Padahal dia baru bermain 10 menit. Akibat kartu merah itu dia melewatkan semifinal dan final.
Bagaimana rasanya mendapatkan kartu merah di hari ulang tahun dan di pertandingan sepakbola paling akbar bertajuk Piala Dunia? Apalagi, baru bermain 10 menit. Tanyakan jawaban itu pada Gianfranco Zola.

Pada dekade 1990-an, Zola adalah salah satu talenta hebat yang diciptakan Italia. Lahir di Oliena, 5 Juli 1966, Zola menandatangani kontrak profesional pertamanya dengan tim dari Pulau Sardinia, Nuorese Calcio pada 1984. Dua tahun kemudian, dia pindah ke tim yang berbasis di Sassari, Torres 1903.

Saat bermain bersama Torres di Serie C1 itulah peruntungan Zola berubah. Sosok legendaris dalang Calciopoli 2006, Luciano Moggi, adalah orang yang pertama kali memantau bakat Zola. Moggi meminta Zola bergabung dengan Napoli pada 1989 setelah ditransfer 2 juta pounds.

Zola beruntung karena itu pada era ketika I Partenopei memiliki dewa dalam diri Diego Maradona. Zola sangat senang dengan transfer tersebut. Dia mengembangkan persahabatan yang penting dengan Maradona. Maradona akan terbukti memberi pengaruh besar dalam karier Zola. Keduanya menghabiskan berjam-jam berlatih tendangan bebas bersama setelah sesi resmi di klub.

"Saya belajar segalanya dari Diego. Saya biasa memata-matai dia setiap kali dia berlatih dan belajar bagaimana melakukan tendangan bebas seperti dia," ujar Zola kepada La Repubblica pada 2012.

Tahun berganti, Zola akhirnya benar-benar mewarisi nomor punggung Maradona. Saat Napoli ditukangi Claudio Ranieri, dia diberikan nomor 10. Nomor itu kosong karena Maradona mendapatkan sanksi akibat doping. Nomor 10 menjadi milik Zola secara permanen setelah Maradona meninggalkan Napoli. Saat itu, Maradona sendirilah yang meminta Napoli memberi nomor 10 ke Zola.

"Akhirnya, Napoli membeli pemain yang lebih pendek dari saya. Mereka tidak perlu mencari orang untuk menggantikan saya. Tim sudah memiliki Zola!" ujar Maradona, dilansir Pianeta Azzurro.

Performa bagus di Napoli mengantarkan Zola dipanggil tim nasional Italia. Pada 13 November 1991, Arrigo Sacchi memanggil Zola untuk pertama kalinya. Saat itu, Gli Azzurri menjalani pertandingan Kualifikasi Euro 1992 kontra Norwegia. Skornya 1-1. Hasil yang kurang memuaskan itu menjadi salah satu penyebab kegagalan Italia lolos ke Euro 1992.

Tidak menyerah dengan kegagalan ke Euro 1992, Italia berbenah untuk menyongsong Kualifikasi Piala Dunia 1994. Tergabung di Grup 1 bersama Swiss, Portugal, Skotlandia, Malta, dan Estonia, Gli Azzurri tampil sangat bagus untuk lolos sebagai pemuncak grup dengan mengemas 16 poin dari 10 pertarungan.

Meski tidak bermain di kualifikasi, Zola justru mendapatkan kehormatan masuk skuad Gli Azzurri di Piala Dunia 1994. Mengenakan nomor punggung 21, Zola adalah pemain pelapis untuk Roberto Baggio dan Giuseppe Signori.

Namun, di sinilah kisah tragis yang melegenda dituliskan Zola. Pada pertandingan babak 16 besar melawan Nigeria di Foxboro Stadium, Boston, 5 Juli 1994, Zola masuk lapangan pada menit 65. Sacchi menunjuk Zola untuk menggantikan Signori yang mulai kelelahan dan tampil jelek.

Saat Zola masuk, Italia tertinggal 0-1 melalui Emmanuel Amunike pada menit 25. Masuknya Zola diharapkan bisa membantu Baggio dan Daniele Massaro bermanuver di sektor penyerangan.

Sayang, harapan itu tidak terjadi. Hanya berada di lapangan selama 10 menit, Zola mendapatkan kartu merah. Sang wasit asal Meksiko, Arturo Brizio Carter, menganggap Zola melakukan pelanggaran keras kepada Augustine Eguavoen. Aksi itu berawal dari Zola yang membawa bola di kanan pertahanan Nigeria. Dia terjatuh di kotak penalti setelah bola direbut Eguavoen.

Ketika wasit tidak merespons, Zola lalu bangkit dan mengejar Eguavoen di sudut lapangan. Zola sukses mengambil bola dengan gerakan yang dianggap wasit berbahaya. Meski pelanggaran itu masih diperdebatkan, Carter memberi Zola kartu merah langsung.



Seketika Zola lemas. Dia berlutut dengan wajah memelas seolah tidak percaya pada kejadian yang baru saja menimpa. Sementara Eguavoen berpura-pura terbaring di rumput mengerang kesakitan hingga tim medis datang menggotongnya.



Keluar dari lapangan Zola masih tetap tidak terima. Dia marah kepada papan reklame. Begitu pula para pendukung Italia. Zola kecewa berat karena itu adalah pertandingan pertamanya di Piala Dunia dan tepat di hari ulang tahun ke-28. Kartu merah berarti dia harus melewatkan perempat final dan semifinal. Meski Italia tampil di final, Zola tidak pernah bermain lagi hingga Kualifikasi Euro 1996 digelar.

Setelah Piala Dunia, Zola meloloskan Italia ke Euro 1996. Dia menjadi pemain inti pada turnamen di Inggris itu, meski Gli Azzurri gagal juara. Selepas kompetisi, dia bermain di Liga Premier bersama Chelsea sebelum kembali ke Cagliari pada 2003 dan pensiun pada 2005.

Kemudian, Zola memilih jalur pelatih sepakbola. Mengawali dari West Ham United, Zola melanjutkan kariernya dengan melatih Italia U-16, Watford, Cagliari, Al-Arabi, dan Birmingham City. Pada 2018-2019, dia sempat menjadi asisten Maurizio Sarri di Chelsea.