Sejak awal, penunjukkan Qatar memang penuh masalah bukan?
Piala Dunia 2022 yang akan digelar di Qatar pada akhir tahun ini. Tapi, masih banyak orang yang ternyata kurang senang dengan penunjukkan negara Arab tersebut. Selain skandal suap saat bidding yang masih diingat orang, catatan HAM di negara itu juga membuat banyak pihak melontarkan kritik. Salah satunya Louis van Gaal.

Biasanya, Piala Dunia digelar pada Juli-Agustus saat kompetisi reguler usai. Tapi, turnamen tahun ini berbeda karena dimainkan saat kompetisi reguler 2022/2023 sedang berlangsung.

Menurut Van Gaal, uang dan kepentingan komersial adalah alasan sebenarnya Qatar menjadi tuan rumah. Bahkan, mantan pelatih Manchester United itu menyebut FIFA sebagai "konyol" dan "omong kosong". "Saya sudah menyebutnya dalam konferensi pers sebelumnya. Saya pikir itu konyol," kata Van Gaal, dilansir Sky Sports.

Ketika diumumkan pada Desember 2010 bahwa Piala Dunia akan di gelar di Qatar, hal itu langsung memicu kemarahan di seluruh dunia. Pertama, beberapa petinggi FIFA harus masuk penjara karena suap. Kedua, laporan tentang perlakukan kurang layak para pekerja pembangunan stadion. Ketiga, jadwal yang antimainstream.



Sebelum Van Gaal, telah banyak pemain hingga pelatih yang menentang keputusan memainkan Piala Dunia di Qatar. Eric Cantona menjadi salah satu nama terkenal yang menyatakan tidak akan menonton Piala Dunia. 

"Kami bermain di negara yang menurut FIFA ingin mengembangkan sepakbola. Itu omong kosong. Tapi, itu tidak masalah. Ini tentang uang, tentang kepentingan komersial. Itu penting di FIFA," ujar Van Gaal.



"Mengapa menurut anda saya tidak berada di komite mana pun di FIFA atau UEFA dengan keahlian saya? Karena saya selalu menentang organisasi semacam ini. Saya dapat mengatakan itu di Qatar nanti. Tapi, itu tidak akan membantu dunia menyingkirkan masalah ini," lanjut pelatih berusia 70 tahun itu.

Tahun lalu, Norwegia, Belanda, dan Jerman memprotes catatan HAM Qatar sebelum pertandingan Kualifikasi Piala Dunia dengan mengenakan jersey berisi simpati kepada para pekerja pembangunan stadion yang menderita. Mayoritas pekerja itu berasal dari India, Bangladesh, Pakistan, dan sekitarnya.