Peringkat 7 Pesepakbola Top yang Dulu Sangat Miskin

"Ada yang jadi asisten sopir bus, siapa dia?"

Analisis | 23 March 2022, 05:32
Peringkat 7 Pesepakbola Top yang Dulu Sangat Miskin

Libero.id - Menjadi pemain sepakbola top dunia tidak mudah. Tapi, bagi mereka yang sungguh-sungguh, tentu tidak ada yang mustahil. Beberapa pemain telah membuktikan mampu mengubah nasib hidupnya dengan menjadi pemain sepakbola, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga miskin.

Dengan menjadi pemain sepakbola dan memiliki karier yang cemerlang, sejumlah pemain ini berhasil membawa keluarganya keluar dari jerat kemiskinan. Dari kemiskinan itulah, mereka memiliki motivasi yang besar untuk bisa sukses di lapangan hijau.

Nah, mari kita lihat peringkat 7 pesepakbola top yang dulunya sangat miskin.

7. Carlos Bacca

Dalam sepakbola, usia 20 tahun adalah usia ketika pesepakbola muda biasanya menjadi pemain profesional. Namun, dalam kasus Carlos Bacca pada usia itu, dia harus bekerja sebagai asisten sopir bus untuk memenuhi kebutuhan hidup saat tinggal di kampung halamannya di Kolombia.

“Pada usia 20 tahun, saya tinggal di desa saya, Puerto, Kolombia. Saya bekerja sebagai asisten sopir bus. Hidup itu jauh dari mudah. Selanjutnya saya harus bekerja sebagai pengumpul tiket di bus karena saya berasal dari keluarga miskin dan harus mencari uang untuk membantu mereka,” katanya dalam sebuah wawancara tak lama setelah dia menandatangani kontrak dengan Sevilla pada 2013.

“Pintu sepakbola telah tertutup bagi saya untuk beberapa waktu dan pada usia saya, itu bukan sesuatu yang bisa saya andalkan lagi. Tapi, tahun itu saya mencoba untuk bermain bersama Junior de Barranquilla. Syukurlah, mereka membawa saya.”

”Setelah bermain di liga lokal di kota kelahiran, saya memulai karier profesional bersama Atletico Junior sebelum pindah dengan beberapa pinjaman," tambah pemain bintang Kolombia itu.

“Baru pada 2009, pada usia 23 tahun, saya bermain di pertandingan liga profesional saya.”

“Saya mengalami masa sulit sebagai seorang anak. Ketika saya mulai menghasilkan uang, saya pikir saya telah berhasil, tetapi saya salah. Saya mengangkat diriku dan melanjutkan. Pemberani bukanlah mereka yang membiarkan dirinya tenggelam, tetapi mereka yang bangkit lebih kuat,” kenang Bacca.

Bacca yang pernah berpikir bahwa 'pintu sepakbola telah tertutup' untuknya berhasil menendangnya hingga terbuka lebar berkat sikap pantang menyerah yang dimilikinya.

6. Alexis Sanchez

Alexis Sanchez (alias El Nino Maravilla) lahir di pinggiran jalan Chile di Tocopilla, sebuah kota pertambangan, yang didominasi oleh area pelabuhan yang besar.

Ayahnya meninggalkannya ketika masih kecil, dan dia tumbuh bersama ibunya yang bekerja sebagai pembersih di sekolah tempat dia belajar.

Di samping memiliki bakat sepakbola luar biasa sejak usia dini, Sanchez harus bekerja paruh waktu untuk menghidupi keluarganya. Saat dia mencari nafkah dengan membersihkan mobil, dia menyadari bahwa sepakbola dapat menawarkan solusi dari semua kesulitan.

Dalam film dokumenter HBO baru-baru ini tentang penyerang Chile itu, dia mengatakan ibunya tidak suka putranya bekerja untuk keluarga. Tetapi, demi sepakbola, Sanchez mungkin rela bekerja di pertambangan.

Saudaranya, Humberto, kemudian mengungkapkan bahwa Alexis biasa melakukan akrobat di jalan dan berpartisipasi dalam pertarungan tinju untuk mendapatkan uang.

Anak laki-laki dari Tocopilla ini segera bergabung dengan tim muda Club Arauco, tetapi tidak mampu membayar biaya pelatihan. Namun, titik balik datang dalam hidupnya, saat dia datang terlambat untuk pertandingan di mana timnya tertinggal satu gol. Dia mencetak delapan gol kemudian.

