Hanya butuh beberapa bulan untuk lolos ke Piala Dunia 2022. Ternyata, ini rahasianya.
Enam bulan lalu, tim nasional Jerman mengalami salah satu penghinaan terbesar sepanjang sejarah. Der Panzer dikalahkan Makedonia Utara 1-2. Itu jadi kekalahan kandang ketiga di Kualifikasi Piala Dunia dalam sejarah mereka. Puncaknya, Jerman gagal di Euro 2020.

Setelah turnamen, suksesi pelatih dilaksanakan. Joachim Loew mundur untuk mengakhiri 15 tahun kepemimpinannya sebagai pelatih Jerman. Gantinya, Hansi Flick.

Flick bergabung setelah 18 bulan bertugas di Bayern Muenchen. Dan, tidak butuh waktu lama bagi asisten Loew di Piala Dunia 2014 tersebut untuk sukses. Bukan hanya kemenangan demi kemenangan, permainan atraktif juga dihadirkan. Yang paling penting roh Der Panzer hadir lagi.

Dibawah asuhan Flick, Jerman meraih empat kemenangan dari empat pertandingan kualifikasi, termasuk tiga clean sheets. Bahkan, Jerman menjadi tim pertama dari kualifikasi yang memastikan tempat di Qatar tahun depan.


Lebih sedikit keraguan, lebih banyak dominasi Bayern

Kekalahan dari Makedonia Utara, yang berada di peringkat 65 dunia saat itu, menegaskan semua hal yang salah dengan Jerman di tahap akhir masa jabatan Loew. Mereka memiliki banyak penguasaan bola, tapi bergerak lambat di lapangan. Ketika Jerman kehilangan penguasaan bola, tidak ada counter-pressing untuk merebut kembali.

Tapi, dengan mengadopsi pendekatan taktis yang sama seperti yang dilakukan di Bayern, Flick telah meningkatkan kemampuan Jerman untuk menjaga tekanan pada lawan mereka. Keraguan dalam bertahan dan pendekatan yang mengutamakan keselamatan tidak digunakan lagi. Sebab, Flick menuntut tempo tinggi, gaya progresif, dan tekanan tinggi.

Hebatnya, Flick banyak berdiskusi dengan pelatih-pelatih yang memiliki pemain Jerman. Contohnya, Thomas Tuchel dari Chelsea, Pep Guardiola dari Manchester City, dan Mauricio Pochettino dari Paris Saint-Germain.

Dia juga mendorong para pelatih Bundesliga untuk mengajukan ide-ide taktis demi timnas. Frank Kramer, yang mengelola Arminia Bielefeld, sebuah klub tanpa pemain nasional Jerman saat ini, bahkan diizinkan secara terbuka membuat saran untuk Der Panzer.

Ketika Flick memutuskan untuk memperkenalkan perubahan taktis, seperti memindahkan Leroy Sane dari kanan ke kiri, dia berbicara dengan pelatih Sane di Bayern, Julian Nagelsmann. Itu untuk memastikan bahwa keduanya berada dalam pemikiran sama. Hasilnya, itu terbayar lunas dengan aksi di lapangan.

Flick tahu dia tidak hanya bisa mengandalkan bakat pemain menyerangnya dan harus spesifik dengan instruksinya. Melawan Armenia dan Islandia, Sane bermain dekat dengan garis lapangan dalam peran yang terisolasi, sehingga dia bisa bermain satu lawan satu.

Sementara Serge Gnabry memainkan peran terbalik di sisi kanan dan membuat banyak drive ke arah gawang, mencetak tiga gol sebagai hasilnya.




Regenerasi terus berlangsung tanpa henti

Jerman memiliki sekelompok pemain mapan untuk peran menyerang dalam formasi 4-2-3-1. Tapi, di belakang orang-orang seperti Sane, Gnabry, Marco Reus, atau Thomas Mueller, Jerman punya talenta-talenta berbakat seperti Jamal Musiala, Florian Wirtz, dan Kai Havertz.

Dengan Karim Adeyemi, yang saat ini bermain untuk Red Bull Salzburg, Jerman akan memiliki nomor sembilan lagi, setelah bertahun-tahun mempekerjakan gelandang serang di posisi striker tengah.

Ada desas-desus bahwa baik Borussia Dortmund maupun Bayern sedang mengejar Adeyemi musim panas mendatang. Striker kelahiran Muenchen itu dilepas dari Akademi Bayern pada usia 10 tahun karena alasan disiplin. Jadi, tidak menutup kemungkinan dia ingin kembali ke kampung halamannya.

Hal yang baik bagi Adeyemi adalah bahwa penampilan untuk timnas memberinya rasa pertama tentang bagaimana rasanya bermain dengan gaya Bayern.