Jalan hidupnya mirip Alphonso Davies. Salut!
Jika tim nasional Kanada punya Alphonso Davies, maka tim nasional Australia memiliki Awer Mabil. Keduanya sama-sama putra pengungsi perang yang mendapat kehidupan kedua di negara baru dan bakal bermain di Piala Dunia 2022.

Kisah orang tua Alphonso Davies yang melarikan diri dari perang di Liberia telah banyak dibicarakan penggemar sepakbola dari seluruh dunia. Full back Bayern Muenchen itu bahkan lahir di salah satu kamp pengungsian di Ghana sebelum diterima menetap di Kanada.

Namun, di belahan bumi lain, kisah yang tak kalah heroik dan inspiratif juga dialami Awer Mabil. Pesepakbola berusia 27 tahun itu memiliki andil besar dalam lolosnya Australia ke Piala Dunia 2022.

Dia menjadi salah satu algojo The Socceroos yang berhasil menunaikan tugasnya dengan baik dalam adu penalti melawan Peru pada play-off antarzona yang meloloskan mereka ke Qatar. Saat itu, Awer Mabil sukses mencetak gol kala dipercaya menjadi penendang terakhir Australia.

Awer Mabil terharu. Saat itu, dia mengaku mempersembahkan golnya sebagai bentuk ucapan terima kasih untuk Australia yang telah menyelamatkan diri dan keluarganya.

Layaknya, Alphonso Davies, kisah hidup Awer Mabil juga berawal dari perang. Dia lahir di kamp pengungsian di Kenya. Orang tuanya kabur dari Sudan Selatan akibat perang yang berkecamuk bertahun-tahun. Keluarganya kemudian diterima menetap di Australia.

Lahir di tempat pengungsi dan dibesarkan di sebuah gubuk, Awer Mabil kecil benar-benar susah. Dengan perang saudara di negara asalnya yang tidak menunjukkan tanda-tanda berakhir, keluarga Awer Mabil pindah ke Australia pada 2006 ketika berusia 10 tahun.

Hidup di negara baru tidak mudah bagi Awer Mabil kanak-kanak. Perbedaan budaya, bahaya, maupu cuaca membuatnya harus berjuang sekali lagi. Tapi, kecintaan pada sepakbola membuat Awer Mabil bisa melalui semuanya.

"Awalnya sulit, karena kami datang ke sini dan tidak berbicara Bahasa Inggris sama sekali. Saya suka berbicara dengan orang. Tapi, saya tidak bisa berkomunikasi dengan siapa pun. Jadi, itu aneh. Saya adalah anak yang pemarah pada awalnya, dan pemarah," ujar Awer Mabil, dilansir SBS. 

"Jika saya tidak bermain sepakbola, saya tidak akan mendengarkan dan tidak peduli siapa yang berbicara. Jadi, sepakbola seperti penyelamat bagi saya. Dan, itu adalah cara saya bisa berkomunikasi," tambah Awer Mabil.

Di usia 10 tahun, Awer Mabil mulai bermain sepakbola dengan beberapa SSB dengan gratis. Dia memulai dengan St Augustines. Berlanjut ke Playford City, Salisbury East Junior Soccer Club, SA NTC, dan akhirnya diterima bergabung dengan Akademi Adelaide United.

Awer Mabil cepat menerima ilmu sepakbola di Australia karena saat di Kenya, dirinya juga sudah melakukannya. Di Kamp Pengungsian Kakuma. Awer Mabil memainkan sepakbola sejak usia 5 tahun bersama anak-anak pengungsi lainnya.

"Kami bermain telanjang kaki dan membuat bola dari kantong plastik. Terkadang dari pakaian dan balon kami. Jika anda ingin membuat bola memantul, anda merobek pakaian, meledakkan balon, dan mengikatnya," ujar Awer Mabil

"Jika anda hanya menginginkan bola kecil biasa, Anda mendapatkan kantong plastik dan membungkusnya, (kemudian) membakarnya sedikit sehingga merekat. Melihat begitu banyak bola yang tepat akhir-akhir ini ketika saya berlatih, saya merasa diberkati," beber Awer Mabil.

Karier profesional Awer Mabil dimulai dengan Campbelltown City. Lalu, kembali ke almamaternya, Adelaide United. Dia melakukan debut untuk The Reds di A-League pada 2013. Dengan cepat, dia menjadi sosok yang menonjol karena kecepatan dan ketajamannya untuk mencetak gol.

Pintu untuk bermain di Eropa kemudian terbuka seketika. Langkah pertamanya adalah ke FC Midtjylland di Denmark pada 2015. Di sana, pelatihnya mengakui bakat mentah Awer Mabil. Tapi, di lingkungan sepakbola dunia yang kejam, Awer Mabil membutuhkan keunggulan yang lebih besar.

Kurang sukses dengan FC Midtjylland, Awer Mabil dikirim ke Esbjerg fB dengan status pinjaman. Lalu, Pacos de Ferreira di Portugal. Pada 2018, Awer Mabil kembali ke FC Midtjylland. Dia masuk tim utama, membantu memenangkan gelar di musim 2019/2020 dan kemudian bermain di Liga Champions. Sekarang, dia main di Spanyol bersama Cadiz.



Dari sana, sorotan terus datang. Awer Mabil mendapatkan kesempatan bermain dengan The Socceroos pertama kali saat melawan Kuwait pada 16 Oktober 2018. Dia langsung mencetak gol dalam kemenangan 4-0.

Awer Mabil semakin terkenal setelah mencetak penalti dalam kemenangan adu penalti epik atas Peru. Saat itu, semua pemain berlomba untuk merayakan dengan Andrew Redmayne, setelah menjadi pahlawan dengan menyelematkan beberapa tendangan Peru. Tapi, Awer Mabil justru merayakannya sendiri.

Kamera televisi menangkap momen ketika Awer Mabil berada di dekat tiang gawang. Dia menunjuk ke langit dan menangis. Dia sangat bahagia, harus, sekaligus tidak pernah membayangkan seorang anak pengungsi perang. Dia mendedikasikannya untuk Australia dan untuk saudara perempuannya, Bor Mabil, yang meninggal dalam kecelakaan mobil pada Januari 2019 di Adelaide.

Dari pertandingan itu, orang-orang Australia akhirnya mengenal Awer Mabil. Di luar lapangan, dia seorang pria teladan. Dia mendirikan Barefoot to Boots bersama saudaranya di Kamp Pengungsian Kakuma untuk memastikan membantu pengungsi mendapat kebutuhan dasar yang layak.

Kini, Awer Mabil akan mencatat sejarah menjadi orang Sudan Selatan pertama yang akan tampil di Piala Dunia. Tentu saja dia berniat membuat Australia dan Sudan Selatan bangga.