Tak lama kemudian, Corbeloa datang menelepon sebelum dia direkrut oleh River Plate. Eropa memberi isyarat dalam waktu singkat saat di pindah ke Udinese, lalu ke Barcelona, dan akhirnya Arsenal.

5. Franck Ribery

Kota Boulogne-sur-Mer, di Pas-de-Calais, Prancis terkenal dengan menara tempat lonceng bergantung, yang merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO saat ini. Kota ini juga memiliki salah satu lingkungan ghetto (lingkungan minoritas warga Yahudi) dengan jumlah tertinggi di Prancis. Dan, di lingkungan seperti itulah Franck Ribery lahir.

Ribery dibesarkan di salah satu ghetto miskin di pinggiran kota. Ribery dan keluarganya mengalami kecelakaan yang hampir fatal, ketika dia berusia dua tahun. Dia memiliki lebih dari 100 jahitan di wajahnya, meninggalkan dua bekas luka yang dalam, sesuatu yang membuatnya bersumpah untuk tidak akan pernah menghilangkan bekasnya karena itu adalah bagian dari identitasnya.

Ribery mengatakan dia berterima kasih atas pendidikan ghetto-nya. Dia mengatakan bahwa dia mungkin akan menganggur, seperti banyak orang di lingkungan itu, tetapi tidak untuk sepakbola. “Kamu tidak bisa melupakan masa lalumu,” katanya dengan bangga.

Sebelum bergabung dengan Stade Brestois saat berusia 20 tahun pada 2003, Ribery bekerja sebagai pekerja konstruksi dengan ayahnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dia menyebut periode itu sebagai pengalaman belajar.

Namun, hidup segera berubah menjadi lebih baik baginya, karena FC Metz membelinya secara gratis setelah bertugas bersama Brestois. Galatasaray dan Les Bleus segera datang memanggil, dan Marseille mengontraknya kemudian, sebelum akhirnya menjualnya ke Bayern Muenchen.

4. Angel di Maria

Salah satu dari tiga bersaudara yang lahir dari pasangan Miguel dan Diana. Angel di Maria tumbuh di Kota Pedriel di Mendoza, Argentina Barat. Hyper-aktif sebagai seorang anak, Di Maria pernah jatuh ke dalam sumur, tapi akhirnya dia bisa diselamatkan tepat waktu.

Dia membantu orang tuanya dengan pekerjaan mereka di tambang batubara lokal, bersama dengan dua saudara perempuannya Vanesa dan Evelyn.

Di Maria adalah pesepakbola brilian sejak usia dini, tapi suatu ketika dia tidak punya uang untuk membeli sepatu bola yang membuat orang tuanya bersedih. Tumbuh dalam kemiskinan selalu memberi Di Maria perspektif yang tidak dimiliki oleh banyak pesepakbola yang hidup dalam kemegahan.

Setelah dipindahkan ke Benfica, dia meminta ayahnya untuk berhenti bekerja di pabrik batu bara dan membelikan rumah untuk orang tuanya. Anak laki-laki, yang berbagi kamar dengan saudara perempuannya dan kurang dalam hal makanan, memang telah menempuh perjalanan jauh untuk sampai dalam kesuksesan kariernya hari ini.

3. Zlatan Ibrahimovic

Zlatan Ibrahimovic lahir di ghetto di Rosengard. Dia adalah putra dari ibu berasal dari Kroasia, Jurka Gravic, dan ayah alkoholik asal Bosnia, Sefik Ibrahimovic.

Ibra harus menjalani semua kesulitan yang biasanya dialami para imigran di negara asing. Hal-hal menjadi lebih sulit, karena orang tuanya bercerai ketika dia berusia dua tahun.

Ibra kemudian mengakui bahwa dia sering mencuri saat masih kecil, dan tinggal di ghetto membuatnya tidak punya pilihan lain. Dan, di tanah kecil berdebu di ghetto yang sama dia belajar trik, film, dan keterampilan permainan dengan teman-temannya.

Dia mengatakan bahwa dirinya belum pernah melihat seorang pria dengan kemeja berkerah sampai dia bergabung dengan sekolah menengah - menunjukkan kesulitan masa kecil yang buruk.

