20 pertandingan timnas. Sementara Noah (19 tahun) baru mencetak satu gol dari sembilan laga.

Uniknya, hampir 20 tahun yang lalu ketika Yanik masih balita dan Noah masih dalam kandungan ibunya, Mario memulai karier di Italia bersama Hellas Verona. Di sana, dia melawan Juventus yang didalamnya terdapat Buffon.

Frick tidak mencetak gol pada hari itu. Tapi, dia dan Adrian Mutu menyebabkan masalah bagi pertahanan La Vecchia Signora. Dan, hanya gol penyeimbang di menit-menit terakhir yang menghentikan Verona mendapatkan tiga poin dari tim raksasa Serie A tersebut.

Anehnya, Italia dan Liechtenstein tidak pernah bertemu di level internasional hingga 2016. Itu merupakan tahun ketika Mario gantung sepatu sebagai pemain Balzer di kompetisi kasta kedua Swiss. Tentu saja, itu juga menggagalkan peluang Mario untuk mencetak gol melawan Buffon untuk negaranya.

Namun, "rejeki" melawan Gli Azzurri justru menjadi milik Yanik. Dia melakukannya pada 2017 ketika Italia yang dikapteni Buffon meraih kemenangan pada Kualifikasi Piala Dunia 2018. Pada pertandingan unik tersebut, Lorenzo Insigne tampil menakjubkan.

"Awalnya, seperti yang dapat anda bayangkan, itu tampak sangat aneh. Tapi, ketika anda berusia 40 tahun, hal ini bisa terjadi," kata Buffon kepada FourFourTwo saat bermain untuk Paris Saint-Germain.

Memang, momennya di PSG membuat penjaga gawang ini turun ke lapangan pada beberapa kesempatan dengan Timothy Weah, yang gol pertamanya di Ligue 1 datang pada debut Buffon di kompetisi tersebut. 

Orang tua Tim, George Weah, dengan seragam AC Milan, pernah bermain melawan Parma yang didalamnya ada Buffon beberapa kali di akhir 1990-an. Anehnya, tidak Weah senior pernah mencetak gol ke gawang Buffon.

Tentu saja, Buffon sekarang kembali ke Parma. Di sana, dia bermain dengan orang-orang seperti Lilian Thuram pada dekade 1990-an. Dan, perlu diingat bahwa putra Lilian, Marcus Thuram, juga bermain ketika Guingamp kalah dari PSG yang diperkuat Buffon pada 2018.

Kembali ke keluarga Frick. Meski kami melihat banyak kombinasi ayah-anak di tingkat internasional, dan baru-baru ini kami mendapatkan contoh tiga generasi ketika Andri Gudjohnsen, putra Eidur dan cucu Arnor, membuat catatan sejarah untuk Islandia, kisah yang melibatkan Buffon tetap unik.

Dalam kasus Liechtenstein, jika hal-hal berlanjut pada kecepatan mereka saat ini, kita bisa berakhir dengan ayah dan anak yang masing-masing memiliki 100 caps atau lebih.

Pada usia 23 tahun, Mario memiliki 16 gol dari 125 penampilan untuk negaranya. Dia mencetak gol internasional senior pertamanya sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-23. Itu bukan kesempatan yang paling membahagiakan karena Liechtenstein sudah kalah 0-7 dari Rumania pada saat itu.

Lalu, Yanik, yang berulang tahun ke-23 pada Mei 2021, telah menambahkan empat penampilan lagi sejak itu. Dia telah mencetak gol juga. Dia menjaringkan gol ketiga dalam kekalahan melawan Islandia pada Maret 2021.

Tentu saja, jika Yanik atau Noah berakhir dengan karier seperti ayahnya, mungkin suatu hari nanti mereka akan menjadi orang yang dibicarakan banyak penggemar sepakbola di seluruh dunia karena memiliki 100 caps untuk negaranya.

(diaz alvioriki/anda)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network