Sudah menjadi pemain reguler di Malmo FF, dia hampir berhenti bermain pada usia 15 tahun untuk bekerja di dermaga lokal. Tapi, pelatihnya membujuknya untuk menyempatkan waktu bermain sepakbola. Anak dari Rosengard itu kemudian bergabung dengan Ajax Amsterdam pada usia 20 tahun. Seperti yang dia sendiri katakana. “Siapa yang mengira pria dari Rosengard akan menjadi kapten Swedia?”

2. Luis Suarez

Kenangan paling awal dalam hidup bagi Luis Alberto Suarez Dias adalah bermain sepakbola tanpa alas kaki pada usia enam tahun di jalanan kasar Salto, sebuah kota yang terletak di tepi sungai Rio Uruguay.

Suarez lahir dari pasangan Rodolfo dan Sandra Suarez dalam keluarga dengan tujuh anak. Dia bermigrasi ke Montevideo setahun kemudian, di mana ayahnya, seorang porter, berharap mendapatkan pekerjaan.

Di kota yang terkenal dengan tingkat kejahatan dan polusi yang meningkat, Suarez mengalami kesulitan hidup. Dia bahkan tidak punya sepatu untuk bermain sepakbola.

Sepakbola memberikan pelarian bagi Suarez muda, karena pada usia sembilan tahun dia ditemukan oleh pemandu bakat Nacional menyusul hat-trick yang dia cetak untuk klub lokal.

Namun, kariernya dengan cepat berubah dari menjanjikan menjadi serba salah, karena Suarez menunjukkan tanda-tanda kerapuhan temperamental yang ada di dalam dirinya hingga hari ini.

Saat itulah dia bertemu Sofia Balbi, wanita yang akan mengubah hidupnya. “Mengambil koin dari jalan untuk mentraktir gadis yang dicintainya berkencan, hanya setelah bertemu dengannya, Suarez menunjukkan tanda-tanda dedikasi yang nyata untuk permainan,” kata mantan pelatihnya, Wilson Pirez.

Tak perlu dikatakan, dia naik melalui jajaran elite sepakbola Uruguay. Dia membuat kariernya bersinar di Eropa, pertama dengan Groningen, kemudian dengan Ajax, dan paling terkenal tentu bersama Liverpool dan Barcelona.

1. Cristiano Ronaldo

Bisa dibilang sebagai pesepakbola terbaik di dunia saat ini. Cristiano Ronaldo hampir digugurkan sebelum dilahirkan oleh ibunya. Pernyataan itu diungkapkan ibunya secara terus terang dalam otobiografinya, Mother Courage.

Superstar asal Manchester United itu lahir di lingkungan Funchal San Antonio yang miskin, di Kepulauan Madeira, Portugal. Ronaldo adalah anak bungsu dari Maria Dolores Dos Santos Aveiro, seorang juru masak, dan Jose Dinis Aveiro, seorang tukang kebun kota.

Dibesarkan dalam keluarga Katolik yang taat, Ronaldo kemudian mengatakan bahwa dia menjalani hidupnya dalam kemiskinan, berbagi satu kamar dengan ibu dan dua saudara perempuannya.

Dalam sebuah wawancara baru-baru ini, dia mengungkapkan semua rasa sakit dan kesedihan yang harus dia alami, khususnya untuk mencapai apa yang dia miliki saat ini.

Dikeluarkan dari sekolah pada usia 14 tahun karena melemparkan kursi ke seorang guru yang tidak menghormatinya, Ronaldo hampir pergi bekerja untuk menghidupi keluarganya.

Namun, niat itu urung dilakukan karena campur tangan ibunya. Sang bunda menyuruh putranya untuk berkonsentrasi pada permainan yang dicintai, apalagi kalau bukan sepakbola.

Ronaldo telah membangun reputasi sebagai anak ajaib saat dia direkrut ketika berusia delapan tahun oleh klub lokal, Andorinha, di mana ayahnya adalah seorang kit-man.

Dia kemudian bergabung dengan klub lokal lainnya, Nacional, sebelum bergabung dengan klub yang mengubah hidupnya, Sporting Lisbon. Dia tidak pernah salah melangkah. Sejak saat itu hingga sekarang, dia masih menjadi bomber gol untuk Setan Merah.

(atmaja wijaya/yul)

Baca Berita yang lain di Google News




  • 0%Suka
  • 0%Lucu
  • 0%Sedih
  • 0%Kaget

Opini

(500 Karakter Tersisa)

Artikel Pilihan


Daun Media Network